Interpretasi Data Jadwal Kegiatan Keterbatsan Penelitian Profil Informan

30

3.5 Interpretasi Data

Interpretasi data adalah analisis keseluruhan data yang telah diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam lalu menyaring data-data penting dengan pembuatan inti dari data yang diperoleh lalu disajikan kembali membentuk data yang sederhana. Data-data yang terkumpul dan telah disederanakan tadi dikembangkan dengan dukungan-dukungan konsep-konsep dalam kajian pustaka dan kemudian akan disajikan sebagai laporan dari penlitian tersebut.

3.6 Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Bulan ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Pra Observasi √ 2 ACC Judul √ 3 Penyusunan Proposal Penelitian √ √ √ 4 Seminar proposal Penelitian √ 5 Revisi Seminar Penelitian √ 6 Penelitian ke Lapangan √ √ 7 Pengumpulan dan Analisis Data √ 8 Penulisan Laporan Akhir √ √ 9 Sidang Meja Hijau √

3.7 Keterbatsan Penelitian

Universitas Sumatera Utara 31 Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup kemampuan dan pengalaman yang dimiliki peneliti. Selain itu terkait dengan kelemahan instrumen wawancara mendalam. Kendala lain adalah keterbatasan waktu saat wawancara dengan informan, hal ini disebabkan karena informan yang banyak pergi melaut behari-hari. Peneliti juga harus melakukan wawancara dengan menggunakan bantuan translator karena ada beberapa informan yang tidak lancar berbahasa Indonesia dan kesulitan dalam menerjemahkan kedalam bahasa Indonesia agar lebih ilmiah . Universitas Sumatera Utara 32 BAB IV DESKRIPSI WILAYAH DAN PROFIL INFORMAN

