Hati-hatilah Memikirkannya Pendekatan Belajar

12 Kelas XII SMASMK memilah-milah tidak berasal dari pembawaan. Hal tersebut memerlukan latihan dan harus dipraktikkan. Jika tidak, pencapaian pengetahuan akan berkesan sedikit dalam kehidupan seseorang, khususnya kehidupan moralnya. Zhu Xi dengan tepat telah menyimpulkan tentang hubungan ini, memperluas pengetahuan, pandai bertanya, berikir dengan hati-hati, membedakan dengan jelas dan melaksanakan dengan baik semuanya adalah sama pentingnya. “…Ada hal yang tidak dipikirkan, tetapi hal yang dipikirkan bila belum dapat dicapai janganlah dilepaskan…”.

4. Jelas-jelaslah Menguraikannya

Sesuatu yang kita pelajari mestinya sampai kita dapat dengan jelas menguraikannya, memilah-milah, mana hal yang perlu diprioritaskan didahulukan dan mana hal yang kemudian. Selanjutnya, kita juga dapat mengkaitkan setiap materi-materi yang kita pelajari. Kemampuan menguraikan dengan jelas materi yang dipelajari adalah bukti dari pemahaman kita atas materi tersebut. “…Ada hal yang tidak diuraikan, tetapi hal yang diuraikan bila belum dapat terperinci jelas janganlah dilepaskan…”

5. Sungguh-sungguhlah Melaksanakannya

Melaksanakan apa yang kita pelajari haruslah dengan kesungguhan. Dengan kemauan yang setengah-setengah wajarlah bila kita mendapatkan hasil yang setengah-setengah. Sesungguhnya, untuk segala hal persoalan utamanya bukanlah mampu atau tidak mampu, tetapi kesungguhanlah yang akan menentukan sebuah keberhasilan. Tersurat di dalam Kang Gao kitab dinasti Zhao: “Berlakulah seumpama merawat bayi, bila dengan sebulat hati Sumber: Dokumen Kemdikbud Gambar 1.3 Berpikir tanpa belajar berbahaya. 13 Pendidikan Agama Khonghucu dan Budi Pekerti mengusahakannya, meski tidak tepat benar, niscaya tidak jauh dari yang seharusnya. Sesungguhnya, tiada yang harus lebih dahulu, belajar merawat bayi baru boleh menikah”. Ajaran Besar. Bab IX: 2. “…Ada hal yang tidak dilakukan, tetapi hal yang dilakukan bila belum dapat dilaksanakan sepenuhnya janganlah dilepaskan…” Pentingnya Arti Kesungguhan Zizhang berkata, “Seorang yang memegang kebajikan tetapi tidak mengembangkannya, percaya akan jalan suci tetapi tidak sungguh- sungguh; ia ada, tidak menambah, dan tidak adapun tidak mengurangi”. Sabda Suci. XIX: 2

D. Belajar Berarti Praktik

Filsafat belajar yang benar adalah, bahwa belajar berarti praktik. Karena pengetahuan tentang apa pun yang benar dan baik, betapa pun hebatnya bila tidak dipraktikkan tidak akan ada manfaatnya. Maka belajar yang baik adalah: “Mengajarkannya pada orang lain”. Selanjutnya, pelajaran itu diinternalisasikan dalam kehidupan. Kerjakan apa yang kita ajarkan pada orang lain, dan ajarkan apa yang mampu dan telah kita kerjakan. Maka, cara terbaik untuk membuat orang lain belajar adalah mengubahnya menjadi pengajar. Ketika kita mengajarkan atau membagikan apa yang kita pelajari kepada orang lain, secara tidak langsung kita telah berjanji kepada orang-orang tadi bahwa kita akan melakukan hal-hal yang kita pelajari, dan secara alamiah kita akan termotivasi untuk ’menghidupi’ apa-apa yang kita pelajari. Kesediaan kita untuk membagi itu juga akan menjadi dasar bagi pembelajaran, komitmen dan motivasi yang lebih dalam, yang membuat perubahan menjadi sesuatu yang sah, dan terbentuk suatu tim pendukung. Kita juga akan menemukan bahwa dengan berbagi itu, akan tercipta ikatan dengan orang lain. Belajar tetapi tidak melakukan adalah tidak belajar. Dengan kata lain, memahami sesuatu tetapi tidak menerapkannya sama saja dengan tidak memahami.