Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu hal penting yang harus dimiliki manusia. Tanpa mengenyam suatu pendidikan manusia bisa dapat dengan mudah diperdaya oleh zaman yang kian lama kian berkembang. Zaman yang mana penggunaan teknologi yang semakin canggih, ilmu- ilmu baru yang kian bermunculan ditambah lagi dengan pendidikan yang memiliki kurikulum yang silih berganti. Semua itu mau tidak mau harus dihadapi dengan pendidikan. Pendidikan juga merupakan sarana untuk manusia bisa meningkatkan kualitas hidupnya ataupun kekurangan serta keterbatasan yang ada di dalam dirinya, sesungguhnya manusia itu memiliki kekurangan dan keterbatasan. Pendidikan sejatinya dilaksanakan oleh manusia sejak manusia berada di muka bumi. Arti pendidikan yang terkait dengan pemaparan di atas terdapat dalam UU No. 20 Tahun 2003 yang mengungkapkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Mengembangkan potensi diri disini dapat diartikan sebagai manusia berusaha untuk mengatasi kekurangan ataupun keterbatasan dirinya demi mencapai kecerdasan dan keterampilan. Dari UU No. 20 Tahun 2003 jelas bahwa bukan sekedar intelektualitas saja yang perlu dikembangkan, bukan hal sepele yang hanya mentransfer ilmu 2 pengetahuan saja tetapi juga kemampuan afektif peserta didik harus diperhatikan. Pendidikan karakter sangat perlu untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari- hari terutama untuk kehidupan dilingkup pendidikan sekolah. Pendidikan karakter merupakan sebuah istilah yang semakin hari semakin mendapatkan pengakuan dari masyarakat Indonesia pada saat ini. Pendidikan karakter sendiri dicanangkan oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei 2010 Fatchul Mu‟in 2011: 323. Tekad pemerintah untuk menjadikan pengembangan karakter dan budaya bangsa menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional. Pendidikan karakter sendiri menurut Fakry Gaffar 2010: 1 dalam Dharma Kesuma, dkk adalah sebuah proses transformasi nilai- nilai kehidupan untuk ditumbuh kembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang tersebut. Selain pendapat tersebut, Sofan Amri 2011: 4 pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh guru yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara, atau menyampaikan materi, dan bagaimana guru bertoleransi dan berbagai hal terkait lainnya. Senada dengan pendapat Amri, Thomas Lickona 2014: 111 menyatakan bahwa guru mengajari siswa untuk peduli terhadap nilai- nilai moral seperti kejujuran dan rasa hormat secara mendalam dengan 3 menunjukkan dalamnya perasaan seseorang ketika nilai- nilai itu baik dan menyampaikan cerita yang mengajarkan nilai- nilai yang baik. Kedua pendapat di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pendidikan karakter adalah segala bentuk usaha yang dilakukan untuk menanamkan nilai- nilai positif seperti tata cara dalam berperilaku dan bertindak, sehingga nilai- nilai tersebut diharapkan mampu merubah tingkah laku ataupun watak seseorang menjadi lebih baik. Pengimplementasian pendidikan karakter bukan hanya sekedar menjalankan program yang direncanakan pemerintah, namun pendidikan karakter ini jelas memiliki tujuan yang sangat penting. Menurut Dharma Kesuma 2011: 9 tujuan pendidikan karakter dalam sekolah khususnya diantaranya mengembangkan nilai- nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai- nilai yang dikembangkan, mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak sesuai dengan nilai- nilai yang dikembangkan oleh sekolah, dan membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama. Beberapa tujuan di atas pengembangan dan penguatan nilai- nilai kepada peserta didik bukanlah sekedar suatu dogmatisasi tetapi adalah sebuah proses yang membawa peserta didik untuk merefleksi sehingga suatu nilai menjadi penting untuk diwujudkan dalam perilaku keseharian. Pernyataan di atas didukung dengan pendapat dari Thomas Lickona 2014: 106 yang mengatakan bahwa: 4 “ nilai itu ditangkap, bukan diajarkan.” Ungkapan ini ada benarnya. tetapi yang lebih tepat adalah nilai- nilai itu ditangkap melalui contoh- contoh yang baik dan diajarkan melalui penjelasan langsung. Selain dapat memberi contoh- contoh yang baik, guru harus mampu menjelaskan mengapa perilaku- perilaku seperti mencuri sepeda, mengutil di toko, menggertak orang lain adalah salah, di dalam kelas sama seperti di dalam keluarga orang dewasa memberi pengaruh moral terbesar ketika mereka memberikan, dalam konteks hubungan yang penuh kepedulian, contoh yang baik sekaligus penjelasan yang masuk akal mengenai nilai- nilai yang baik.” Jika telah diketahui dan dibaca