Kurang Fasihnya Berbahasa Indonesia

63 pendidikan mereka yang pada akhirnya menyebabkan tertutupnya pemikiran mereka untuk dapat melihat peluang lain dalam memilih pekerjaan.

4.3.3 Kurang Fasihnya Berbahasa Indonesia

Komunikasi dan bahasa menjadi hal utama dalam menjalin hubungan sosial dengan orang lain, tidak sedikit pula orang terhambat dalam berinteraksi dengan orang lain dikarenakan susahnya berbahasa dan bedanya bahasa. Hal tersebut sangat jelas terlihat di Bagansiapiapi dimana, masih banyak terdapat Etnis Tionghoa yang kurang fasih dalam berbahasa Indonesia yang pada akhirnya menyebabkan mereka susah untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain sehingga mereka lebih memilih untuk lebih banyak berinteraksi hanya dengan sesama Etnis Tionghoa saja. Begitu pula dalam hal pekerjaan, selain kedua faktor yang telah diuraikan di atas yaitu nelayan sebagai pekerjaan warisan dan rendahnya pendidikan yang dimiliki oleh nelayan Tionghoa, ada faktor lain yang membuat Nelayan Tionghoa ini tetap memilih bekerja sebagai nelayan, yaitu karena banyak dari mereka nelayan Tionghoa yang masih belum fasih berbahasa Indonesia walaupun telah lama tinggal di Bagansiapiapi ini. Lingkungan tempat tinggal yang memang mayoritasnya Orang Tionghoa menjadi salah satu penyebab kurang fasihnya beberapa Orang Tionghoa dalam berbahasa Indonesia karena kebiasaan mereka yang menggunakan dialek bahasa Hokkien dalam berkomunikasi sehari-harinya. Selain itu, dari kecilpun mereka diajarkan menggunakan bahasa Hokkien dan sangat jarang diajarkan untuk berbahasa Indonesia dan hal itupun masih terus berlanjut Universitas Sumatera Utara 64 hingga sekarang, namun bedanya sekarang ini anak-anak Etnis Tionghoa akan diajarkan bahasa Indonesia jika telah berumur empat atau lima tahun yaitu pada saat mau masuk pendidikan taman kanak-kanak ataupun sekolah dasar agar mudah dalam menerima pelajaran yang diajarkan di sekolah. Maka tidak heran jika masih banyak Orang Tionghoa yang kesulitan dalam berkomunikasi dengan masyarakat lain menggunakan bahasa Indonesia, hal tersebut jugalah yang membuat nelayan Tionghoa tidak mau dan tidak bisa mencari pekerjaan lain selain menjadi nelayan karena susahnya berkomunikasi dengan orang lain. Hal tersebut seperti apa yang dikatakan oleh Bapak A Hok : “Saya tidak fasih dan tidak lancar berbahasa Indonesia, makanya saya lebih sering berkumpul dengan Orang-Orang Tionghoa saja, bekerja sebagai nelayanpun saya mencari taukeh yang Orang Tionghoa juga agar mudah dalam berkomunikasi. Sebenarnya saya juga ingin cari pekerjaan lain, tapi mau bagaimana lagi hal tersebut tidak mungkin karena saya susah bicara bahasa Indonesia yang pastinya akan menjadi penghambat dalam melakukan pekerjaan lain. untuk belajar bahasa Indonesia pun saya rasa sudah susah, sudah kaku lidahnya karena dari kecil sudah terbiasa berbahasa Hokkien.” Dari pernyataan Pak A Hok di atas, dapat kita lihat bahwa memang bahasa menjadi salah satu hal yang penting dalam kehidupan, terbukti Pak Ahok menjadi susah dalam berkomunikasi dan mencari pekerjaan lain karena tidak fasihnya berbahasa Indonesia. Selain itu, Orang Tionghoa pada zaman dahulu juga mempunyai kebiasaan tidak mengajarkan bahasa Indonesia kepada anak-anaknya dari kecil tetapi mengajarkan bahasa Hokkien dan dirumahpun terbiasa menggunakan bahasa Hokkien, hal tersebutlah yang kini menjadi penghambat bagi sebagian nelayan Tionghoa dalam mencari pekerjaan dan terpaksa harus bertahan Universitas Sumatera Utara 65 menjadi nelayan. Mereka takut apabila mencari pekerjaan atau bekerja tidak sebagai nelayan akan timbul kesalah pahaman dengan masyarakat lain yang diakibatkan tidak nyambungnya berkomunikasi karena sulitnya mereka berbahasa dan mengerti bahasa Indonesia. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Anto Cuanna : “Saya tidak begitu bisa dan mengerti bahasa Indonesia,karena memang dari kecil sehari-harinya sudah menggunakan bahasa Hokkien, orang tua juga dulu tidak mengajarkan bahasa Indonesia, tapi saya bisa sedikit-sedikit bahasa Indonesia. Walaupun begitu saya tetap memilih menjadi nelayan dan tidak mencari pekerjaan lain karena saya takut nanti ada salah paham dalam menanggapi pembicaraan orang lain yang berbahasa Indonesia, jadi lebih baik saya jadi nelayan saja karena ada juga nelayan yang sama seperti saya, yaitu susah mengerti bahasa Indonesia. Dari pada nanti ribut-ribut dengan orang lain hanya karena hal sepele, lebih baik dihindari.” Dari Penuturan Bapak Anto tergambar jelas bahwa dahulu memang kebanyakan Orang Tionghoa tidak mengajarkan bahasa Indonesia kepada anaknya dan menggunakan bahasa Hokkien dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini tentunya mengakibatkan banyak dari mereka yang pada akhirnya tidak pandai berbahasa Indonesia dan kesulitan berkomunikasi dengan orang lain yang bukan Etnis Tionghoa, hal ini jugalah yang melatarbelakangi mereka untuk tidak mencari pekerjaan lain selain nelayan karena susahnya berkomunikasi dan menghindari kesalahpahaman yang bisa memicu konflik yang diakrenakan tidak nyambungnya berkomunikasi. Universitas Sumatera Utara 66