4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian

4.1.1 Sejarah Kota Bagansiapiapi

Bagansiapiapi merupakan Ibu Kota dari Kabupaten Rokan Hilir, Riau yang terletak di muara Sungai Rokan di pesisir utara Kabupaten Rokan Hilir dan merupakan tempat yang strategis karena berdekatan dengan Selat Malaka yang merupakan lalu lintas perdagangan internasional. Selain sebagai Ibu Kota Kabupaten Rokan Hilir, Bagansiapiapi juga merupakan Ibu Kota Kecamatan Bangko. Jika menelusuri sejarah kota Bagansiapiapi erat kaitannya dan tidak terlepas dari sejarah Rokan Hilir. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan, wilayah kewedanaan Bagansiapiapi yang meliputi Kubu, Bangko dan Tanah Putih, digabungkan ke dalam Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Selanjutnya bekas wilayah Kewedanaan Bagansiapiapi, yang terdiri dari Kecamatan Tanah Putih, Kecamatan Kubu dan Kecamatan Bangko ditambah Kecamatan Rimba Melintang dan Kecamatan Bagan Sinembah kemudian pada tanggal 4 Oktober 1999 ditetapkan sebagai sebuah Kabupaten baru di Provinsi Riau sesuai dengan UU RI Nomor 53 tahun 1999 dengan ibukota Ujung Tanjung, sedangkan Bagansiapiapi ditetapkan sebagai ibu kota sementara . Universitas Sumatera Utara 33 Namun karena kondisi infrastruktur di Ujung Tanjung yang masih merupakan sebuah desa di Kecamatan Tanah Putih belum memungkinkan untuk dijadikan sebagai sebuah ibu kota Kabupaten, maka akhirnya Bagansiapiapi, dengan infrastruktur kota yang jauh lebih baik, pada tanggal 24 Juni 2008 resmi ditetapkan sebagai ibu kota Kabupaten Rokan Hilir yang sah setelah Dewan Perwakilan Rakyat DPR menyetujui 12 Rancangan Undang-Undang RUU Pembentukan KabupatenKota dan RUU atas perubahan ketiga atas UU Nomor 53 Tahun 1999 disahkan sebagai Undang-Undang dalam Rapat Paripurna . Kabupaten Rokan Hilir merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis, sesuai dengan Undang-Undang nomor 53 tahun 1999. Wilayah Kabupaten Rokan Hilir terletak pada bagian pesisir timur Pulau Sumatera antara 1°14’ - 2°30’ LU dan 100°16’ - 101°21’ BT. Luas wilayah Kabupaten Rokan Hilir adalah 8.881,59 Km 2 , dimana Kecamatan Tanah Putih merupakan Kecamatan terluas yaitu 1.915,23 Km 2 dan Kecamatan Tanah Putih Tanjung Melawan dengan luas wilayah 198,39 Km 2 . Kabupaten Rokan Hilir memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara : Provinsi Sumatera Utara dan Selat Malaka Universitas Sumatera Utara 34 Sebelah Selatan : Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Rokan Hulu Sebelah Timur : Kota Dumai Sebelah Barat : Provinsi Sumatera Utara Kabupaten Rokan Hilir terdiri dari lima belas Kecamatan, yaitu : Kubu, Bangko, Tanah Putih, Rimba Melintang, Bagan Sinembah, Pasir Limau Kapas, Sinaboi, Pujud, Tanah Putih Tanjung Melawan, Bangko Pusako, Simpang Kanan, Batu Hampar, Rantau Kopar, Pekaitan, dan Kubu Babussalam. Dalam wilayah Kabupaten Rokan Hilir terdapat 16 sungai yang dapat dilayari oleh kapal pompong, sampan dan perahu sampai jauh ke daerah hulu sungai. Diantara sungai-sungai tersebut yang sangat penting sebagai sarana perhubungan utama dalam perekonomian penduduk adalah Sungai Rokan dengan panjang 350 km. Penduduk Kabupaten Rokan Hilir pada tahun 2012 adalah 595,695 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk selama sepuluh tahun terakhir yakni dari tahun 2000 – 2010 adalah sebesar 4,58 per tahun. Sedangkan sex rationya adalah 106,25 yang artinya dari setiap 100 penduduk perempuan rata- rata terdapat 107 penduduk laki-laki. Sejarah Kota Bagansiapaipai sendiri bermula dari tuntutan kualitas hidup yang lebih baik lagi, sekelompok orang Tionghoa dari Propinsi Fujian - Cina merantau menyeberangi lautan dengan kapal kayu sederhana. Dalam kebimbangan kehilangan arah, mereka berdoa ke Dewa Kie Ong Ya yang saat itu ada di kapal tersebut agar kiranya dapat diberikan penuntun arah menuju daratan. Tak lama kemudian, pada keheningan malam tiba-tiba mereka melihat adanya cahaya yang samar-samar. Dengan Universitas Sumatera Utara 35 berpikiran dimana ada api disitulah ada daratan, akhirnya mereka mengikuti arah cahaya tersebut, hingga tibalah mereka di daratan selat melaka.Mereka yang mendarat di tanah tersebut sebanyak 18 orang, diantaranya : Ang Nie Kie, Ang Nie Hiok, Ang Se Guan, Ang Se Pun, Ang Se Teng, Ang Se Shia, Ang Se Puan, Ang Se Tiau, Ang Se Po, Ang Se Nie Tjai, Ang Se Nie Tjua, Ang Un Guan, Ang Cie Tjua, Ang Bung Ping, Ang Un Siong, Ang Sie In, Ang Se Jian, Ang Tjie Tui. Mereka inilah yang kemudian dianggap sebagai leluhur Bagansiapiapi. Ke-esokannya, mereka mendapatkan di sungai tersebut terdapat sangat banyak ikan laut, dengan penuh sukacita mereka menangkap ikan untuk kebutuhan hidup. Mulailah mereka bertahan hidup di tanah tersebut.Mereka yang merasa menemukan daerah tempat tinggal yang lebih baik segera mengajak sanak-family dari Negeri Tirai Bambu sehingga pendatang Tionghoa semakin banyak. Keahlian menangkap ikan yang dimiliki oleh nelayan tersebut mendorong penangkapan hasil laut yg terus berlimpah. Hasil laut berlimpah tersebut diekspor ke berbagai benua lain hingga kemudian menjadi sangat terkenal dan bahkan di-klaim sebagai penghasil ikan laut terbesar ke-2 di dunia setelah Norwegia. Perdagangan di Selat Melaka semakin ramai hingga membuat Belanda melirik Bagansiapiapi sebagai salah satu basis kekuatan laut Belanda, yang kemudian oleh Belanda membangun pelabuhan yang di Bagansiapiapi, konon katanya pelabuhan tersebut adalah pelabuhan paling canggih saat itu di selat Melaka.Tidak hanya hasil laut yang saat itu menjadi tumpuan kehidupan masyarakat Bagansiapiapi, tapi ada juga hasil karet alam yang juga sangat terkenal. Dimasa perang dunia ke-1 dan Universitas Sumatera Utara 36 perang dunia ke-2, Bagansiapiapi disebut sebagai salah 1 daerah penghasil karet berkualitas tinggi yang saat itu banyak sekali dipakai untuk kebutuhan peralatan perang seperti ban dari bahan karet. Pengolahan karet alam tersebut dilakukan sendiri oleh masyarakat Bagansiapiapi di beberapa pabrik karet di Bagansiapiapi. Namun setelah perang dunia ke-2 selesai, permintaan akan karet semakin menurun hingga beberapa Touke menutup pabrik karet tersebut. Dan kini banyak orang telah melupakan prestasi besar karet Bagansiapiapi yang dulu sangat terkenal di Asia. Dari sisi kebudayaan, terdapat sebuah kelenteng tua yang sudah berumur ratusan tahun. Ditempat kelenteng inilah Dewa Kie Ong Ya saat ini disembahyangkan. Dewa Kie Ong Ya yang ada di dalam kelenteng tersebut adalah bentuk utuhasli saat leluhur Bagansiapiapi pertama kali menginjak kaki di tanah Bagansiapiapi.Beberapa versi menyebutkan asal usul kata Bagansiapiapi. Ada yang menyebutnya karena oleh asal petunjuk api yang secara mistis diberikan oleh Dewa Kie Ong Ya saat para leluhur meminta petunjuk. Versi lain mengatakan : cahaya terang yang dilihat orang para leluhur waktu kehilangan arah adalah cahaya yang dihasilkan oleh kunang-kunang. Dulu masih mudah menemukan kunang-kunang di kota Bagansiapiapi, namun kini agak sulit untuk melihat kunang-kunang di Bagansiapiapi. Namun ada versi yang jarang dibicarakan orang yaitu : Bagan adalah istilah tempatalat penangkapan ikan model kuno, dan kata api sendiri adalah nama Universitas Sumatera Utara 37 sejenis pohon di rawa-rawa yang biasanya disebut : pohon api-api. Dimana saat itu perairan Bagansiapiapi terdapat banyak sekali tempatalat penangkapan ikan dan rawa-rawa yang tumbuh oleh pohon api-api.

