32
BAB IV DESKRIPSI WILAYAH DAN PROFIL INFORMAN
4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian
4.1.1 Sejarah Kota Bagansiapiapi
Bagansiapiapi merupakan Ibu Kota dari Kabupaten Rokan Hilir, Riau yang terletak di muara Sungai Rokan di pesisir utara Kabupaten Rokan Hilir dan
merupakan tempat yang strategis karena berdekatan dengan Selat Malaka yang merupakan lalu lintas perdagangan internasional. Selain sebagai Ibu Kota
Kabupaten Rokan Hilir, Bagansiapiapi juga merupakan Ibu Kota Kecamatan Bangko. Jika menelusuri sejarah kota Bagansiapiapi erat kaitannya dan tidak
terlepas dari sejarah Rokan Hilir.
Setelah kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan, wilayah kewedanaan Bagansiapiapi yang meliputi Kubu, Bangko dan Tanah Putih,
digabungkan ke dalam Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Selanjutnya bekas wilayah Kewedanaan Bagansiapiapi, yang terdiri dari Kecamatan Tanah Putih,
Kecamatan Kubu dan Kecamatan Bangko ditambah Kecamatan Rimba Melintang dan Kecamatan Bagan Sinembah kemudian pada tanggal 4 Oktober 1999 ditetapkan
sebagai sebuah Kabupaten baru di Provinsi Riau sesuai dengan UU RI Nomor 53 tahun 1999 dengan ibukota Ujung Tanjung, sedangkan Bagansiapiapi ditetapkan
sebagai ibu kota sementara
.
Universitas Sumatera Utara
33
Namun karena kondisi infrastruktur di Ujung Tanjung yang masih merupakan sebuah desa di Kecamatan Tanah Putih belum memungkinkan untuk dijadikan
sebagai sebuah ibu kota Kabupaten, maka akhirnya Bagansiapiapi, dengan infrastruktur kota yang jauh lebih baik, pada tanggal 24 Juni 2008 resmi ditetapkan
sebagai ibu kota Kabupaten Rokan Hilir yang sah setelah Dewan Perwakilan Rakyat DPR menyetujui 12 Rancangan Undang-Undang RUU Pembentukan
KabupatenKota dan RUU atas perubahan ketiga atas UU Nomor 53 Tahun 1999 disahkan sebagai Undang-Undang dalam Rapat Paripurna
.
Kabupaten Rokan Hilir merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis, sesuai dengan Undang-Undang nomor 53 tahun 1999. Wilayah
Kabupaten Rokan Hilir terletak pada bagian pesisir timur Pulau Sumatera antara 1°14’ - 2°30’ LU dan 100°16’ - 101°21’ BT. Luas wilayah Kabupaten Rokan Hilir
adalah 8.881,59 Km
2
, dimana Kecamatan Tanah Putih merupakan Kecamatan terluas yaitu 1.915,23 Km
2
dan Kecamatan Tanah Putih Tanjung Melawan dengan luas wilayah 198,39 Km
2
.
Kabupaten Rokan Hilir memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara
: Provinsi Sumatera Utara dan Selat Malaka
Universitas Sumatera Utara
34
Sebelah Selatan : Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Rokan Hulu
Sebelah Timur : Kota Dumai
Sebelah Barat : Provinsi Sumatera Utara
Kabupaten Rokan Hilir terdiri dari lima belas Kecamatan, yaitu : Kubu, Bangko, Tanah Putih, Rimba Melintang, Bagan Sinembah, Pasir Limau Kapas,
Sinaboi, Pujud, Tanah Putih Tanjung Melawan, Bangko Pusako, Simpang Kanan, Batu Hampar, Rantau Kopar, Pekaitan, dan Kubu Babussalam. Dalam wilayah
Kabupaten Rokan Hilir terdapat 16 sungai yang dapat dilayari oleh kapal pompong, sampan dan perahu sampai jauh ke daerah hulu sungai. Diantara sungai-sungai
tersebut yang sangat penting sebagai sarana perhubungan utama dalam perekonomian penduduk adalah Sungai Rokan dengan panjang 350 km.
Penduduk Kabupaten Rokan Hilir pada tahun 2012 adalah 595,695 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk selama sepuluh tahun terakhir yakni dari tahun
2000 – 2010 adalah sebesar 4,58 per tahun. Sedangkan sex rationya adalah 106,25 yang artinya dari setiap 100 penduduk perempuan rata- rata terdapat 107 penduduk
laki-laki.
Sejarah Kota Bagansiapaipai sendiri bermula dari tuntutan kualitas hidup yang lebih baik lagi, sekelompok orang Tionghoa dari Propinsi Fujian - Cina merantau
menyeberangi lautan dengan kapal kayu sederhana. Dalam kebimbangan kehilangan arah, mereka berdoa ke Dewa Kie Ong Ya yang saat itu ada di kapal tersebut agar
kiranya dapat diberikan penuntun arah menuju daratan.