tujuan terakhir dari pendidikan karakter jelas diketahui bahwa antara sekolah, orang tua dan tentunya masyarakat harus mampu melakukan kerjasama yang baik. Diketahui bahwa rata- rata anak didik mengikuti pembelajaran di sekolahnya hanya sekitar 7 jam per hari atau kurang dari 30 , selebihnya sekitar 70 anak didik berada di dalam keluarga maupun lingkungan sekitarnya. Pendidikan karakter menjadi sangat penting untuk diterapkan dalam lembaga pendidikan ketika demoralisasi telah banyak kita rasakan secara nyata dalam kehidupan. Mentri Pendidikan Nasional M. Nuh 2010 menyatakan bahwa pendidikan karakter sangat penting, karena pendidikan karakter sebagai bagian dari upaya membangun bangsa yang berkarakter yang dijiwai dengan nilai- nilai luhur bangsa Agus Wibowo 2012: 51. Tidak hanya M. Nuh 2010 yang menyatakan bahwa pendidikan karakter penting untuk diterapkan. Presiden ke 7 kita yaitu Joko Widodo mempunyai sebuah program tentang revolusi mental untuk bangsa ini. revolusi mental ini mengarah kepada nilai karakter yang diharapkan bangsa Indonesia ini menjadi karakter yang kuat, jujur, beretos kerja tinggi. Bahkan revolusi mental inilah yang paling digembar- gemborkan pada saat Joko Widodo 5 berkampanye, itu artinya bahwa karakter khususnya bangsa ini perlu untuk dibenahi. Karakter menjadi suatu hal yang sangat penting, karena banyak sekali contoh disekitar, membuktikan bahwa orang yang hanya memiliki kecerdasan otak saja, memiliki gelar yang tinggi belum tentu memiliki kesusksesan dalam kiprah di dunia kerja manakala karakter yang ada di dalam dirinya buruk. Seringkali yang justru hanya memiliki pendidikan formal yang lebih rendah tetapi memiliki karakter yang baik justru banyak yang berhasil. Hal itu menandakan bahwa pendidikan tidak hanya berpusat pada intelegensi semata. Hal di atas didukung dengan hasil penelitian di Harvard University, Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata- mata oleh pengetahuan dan teknis saja hard skill, tetapi oleh kemampuan mengolah diri dan orang lain soft skill. Penelitian ini mengungkapkan bahwa kesuksesan hanya ditentukan 20 oleh hard skill, dan sisanya 80 oleh soft skill. Bahkan, orang- orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung oleh kemampuan soft skill dari pada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan Jamal Ma‟mun A, 2012: 47. Keberhasilan pendidikan karakter bagi peserta didik tentunya tidak lepas dari sosok penting guru sebagai figur sentral. Guru adalah orang yang bertanggung jawab dan juga memiliki otoritas dalam proses belajar mengajar di dalam kelas tempat dimana ia dan murid- muridnya melakukan interaksi. Hal ini menandakan bahwa guru merupakan teladan bagi peserta didik, teladan 6 bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara, atau menyampaikan materi, dan bagaimana guru bertoleransi dan berbagai hal terkait lainnya. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Novan Ardy 2013: 165 yang menyatakan bahwa apabila guru memiliki komitmen yang kuat maka guru dapat berperan dalam melaksanakan proses pendidikan karakter. Guru tidak hanya dapat melahirkan siswa yang cerdas intelektual saja melainkan juga cerdas secara emosional dan memiliki kecakapan hidup. Penanaman karakter bagi peserta didik dalam kehidupan sehari- hari masih banyak terjadi penyimpangan- penyimpangan. Krisis karakter belum juga menunjukkan gejala perbaikan. Sebagai contoh di tahun 2011 citra guru tercoreng oleh kasus contek masal di sebuah SD di Tandes Surabaya. Dalam kasus ini guru memaksa murid terpandainya untuk menyebarkan jawaban pada teman- temannya saat Ujian Nasional Fatchul Mu‟in, 2011: 340. Hal ini menandakan bahwa guru belum memberikan keteladanan yang baik bagi murid- muridnya. Guru tak mau lagi jujur, guru lebih suka memanipulasi keadaan daripada mengikuti aturan dan parameter kebenaran. Kasus di atas hanya merupakan contoh kecil yang terjadi di lingkungan sekitar kita. Kasus yang lebih luas lagi dan lebih besar adalah kasus korupsi yang kian menjadi dan belum menunjukkan tanda- tanda akan sembuh. Baru- baru ini terjadi kasus korupsi yang menyeret pejabat atas nama Dewie Lipo dengan dugaan kasus suap listrik pembangkit mikro hydro di Papua dengan menerima uang sebesar Rp 1,7 miliar Kabar Indonesia, 2015. Tindak kejahatan korupsi ini sangat disayangkan, bukankah korupsi ini dilakukan oleh 7 orang besar, orang terpelajar dan memiliki jabatan yang tinggi. Ini menandakan bahwa pendidikan yang telah dilakukan hanya mengendepankan segi intelektualnya saja, namun mengabaikan segi karakter seperti nilai- nilai kejujuran, amanah, dan