4.1.2 Keadaan Geografis Wilayah

Selain menjadi Ibu Kota Kabupaten Rokan Hilir, Bagansiapiapi juga menjadi ibu kota dari Kecamatan Bangko. Secara geografis, Bagansiapiapi terletak di Pulau Sumatera pada titik koordinat 2,1578° Lintang Utara 2° 9 28.08 N dan 100,8163° Bujur Timur 100° 48 58.68 E. Secara administratif, Bagansiapiapi memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : • Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sinaboi • Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Batu Hampar • Sebelah Timur berbatasan dengan Bukit Kapur Kota Dumai • Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Malaka. Bagansiapiapi atau Kecamatan Bangko memiliki luas wilayah 475.26 km 2 dan memiliki 5 Kelurahan dan 10 Desa, yaitu : Kelurahan : Bagan Kota, Bagan Hulu, Bagan Barat, Bagan Punak dan Bagan Timur. Desa : Labuhan Tangga Besar, Labuhan Tangga Kecil, Bagan Jawa, Parit Aman, Labuhan Tangga Baru, Bagan Jawa Pesisir, Serusa, Labuhan Tangga Hilir, Bagan Punak Meranti dan Bagan Punak Pesisir. Universitas Sumatera Utara 38 Bagansiapiapi termasuk beriklim tropis, dengan jumlah curah hujan 2.710 mmtahun dan temperatur udaranya berkisar pada 24º-32 °C. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Februari sampai dengan bulan Agustus. Sementara musim hujan terjadi pada bulan September sampai dengan Januari.

4.1.3 Perhubungan, Sarana dan Prasarana Transportasi

Bagansiapiapi dapat diakses dengan mudah dari berbagai kota dengan menggunakan beragam moda transportasi, baik darat maupun laut. Dari ibu kota Provinsi Riau, Pekanbaru dibutuhkan 6-7 jam perjalanan darat dengan jarak tempuh +- 350 km. Sementara dari ibu kota Provinsi Sumatera Utara, Medan, dibutuhkan 10-12 jam perjalanan darat melalui Lintas Timur Sumatera. Dari Kota Dumai hanya dibutuhkan waktu tempuh 2-3 jam melalui jalan darat. Pembangunan Jembatan Jumrah yang membentang di atas Sungai Rokan, yang menjadi urat nadi jalan lintas Bagansiapiapi-Ujung Tanjung, merupakan tonggak terbukanya akses jalan darat menuju Bagansiapiapi sekaligus membebaskan Bagansiapiapi dari keterisoliran pada masa lalu yang hanya bisa diakses melalui jalur laut. Bayangkan untuk mencapai Kota Pekanbaru, warga Bagansiapiapi harus menumpang kapal ke Kota Dumai dulu selama satu malam sekitar 12 jam. Begitu juga jika akan bepergian ke Kota Medan, harus naik kapal dulu selama satu malam juga ke Kota Tanjung Balai Asahan. Jembatan Pedamaran I dan II yang sedang dibangun saat ini merupakan jembatan kembar yang akan menghubungkan daerah pesisir Bagansiapiapi dengan pesisir Kecamatan Bangko Pusako, Kecamatan Bagan Sinembah, Kecamatan Universitas Sumatera Utara 39 Kubudan Kecamatan Pasir Limau Kapas, dengan melewati pulau di tengah- tengahnya yaitu Pulau Pedamaran.Jembatan ini memiliki arti yang sangat penting bagi Bagansiapiapi dan daerah sekitarnya karena akan memperpendek jarak tempuh ke berbagai daerah di bagian Utara Rokan Hilir, seperti Bagan Batu, Kubu dan Panipahan. Begitu juga perjalanan darat ke Medan yang biasa ditempuh dalam waktu sekitar 10-12 jam, akan dapat dipersingkat menjadi kurang dari 10 jam.Dengan demikian, Jembatan Pedamaran diharapkan akan membuka isolasi sejumlah daerah di pesisir Barat Laut Rokan Hilir. Proyek ini akan menghubungkan kota Panipahan sampai ke Dumai melalui Bagansiapiapi. Pembangunan Jalan Lintas Bagansiapiapi-Sinaboi sampai sekarang ini terus dibenahi dan ditingkatkan. Selain itu, jika rencana pembangunan jalan lintas Sinaboi-Dumai selesai dikerjakan, maka akan menjadi jalur alternatif Jalan Lintas Bagansiapiapi-Dumai. Jalan Lintas Sinaboi-Dumai nantinya bisa mempersingkat jarak tempuh, di mana dari Bagansiapiapi-Sinaboi hingga masuk ke Dumai hanya sekitar 78 km. Diharapkan pembangunan jalan lintas pesisir Timur Kabupaten Rokan Hilir-Kota Dumai mulai dari Bagansiapiapi-Sinaboi-Dumai akan mampu meningkatkan perekonomian, karena jalan lintas ini memiliki peranan yang cukup strategis yang menjadikan Dumai bisa diakses dari berbagai isi. Sedangkan melalui jalur laut, rute yang dilayani dewasa ini adalah Bagansiapiapi-Panipahan dan Bagansiapiapi-Pulau Halang. Sementara rute Bagansiapiapi-Kota Tanjung Balai Asahan dan Bagansiapiapi-Kota Dumai sudah tidak tersedia lagi sejak dibukanya akses jalan darat. Pelabuhan laut yang akan Universitas Sumatera Utara 40 digunakan untuk terminal kargo dan penumpang juga akan dibangun di pesisir Sungai Rokan di kawasan perkantoran Batu Enam Bagansiapiapi. Pembangunan pelabuhan laut ini diharapkan dapat merangsang masuknya investor ke Kabupaten Rokan Hilir untuk menanamkan modalnya di daerah yang kaya akan migas, ikan, hasil pertanian serta perkebunan setelah melihat tersedianya berbagai sarana dan prasarana di Kabupaten yang berjuluk Negeri Seribu Kubah ini.