Tak lama kemudian, pada keheningan malam tiba-tiba mereka melihat adanya cahaya yang samar-samar. Dengan
Universitas Sumatera Utara
35 berpikiran dimana ada api disitulah ada daratan, akhirnya mereka mengikuti arah cahaya
tersebut, hingga tibalah mereka di daratan selat melaka.Mereka yang mendarat di tanah tersebut sebanyak 18 orang, diantaranya : Ang Nie Kie, Ang Nie Hiok, Ang Se Guan, Ang
Se Pun, Ang Se Teng, Ang Se Shia, Ang Se Puan, Ang Se Tiau, Ang Se Po, Ang Se Nie Tjai, Ang Se Nie Tjua, Ang Un Guan, Ang Cie Tjua, Ang Bung Ping, Ang Un Siong, Ang
Sie In, Ang Se Jian, Ang Tjie Tui. Mereka inilah yang kemudian dianggap sebagai leluhur Bagansiapiapi.
Ke-esokannya, mereka mendapatkan di sungai tersebut terdapat sangat banyak ikan laut, dengan penuh sukacita mereka menangkap ikan untuk kebutuhan hidup.
Mulailah mereka bertahan hidup di tanah tersebut.Mereka yang merasa menemukan daerah tempat tinggal yang lebih baik segera mengajak sanak-family dari Negeri
Tirai Bambu sehingga pendatang Tionghoa semakin banyak. Keahlian menangkap ikan yang dimiliki oleh nelayan tersebut mendorong penangkapan hasil laut yg terus
berlimpah. Hasil laut berlimpah tersebut diekspor ke berbagai benua lain hingga kemudian menjadi sangat terkenal dan bahkan di-klaim sebagai penghasil ikan laut
terbesar ke-2 di dunia setelah Norwegia.
Perdagangan di Selat Melaka semakin ramai hingga membuat Belanda melirik Bagansiapiapi sebagai salah satu basis kekuatan laut Belanda, yang kemudian oleh
Belanda membangun pelabuhan yang di Bagansiapiapi, konon katanya pelabuhan tersebut adalah pelabuhan paling canggih saat itu di selat Melaka.Tidak hanya hasil
laut yang saat itu menjadi tumpuan kehidupan masyarakat Bagansiapiapi, tapi ada juga hasil karet alam yang juga sangat terkenal. Dimasa perang dunia ke-1 dan
Universitas Sumatera Utara
36
perang dunia ke-2, Bagansiapiapi disebut sebagai salah 1 daerah penghasil karet berkualitas tinggi yang saat itu banyak sekali dipakai untuk kebutuhan peralatan
perang seperti ban dari bahan karet.
Pengolahan karet alam tersebut dilakukan sendiri oleh masyarakat Bagansiapiapi di beberapa pabrik karet di Bagansiapiapi. Namun setelah perang
dunia ke-2 selesai, permintaan akan karet semakin menurun hingga beberapa Touke menutup pabrik karet tersebut. Dan kini banyak orang telah melupakan prestasi
besar karet Bagansiapiapi yang dulu sangat terkenal di Asia.
Dari sisi kebudayaan, terdapat sebuah kelenteng tua yang sudah berumur ratusan tahun. Ditempat kelenteng inilah Dewa Kie Ong Ya saat ini
disembahyangkan. Dewa Kie Ong Ya yang ada di dalam kelenteng tersebut adalah bentuk utuhasli saat leluhur Bagansiapiapi pertama kali menginjak kaki di tanah
Bagansiapiapi.Beberapa versi menyebutkan asal usul kata Bagansiapiapi. Ada yang menyebutnya karena oleh asal petunjuk api yang secara mistis diberikan oleh Dewa
Kie Ong Ya saat para leluhur meminta petunjuk. Versi lain mengatakan : cahaya terang yang dilihat orang para leluhur waktu kehilangan arah adalah cahaya yang
dihasilkan oleh kunang-kunang. Dulu masih mudah menemukan kunang-kunang di kota Bagansiapiapi, namun kini agak sulit untuk melihat kunang-kunang di
Bagansiapiapi.
Namun ada versi yang jarang dibicarakan orang yaitu : Bagan adalah istilah tempatalat penangkapan ikan model kuno, dan kata api sendiri adalah nama
Universitas Sumatera Utara
37
sejenis pohon di rawa-rawa yang biasanya disebut : pohon api-api. Dimana saat itu perairan Bagansiapiapi terdapat banyak sekali tempatalat penangkapan ikan dan
rawa-rawa yang tumbuh oleh pohon api-api.
4.1.2 Keadaan Geografis Wilayah