Ketidakmutlakan Konsep Dasar dan Pemetaan Yin Yang

29 Pendidikan Agama Khonghucu dan Budi Pekerti Serupa dengan hal itu, ketika bicara besar otomatis bicara kecil, dan ketika bicara kecil otomatis bicara besar. Karena ketika menyebut sesuatu itu besar, artinya sesuatu itu lebih besar dari sesuatu yang lain yang lebih kecil. Sebaliknya, ketika menyebut sesuatu itu kecil, artinya sesuatu itu lebih kecil dari sesuatu yang lebih besar. Maka dikatakan: Tidak ada yang besar tidak ada yang kecil, yang ada lebih besar atau kurang kecil, dan lebih kecil atau kurang besar. Tidak ada yang panas tidak ada yang dingin, yang ada lebih panas atau kurang dingin, dan lebih dingin atau kurang panas, dan seterusnya. Namun demikian, dari sudut pandang yang lain dapat pula dikatakan: “Tidak ada sesuatu yang tidak bisa disebut besar, tidak ada sesuatu yang tidak bisa disebut kecil”. Sebuah benda dapat disebut besar lebih besar dari yang lain yang lebih kecil, dan pada saat yang sama ia juga dapat disebut kecil lebih kecil dari yang lain yang lebih besar. Sesuatu disebut panjang karena ada sesuatu yang lain yang lebih pendek, begitu pun sebaliknya, dan demikian seterusnya. Segala sesuatu di jagat raya ini besar maupun kecil, bagus maupun jelek, baik maupun buruk, tinggi maupun rendah, dan seterusnya digambarkan relatif satu dengan yang lainnya. Segala ‘sesuatu’ harus dideinisikan dengan ‘sesuatu’ yang lain. Mendeinisikan sesuatu dengan konteks yang absolute mutlak tidak akan menghasilkan makna apa pun. Sebaliknya, semakin banyak informasi yang relevan tersedia, semakin ’baik’ dalam mendeinisikan sesuatu. Maka, pertentangan antara Yin dan Yang bukanlah ‘dualisme’ terlebih lagi bukanlah sesuatu yang dikotomi. Dalam realitas kehidupan, memang ada nama yang harus disepakati tentang benar dan salah, tentang hitam dan putih. Namun demikian, kita tetap harus ‘bijak’ untuk memahami bahwa sesuatu disepakati benar karena banyak benarnya daripada salahnya, dan sesuatu dikatakan salah karena banyak salahnya daripada benarnya. Sesuatu dikatakan baik karena banyak baiknya daripada buruknya, dan sesuatu dikatakan buruk karena banyak buruknya daripada baiknya. Jika mengenali ‘sesuatu’ itu baik, secara otomatis hal yang sebaliknya buruk juga akan kita ketahui. Konsep kebalikan akan senantiasa mengiringi konsep ‘kesatuan’. Jika pujian dapat membuat orang termotivasi untuk melanjutkan tindakan yang dipuji, pujian juga dapat membuat orang menjadi terbuai dan lupa diri. Celaan dapat membuat orang menjadi lemah, tetapi juga dapat membuat