4.1.4 Kependudukan

Penduduk merupakan subjek dan objek dalam pembangunan suatu daerah serta berperan penting dalam mengelola unsur-unsur alam yang tersedia. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kependudukan, diketahui bahwa pada tahun 2013 Kecamatan Bangko memiliki jumlah penduduk sebanyak 94.823 jiwa yang terdiri dari penduduk berjenis kelamin laki-laki sejumlah 49.780 jiwa dan penduduk yang berjenis kelamin perempuan sejumlah 45.043. Dari segi etnisitas, dewasa ini penduduk kota BagansiapiapiKecamatan Bangko sebagian besar merupakan suku Melayu dan Tionghoa, sedangkan suku lainnya dalam jumlah yang cukup signifikan adalah suku Jawa, Batak, Minangkabau, Nias dan Bugis. Universitas Sumatera Utara 41 Tabel 4.1 JumlahPenduduk Kecamatan Bangko Menurut Jenis Kelamin Sumber : Kantor Dinas Kependudukan Rohil, Tahun 2013 Jenis Kelamin Jumlah Persentase Laki-laki 49.780 52,50 Perempuan 45. 043 47,50 Total 94.823 100 Universitas Sumatera Utara 42 Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kecamatan Bangko Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2013 Umur Jumlah Persentase 0-4 Tahun 5.225 Jiwa 5,51 5-9 Tahun 8.857 Jiwa 9,3 10-14 Tahun 9.107 Jiwa 9,6 15-19 Tahun 8.538 Jiwa 9,1 20-24 Tahun 9.212 Jiwa 9,71 25-29 Tahun 9.775 Jiwa 10,3 30-34 Tahun 9.760 Jiwa 10,3 35-39 Tahun 7.624 Jiwa 8,04 40-44 Tahun 5.998 Jiwa 6.32 45-49 Tahun 5.024 Jiwa 5,3 50-54 Tahun 4.648 Jiwa 4,9 55-59 Tahun 3.743 Jiwa 3,94 60-64 Tahun 2.831 Jiwa 2,98 65-69 Tahun 1.751 Jiwa 1,84 70-74 Tahun 1.234 Jiwa 1,3  74 Tahun 1.457 Jiwa 1,53 Jumlah 94.823 Jiwa 100 Sumber : Kantor Dinas Kependudukan Rohil, Tahun 2013 Universitas Sumatera Utara 43 Menurut agama yang dianut masyarakat Bagansiapiapi, Islam merupakan agama mayoritas yang terutama dipeluk oleh suku Melayu, Jawa, Minangkabau dan Bugis. Suku Tionghoa mayoritas memeluk agama Buddha dan ada beberapa yang memeluk agama Konghucu, sementara yang menganut agama Kristen, Katolik dan Islam juga ada meskipun dalam jumlah yang sedikit. Sedangkan suku Batak dan Nias pada umumnya menganut agama Kristen dan Katolik. Tempat ibadah yang representatif bagi umat Islam di Bagansiapiapi di antaranya adalah Masjid Raya Al-Ikhlas, Masjid Raya Al-Ihsan, Masjid Al-Kautsar. Bagi umat Buddha terdapat Vihara Buddha Sasana, Vihara Buddha Sakyamuni, Vihara Buddha Kirti, Vihara Maitreya Dwipa, Kelenteng Ing Hok Kiong. Untuk umat Katolik terdapat Gereja Katolik SantoPetrus dan Paulus. Sementara untuk umat Kristen terdapat Gereja Methodist Indonesia GMI-Jemaat Wesley, Gereja HKBP, Gereja Kristen Protestan Indonesia. Universitas Sumatera Utara 44 Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Kecamatan Bangko Berdasarkan Agama Tahun 2013 Sumber : Kantor Dinas Kependudukan Rohil, Tahun 2013 Berdasarkan mata pencaharian, penduduk Kecamatan Bangko dapat dibagi menjadi beberapa kelompok seperti yang terlihat pada tabel 4.4 di bawah ini Tabel 4.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan Sumber : Kantor Dinas Kependudukan Rohil, Tahun 2013 Agama Jumlah Penganut Persentase Islam 75.795 Jiwa 79,93 Kristen 2.230 Jiwa 2.35 Katolik 289 Jiwa 0,30 Hindu 25 Jiwa 0,02 Buddha 16.446 Jiwa 17,34 Konghucu 31 Jiwa 0,03 Jumlah 94.823 Jiwa 100 Pekerjaan Jumlah Persentase PNS 2755 2,90 Nelayan 1567 1,65 Buruh Nelayan 583 0,61 TNI 39 0,04 Karyawan Swasta 1085 1,14 Universitas Sumatera Utara 45