4.4 Modal Sosial Pada Nelayan Etnis Tionghoa di Bagansiapiapi

Dokumen yang terkait

Tradisi Rantangan Sebagai Modal Sosial di Kalangan Suku Jawa (Studi Kasus di Desa Urung Pane, Kabupaten Asahan)

2 76 89

Potensi Modal Sosial Buruh Bangunan (Studi Deskriptif Pada Buruh Bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang)

1 66 120

Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa Dan Pribumi Di Komplek Puri Katelia Indah Di Kecamatan Medan Johor Kota Medan

10 119 99

Perbedaan Self-Efficacy Antara Siswa Etnis Tionghoa Dan Non Tionghoa Di SMA Mayoritas Etnis Tionghoa (Studi Kasus SMA Sutomo 1 Medan)

0 97 73

Motif Etnis Tionghoa Bekerja sebagai Pegawai Negeri Studi Kasus pada PNS dan Polisi di Sumatera Utara)

1 45 135

Pemanfaatan Modal Sosial Dalam Pemberdayaan Ekonomi Lemah (Studi Deskriptif Penggunaan Dana Badan Amil Zakat, Infaq, Sedekah Lembaga Pos Keadilan Peduli Umat di Kota Medan)

1 86 63

Pemanfaatan Modal Sosial Dalam Credit Union (Studi deskriptif mengenai Kopdit/CU Cinta Kasih di Pulo Brayan, Medan)

3 99 107

Komunikasi Antarbudaya di Kalangan Mahasiswa (Identitas Etnis Mahasiswa Etnis Tionghoa dalam Kompetensi Komunikasi dengan Mahasiswa Pribumi di Kalangan Mahasiswa Fakultas Teknik stambuk 2009 dan 2010 Universitas Sumatera Utara).

5 75 211

Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun)

0 56 88

Orientasi Nilai Keluarga Etnis Tionghoa Yang Menitipkan Orangtua di Panti Jompo (Studi Deskriptif Pada Keluarga Etnis Tionghoa Yang Menitipkan Orangtuanya di Panti Jompo Karya Kasih Medan)

29 227 96