1.4. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dihasilkan suatu peta penyebaran spasial dan luas potensi areal sagu di P. Seram sehingga dapat dijadikan sebagai
informasi penting dalam upaya pemanfaatan dan pengembangan sagu dimasa yang akan datang. Dalam kaitan dengan eksploitasi dan pengembangan sagu,
selain dapat memanfaatkan potensi sagu yang tumbuh secara alami, maka informasi ini dapat dijadikan sebagai acuan di dalam usaha pengembangan sagu
melalui kegiatan budidaya. Dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi secara tegas terhadap konsistensi
biodiversitas spesies sagu.
1.5. Kerangka pemikiran
Dalam beberapa tahun terakhir, kajian tentang tumbuhan sagu cukup banyak dilakukan. Kebanyakan kajian yang dilakukan berkaitan dengan aspek
budidaya Jong 2005, Novarianto 2003, Bintoro 2008, dan Rostiwati et al. 2008, identifikasi jenis berdasarkan penampakan fenotipe Miftahorrachman dan
Novarianto 2003, Barahima 2005, dan fungsi atau pemanfaatan pati untuk berbagai keperluan Gumbira
Sa’id 1993, Barlina dan Karouw 2003, Ishizaki 2007. Kajian mengenai aspek ekologi sagu masih sangat terbatas.
Notohadiprawiro dan Louhenapessy 1993 melakukan kajian tentang persyaratan lahan bagi tumbuhan sagu. Dalam uraiannya substansi ekologi tumbuhan sagu
belum tersentuh secara menyeluruh. Pada sisi lain hasil penelitian tentang distribusi spasial tumbuhan sagu belum pernah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya. Dalam kaitan itu, maka dapat dilakukan koreksi data spasial sagu menggunakan teknologi yang lebih maju dan memiliki akurasi tinggi yakni
dengan memanfaatkan data citra satelit melalui Sistem Informasi Geografis GIS. Melalui proses analisis dapat menghasilkan informasi baru berupa data spasial
dalam bentuk patch cluster tumbuhan sagu. Secara umum sagu tumbuh pada habitat yang berair atau tergenang air,
pada pinggir-pinggir sungai, sekitar sumber-sumber air, tetapi dapat pula setiap spesies lebih menyukai kondisi habitat tertentu, dapat berupa lahan kering, lahan
tergenang secara temporer, atau tergenang permanen. Louhenapessy 1993 telah melakukan studi tentang potensi produksi tumbuhan sagu pada berbagai jenis
tanah. Kajian ini masih bersifat makro, artinya setiap spesies sagu dipersepsikan tumbuh pada berbagai tipe habitat, padahal perbedaan spesies senantiasa
menghendaki kondisi habitat tumbuh yang lebih spesifik. Dalam kaitan itu, maka perlu dilakukan suatu studi autekologi, sehingga dapat diungkapkan secara
spesifik preferensi ekologi masing-masing spesies sagu seperti karakterisitk habitat, struktur populasi, kepadatan, coverage, pertumbuhan, perkembangbiakan,
mekanisme adaptasi, dan sifat-sifat lahan seperti tanah, air, dan iklim mikro. Dalam melakukan kajian tentang habitat tumbuhan sagu, maka diperlukan
informasi tentang berbagai parameter lingkungan. Parameter lingkungan yang dimaksud meliputi faktor iklim, tanah, air, dan vegetasi lain yang tumbuh dalam
komunitas sagu. Faktor iklim yang berperanan dalam pertumbuhan dan perkembangan sagu berupa curah hujan, temperatur, kelembaban, dan sinaran
surya. Faktor tanah meliputi sifat fisik, kimia, dan biologi, sedangkan faktor air yaitu berupa pH, salinitas, unsur hara terlarut, dan sebagainya. Secara alami
tumbuhan sagu dalam habitatnya, tumbuh bersama-sama atau berasosiasi dengan jenis vegetasi yang lain. Oleh karena itu, perlu dipelajari interaksi antara berbagai
faktor pertumbuhan dengan tumbuhan sagu itu sendiri Beberapa ahli, antara lain Louhenapessy 2006, Bintoro 2008, dan
Rostiwati et al. 2008 menyebutkan bahwa di Provinsi Maluku tumbuh dan berkembang lima spesies sagu. Sedangkan berdasarkan klasifikasi sagu yang
dilakukan oleh Beccari 1918 dalam Flach 1997 di Maluku hanya terdapat dua spesies. Oleh karena itu diperlukan suatu studi agar dapat dilakukan klarifikasi
mengenai jumlah spesies sagu. Sketsa kerangka pemikiran penelitian tersaji dalam Gambar 1.
1.6. Hipotesis
Dalam penelitian ini dikemukakan hipotesis sebagai berikut : 1. Penyebaran spasial tumbuhan sagu di P. Seram berupa klaster-klaster sagu,
banyak terdapat pada lahan datar di dataran rendah yang tergenang secara temporer atau permanen.