4.1.5 Pendidikan

Berhasil atau tidaknya membangun suatu derah sangat dipengaruhi oleh sumber daya manusia yang dimilikinya. Semakin maju pendidikan akan meningkatkan sumber daya manusia yang dimiliki oleh daerah tersebut. Demikianlah pentingnya peranan pendidikan, maka sudah sewajarnyalah pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat memberikan perhatian yang besar pada bidang ini. Tabel 4.5 Banyaknya Sekolah di Lingkungan Dinas Pendidikan Nasional Menurut Jenis Sekolah Tahun 20112012 No Jenis Sekolah Negeri Swasta Jumlah 1. Taman Kanak- Kanak - 20 20 2. SD 29 11 40 3. SMP 5 11 16 4. SMA 5 9 14 Total 39 51 90 Sumber : Dinas Pendidikan Rohil, Tahun 2012

4.1.6 Perikanan

Produksi perikanan di Kabupaten Rohil sebagian berasal dari perikanan laut. Pada tahun 2012, produksi perikanan tercatat sebanyak 47.511,81 ton, dimana Universitas Sumatera Utara 46 sebanyak 46.781 ton atau 98,46 merupakan hasil perikanan laut dan perairan umum dan hanya 730,81 ton 1,54 hasil dari perikanan budidaya. Bila dibandingkan dengan total produksi ikan pada tahun sebelumnya yang berjumlah 57.850 ton berarti produksi perikanan mengalami penurunan sebesar 17,87 ton. Sedangkan untuk Kecamatan bangko, produksi perikanannya tercatat sebanyak 7,486.55 ton yang merupakan total dari perikanan tangkap dan budidaya dan menempati posisi ketiga dengan jumlah hasil perikanan terbanyak di Rokan Hilir. Tabel 4.6 Produksi Perikanan Kecamatan Bangko Tahun 2012 Ton No Perikanan Tangkap Budi Daya Jumlah 1. Perikanan Laut Perikanan Umum Kolam Keramba 7.486,55 7.430 43 13,55 - Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Rohil, Tahun 2012

4.2 Profil Informan

1. Nama : Efandi Hok-lua Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 48 Tahun Agama : Buddha Pekerjaan : Nelayan Pendidikan : Sekolah Dasar SD Universitas Sumatera Utara 47 Bapak Efandi adalah salah satu nelayan Etnis Tionghoa yang sudah bekerja menjadi nelayan selama lebih dari 30 tahun dimana, beliau telah menjadi nelayan sejak masih bujang lajang. Bapak Efandi menjadi nelayan karena sewaktu kecil sering ikut orang tuanya melaut. Pak Efandi hanyalah tamatan Sekolah Dasar, setiap hari Pak Efandi pergi melaut bersama 3 orang rekannya menggunakan kapal miliknya. Pak Efandi pergi melaut 3 kali dalam seminggu dan menginap 2 malam di laut. Tak ada cara khusus untuk melihat cuaca baik atau buruk untuk pergi melaut, biasanya para nelayan hanya melihat dari tingginya air pasang dan kencangnya angin yang berhembus. Sedangkan untuk harga jual hasil tangkapan berbeda tiap jenisnya dan para nelayan biasa bertukar informasi mengenai harga jual yang didapat dari penampung hasil tangkapan. Kekompakan para nelayan ini juga dapat dilihat dari seringnya mereka membantu sesama nelayan Tionghoa apabila ada yang terkena musibah walaupun keadaan mereka juga tidak ataupun kurang baik. Pak Efandi juga menjalin hubungan sosial yang baik dengan sesama nelayan Tionghoa maupun nelayan pribumi. Sedangkan untuk modalnya pergi kelaut Pak Efandi menggunakan uangnya sendiri yang ia tabung dari hasil melaut. Sedangkan untuk menjual hasil tangkapannya, Pak Efandi tidak pernah menjual ke tempat lain selain ke bangliau, terkecuali jika ada tetangganya yang memesan ikan ataupun udang. Pak Efandi juga menjalin hubungan yang baik dengan para tengkulak atau pemilik bangliau. Untuk peraturan dalam melaut Pak Efandi mengaku tidak ada peraturan yang terlalu mengikat, siapa saja boleh menangkap ikan, udang, kepiting dan biota laut lainnya di mana saja selagi itu masih dalam kawasan perairan Riau. Sedangkan dari pemerintah hanya ada larangan tidak boleh menangkap ikan atau Universitas Sumatera Utara 48 hewan laut yang dilindungi seperti lumba-lumba dan penyu. Pak Efandi dan nelayan Etnis Tionghoa lainnya hanya tidak akan pergi melaut pada saat perayaan hari besar agamanya, seperti perayaan tahun baru cina yaitu imlek, beliau akan libur 3 hari, perayaan Cap Go Meh beliau libur 1 hari dan ritual bakar tongkang libur 1 hari. 2. Nama : Lamde Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 44 Tahun Agama : Buddha Pekerjaan : Nelayan Pendidikan : Sekolah Dasar SD Bapak Lamde sudah lebih dari setengah umurnya melakoni pekerjaan sebagai nelayan. Pak Lamde juga memiliki usaha burung walet di rumahnya untuk menambah penghasilan. Tidak tamatnya beliau dari sekolah dasar menyebabkan sampai sekarang beliau susah untuk berkomunikasi dengan orang lain yang bukan etnis Tionghoa dikarenakan kurang pandai dan tidak lancar berbahasa Indonesia. Selain beliau, kerabat keluarganya yang juga menjadi nelayan Tionghoa ada 3 orang namun mereka tidak satu kapal dan terkadang berbeda waktu melautnya. Pak Lamde menjual hasil tangkapannya melaut kepada bangliau yang nantinya hasil tangkapan yang beliau dan teman-temannya peroleh akan di sortir untuk selanjutnya diekspor ke luar negeri seperti Malaysia dan Hongkong. Pak Lamde juga terkadang menerima pesanan ikan, udang ataupun kepiting dari tetangga dan temannya yang bukan nelayan walaupun jumlahnya tidak banyak. Universitas Sumatera Utara 49 Dalam melaut Pak Lamde mengaku tidak mengenal hari baik ataupun buruk, biasanya beliau akan libur lima hari saat Imlek, dan libur satu hari saat perayaan Cap Go Meh dan ritual bakar tongkang. 3. Nama : Joni A Pom Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 39 Tahun Agama : Buddha Pekerjaan : Nelayan Pendidikan : Tidak Sekolah Pak Joni atau yang biasa disapa A Pom ini sudah dari kecil menjadi nelayan, Pak A Pom melaut tidak setiap hari, dalam sebulan beliau pergi melaut hanya dua kali seminggu. Penghasilan beliau dalam satu bulan tidak tetap, jika untung beliau bisa memperoleh gaji sebesar Rp 1.000.000 dan bila sedang kurang beruntung beliau hanya memperoleh gaji sebesar Rp 500.000. Pak A Pom pergi melaut bersama dengan temannya, 3 diantaranya beretnis Tionghoa sama seperti beliau dan satu lagi Orang Melayu. Selain Pak A Pom, ada beberapa orang dari kerabat keluarganya yang juga menjadi nelayan. Biasanya hasil tangkapan yang diperoleh Pak A Pom dan rekan-rekannya di jual ke bangliau yang dekat dengan dermaga pelabuhan tempat kapal taukehnya biasa bersandar. Pak A Pom mengaku tidak ada peratutan khusus yang dibuat sesama nelayan dalam melaut. Sedangkan dari pemerintah, ada larangan yang menyatakan bahwa nelayan tidak boleh menangkap ikan lumba-lumba yang Universitas Sumatera Utara 50 merupakan hewan laut yang dilindungi. Pak A Pom akan libur melaut pada hari besar agamanya yaitu Imlek, Cap Go Meh dan ritual bakar tongkang. 4. Nama : Awi Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 40 Tahun Agama : Buddha Pekerjaan : Nelayan Pendidikan : Sekolah Dasar SD Pak Awi sudah 15 tahun ini menjadi nelayan yang mempunyai kapal sendiri dan memiliki 4 orang anak buah. Dalam sekali melaut saja Pak Awi mampu memperoleh penghasilan sebesar Rp 1.000.000 sampai dengan Rp 4.000.000. Pak Awi melaut dua minggu sekali ketika pasang besar, untuk mengetahui informasi mengenai segala hal yang berhubungan dengan melaut Pak Awi hanya melihat ketika air pasang besar. Pak Awi akan menjual hasil tangkapannya bersama anak buahnya ke gudang ekspor atau bangliau. Sesama nelayan baik nelayan Tionghoa maupun nelayan pribumi tidak pernah ada kesepakatan mengenai peraturan dalam melaut, sedangkan dari pemerintah ada larangan untuk tidak boleh menangkap ikan lumba-lumba dan penyu. Tapi apabila tertangkap dalam arti kata tidak sengaja menangkap ikan lumba-lumba dan keadaannya sudah mati biasanya para nelayan akan membawanya, jika tertangkap masih dalam keadaan hidup maka akan dilepaskan Universitas Sumatera Utara 51 kembali. Karena akan ada sangsi dari pemerintah jika ketahuan membawa pulang ikan lumba-lumba ataupun penyu yang jelas sudah dilarang. 5. Nama : A Hok Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 41 Tahun Agama : Buddha Pekerjaan : Nelayan Pendidikan : Tidak Sekolah Pak A Hok adalah nelayan Tionghoa yang sudah bekerja selama 34 tahun, selain menjadi nelayan, Pak A Hok tidak mempunyai pekerjaan lain yang berarti nelayan merupakan pekerjaan utamanya. Menurut Pak A Hok, pendapatannya perhari yang Rp 150.000 sudah mencukupi kebutuhannya sehari-hari karena saat ini beliau hanya hidup sendiri. Pak A Hok pergi melaut pada pagi hari dan pulang pulang siang hari, kadang-kadang beliau juga diajak oleh taukehnya untuk melaut selama beberapa hari menginap di laut. Untuk mengetahui informasi mengenai hal dilaut tidak ada cara yang pasti lihat saja dari matahari, cuaca dan angin, jika matahari cerah dan angin tidak terlalu kencang itu merupakan tanda yang bagus untuk melaut. Tak hanya sesama nelayan saja Pak A Hok menjalin hubungan yang baik, dengan masyarakat yang bukan nelayan pun beliau dekat. Pak A Hok tak begitu paham dengan peraturan dalam melaut karena memang tak ada peraturan yang Universitas Sumatera Utara 52 dibuat sesama nelayan dalam hal melaut kecuali dari pemerintah, yaitu adanya larangan tidak boleh menangkap ikan lumba-lumba dan penyu. 6. Nama : Bumbing Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 38 Tahun Agama : Buddha Pekerjaan : Nelayan Pendidikan : Sekolah Dasar SD Baru setahun belakang ini Pak Bumbing menjadi nelayan yang memiliki kapal sendiri dan anak buah, sebelumnya selama 19 tahun Pak Bumbing melaut ikut dengan orang lain. Setelah memiliki kapal sendiri beliau bisa mendapatkan penghasilan minimal Rp 1.000.000 perhari yang berarti dalam sekali melaut selama lima hari minimal Pak Bumbing bisa mendapatkan penghasilan sebesar Rp 5.000.000. Selain saling tolong menolong Pak Bumbing dan nelayan lainnya yang tidak harus beretnis Tionghoa juga saling tukar ataupun saling pinjam alat tangkap seperti jaring. Selain itu, Pak Bumbing ataupun nelayan lainnya juga sering saling meminjam modal apalabila ada yang kekurangan modal untuk melaut. Pak Bumbing biasa menjual hasil tangkapannya ke bangliau. Menurut pak Bumbing dalam melaut selama ini tidak pernah ada peraturan yang beliau buat dengan sesama nelayan lainnya baik itu nelayan Tionghoa ataupun nelayan pribumi, namun kalau dari pemerintah memang ada peraturan, yaitu tidak boleh dengan sengaja menangkap Universitas Sumatera Utara 53 ikan lumba-lumba dan penyu. Untuk hari baik atau buruk dalam melaut Pak Bumbing tidak pernah mengenal hal tersebut karena setiap hari pasti memiliki rejekinya sendiri, palingan Pak Bumbing tidak akan pergi melaut selama 3 sampai 5 hari pada saat perayaan Imlek, dan 2 hari pada saat perayaan Cap Go Meh dan perayaan ritual bakar tongkang. 7. Nama : Anto Cuanna Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 36 Tahun Agama : Buddha Pekerjaan : Nelayan Pendidikan : Sekolah Dasar SD Pendidikan : Tidak Sekolah Pak Anto, berikut sapaan akrabnya yang merupakan nelayan Tionghoa yang sudah bekerja selama 20 tahun. Menurut Pak Anto, pendapatannya perhari sebesar Rp 120.000 setidaknya sudah mencukupi kebutuhannya dengan 2 anak dan istrinya walaupun itu sangat pas-pasan. Pak Anto pergi melaut pada saat air naik pasang yaitu subuh hari dan pulang pada siang hari saat pasang juga, kadang-kadang beliau juga diajak oleh taukehnya untuk melaut selama beberapa hari menginap di laut. Untuk mengetahui informasi mengenai hal dilaut tidak ada cara yang khusus dan pasti menurut Pak Anto, cukup lihat saja dari matahari dan angin. Setiap harinya, Pak Anto menjual hasil tangkapannya ke bangliau yang menjadi langganan taukehnya. Menurut Pak Anto tak pernah ada peraturan khusus yang dibuat sesama Universitas Sumatera Utara 54 nelayan dalam melaut, hanya setau Pak Anto dari pemerintah memang melarang nelayan untuk menangkap ikan lumba-lumba dan penyu. Pak Anto melaut setiap hari tanpa perlu hari baik ataupun buruk, beliau hanya libur melaut selama 3-5 hari saat perayaan imlek, dan libur 2 hari pada perayaan Cap Go Meh dan ritual bakar tongkang. 8. Nama : Cingkiong Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 50 Tahun Agama : Buddha Pekerjaan : Nelayan Pendidikan : Tidak Sekolah Pak Cingkiong merupakan salah satu nelayan yang sudah menjadi nelayan selama 30 tahun dikarenakan tidak ada pilihan pekerjaan lain dan pak Cingkiong menjadikan nelayan ini sebagai pekerjaan utamanya. Untuk mengetahui cuaca baik atau buruk saat melaut Pak Cingkiong hanya melihat dari tingginya air laut, jika air laut tinggi pasang maka pergilah beliau melaut. Dalam sebulan Pak Cingkiong 3 kali melaut dan sekali melaut itu lamanya satu minggu. Dalam sekali melaut selama satu minggu Pak Cingkiong dapat memperoleh pendapatan sebesar Rp 4.000.000 sampai dengan Rp 6.000.000. Pak Cingkiong menjual hasil tangkapannya ke bangliau yang kemudian untuk dikirim keluar kota seperti Sumatera Utara dan diekspor keluar negeri seperti ke Malaysia. Universitas Sumatera Utara 55 Pak Cingkiong dan nelayan lainnya, baik itu nelayan Tionghoa ataupun bukan mereka tetap menjalin ikatan kekeluargaan dan saling tolong menolong apabila salah satu diantara mereka ada yang terkena musibah. Dalam melaut menurut Pak Cingkiong, tidak ada peraturan khusus yang disepakati oleh para nelayan, hanya ada peraturan dari pemerintah yaitu melarang tidak boleh menangkap ikan lumba-lumba dan penyu karena hewan tersebut dilindungi oleh negara dan ada hukum serta Undang-Undang yang mengaturnya. Pak Cingkiong akan libur dan tidak pergi melaut hanya pada saat perayaan besar agama yaitu Imlek mereka libur 3 hari, dan akan libur 1 hari saat Cap Go Meh dan perayaan ritual bakar tongkang.

4.3 Fakor-Faktor yang Mempengaruhi Nelayan Etnis Tionghoa dalam Bekerja Sebagai Nelayan

Dokumen yang terkait

Tradisi Rantangan Sebagai Modal Sosial di Kalangan Suku Jawa (Studi Kasus di Desa Urung Pane, Kabupaten Asahan)

2 76 89

Potensi Modal Sosial Buruh Bangunan (Studi Deskriptif Pada Buruh Bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang)

1 66 120

Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa Dan Pribumi Di Komplek Puri Katelia Indah Di Kecamatan Medan Johor Kota Medan

10 119 99

Perbedaan Self-Efficacy Antara Siswa Etnis Tionghoa Dan Non Tionghoa Di SMA Mayoritas Etnis Tionghoa (Studi Kasus SMA Sutomo 1 Medan)

0 97 73

Motif Etnis Tionghoa Bekerja sebagai Pegawai Negeri Studi Kasus pada PNS dan Polisi di Sumatera Utara)

1 45 135

Pemanfaatan Modal Sosial Dalam Pemberdayaan Ekonomi Lemah (Studi Deskriptif Penggunaan Dana Badan Amil Zakat, Infaq, Sedekah Lembaga Pos Keadilan Peduli Umat di Kota Medan)

1 86 63

Pemanfaatan Modal Sosial Dalam Credit Union (Studi deskriptif mengenai Kopdit/CU Cinta Kasih di Pulo Brayan, Medan)

3 99 107

Komunikasi Antarbudaya di Kalangan Mahasiswa (Identitas Etnis Mahasiswa Etnis Tionghoa dalam Kompetensi Komunikasi dengan Mahasiswa Pribumi di Kalangan Mahasiswa Fakultas Teknik stambuk 2009 dan 2010 Universitas Sumatera Utara).

5 75 211

Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun)

0 56 88

Orientasi Nilai Keluarga Etnis Tionghoa Yang Menitipkan Orangtua di Panti Jompo (Studi Deskriptif Pada Keluarga Etnis Tionghoa Yang Menitipkan Orangtuanya di Panti Jompo Karya Kasih Medan)

29 227 96