bersih. Sehingga ketika menjadi orang besar, sanggup melakukan perbuatan yang menyimpang. Melalui kasus yang telah dipaparkan di atas, tentunya penanaman nilai karakter kepada siswa penting untuk dilakukan sedini mungkin. Dimulai dari lingkup yang kecil seperti di lingkungan keluarga dan di lingkungan sekolah, kemudian dapat berkembang ke lingkup yang lebih besar. Kesempatan ini, peneliti akan melakukan penelitian mengenai nilai- nilai karakter yang bertempat di SD N Badran Yogyakarta. Sekolah dasar ini berada di wilayah Badran yang notabene adalah wilayah yang rawan terjadi konflik dan tindak kejahatan. Hal ini membuat sekolah dasar ini memiliki banyak cerita dan masalah- masalah sosial yang melibatkan siswa yang mana sebagian besar juga bertempat tinggal di daerah sekitar. Untuk itu sekolah berusaha menanamkan nilai- nilai karakter kepada siswa. Proses penanaman nilai karakter yang paling baik yaitu berada di kelas V. Guru kelas V ini, memang sangat memperhatikan karakter siswa, konsistensi guru untuk menanamkan nilai karakter benar- benar sangat diperhatikan. Sebagai contoh pada saat proses belajar mengajar, guru tidak langsung menyampaikan pembelajaran atau materi, namun guru memberikan siraman rohani berupa nasehat- nasehat kepada siswa- siswinya. Hal ini terlihat pada saat observasi 18 November 2015, sebelum pembelajaran guru 8 menyampaikan kepada siswa agar selalu hidup rukun, damai dengan temannya, saling menghargai, karena pada hari sebelumnya guru mendapat laporan dari siswa bahwa telah terjadi saling mengejek di kelas V pada saat guru sedang ada acara di luar sekolah. Jika pada hari senin, sebelum pembelajaran guru selalu melakukan refleksi jalannya tugas upacara yang dilakukan oleh siswa kelas V, supaya siswa dapat mengetahui kesalahannya dan dapat jujur mengakui kesalahannya serta dapat memperbaiki dirinya sebagai petugas upacara, sehingga tugas selanjutnya dapat dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Di SD N Badran secara keseluruhan terdapat beberapa aturan sekolah yang mengharuskan peserta didik dari kelas I- VI untuk mentaatinya, misalnya saja untuk menumbuhkan rasa peduli lingkungan SD N Badran memberlakukan punishment yaitu apabila membuang sampah sembarangan akan dikenai denda sebesar Rp 5.000 dan nama- nama yang melanggar akan dipampang pada papan pengumuman. Namun sayangnya punishment tersebut sudah dihentikan karena, lingkungan sekolah SD N Badran dianggap sudah bersih. Bukan hanya itu saja sebelum masuk ke dalam kelas siswa- siswi SD N Badran menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan bagi siswa yang terlambat masuk, mereka harus menunggu di depan gerbang hingga pintu gerbang dibuka setelah selesai menyanyikan lagu Indonesia Raya. Setelah melaksanakan kegiatan apel pagi menyanyikan Indonesia Raya siswa- siswi bersama guru melakukan jabat tangan sebelum masuk ke dalam kelas. SD N Badran juga telah memiliki visi yang sangat bagus yaitu terciptanya peserta didik yang berkualitas, kompetitif, dan berakhlak mulia, hal 9 ini menandakan bahwa sekolah sangat mengutamakan penanaman nilai- nilai karakter sejak dini. Meskipun komponen sekolah sudah berusaha untuk menanamkan nilai karakter kepada siswa, namun terkadang siswa masih belum bisa sepenuhnya dapat mengimplementasikan nilai yang sudah didapatkannya melalui kehidupan sehari- hari. Sebagai contoh, apabila diberikan nasehat untuk tidak saling mengejek namun jika sedang ditinggal oleh ibu guru siswa masih ejek- ejekan dengan teman. Dengan begitu, komponen sekolah harus selalu melakukan monitor terhadap siswa, memberi pengarahan, dan motivasi secara terus- menerus tanpa bosan. Berdasarkan situasi dan kondisi nyata seperti uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian lebih jauh mengenai proses yang dilakukan sekolah uuntuk menanamkan nilai karakter dengan mengangkat judul penelitian yaitu “PENANAMAN NILAI- NILAI KARAKTER PADA SISWA KELAS V DI SD N BADRAN YOGYAKARTA” B. Identifikasi Masalah Dari uraian latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan antara lain: 1. Proses penanaman nilai peduli lingkungan melalui sistem denda telah dihapuskan, padahal proses penanaman nilai melalui sistem tersebut sudah cukup baik. 2. Masih munculnya kendala yang dihadapi dalam menanamkan nilai karakter kepada peserta didik khususnya kelas V. 10 3. Siswa masih belum sepenuhnya dapt menerapkan nilai yang didapatkannya dalam kehidupan sehari- hari sehingga dibutuhkan motivasi dan dukungan dari pihak sekolah. 4. Belum terlihat adanya strategi cara khusus yang digunakan sekolah dalam proses penanaman nilai- nilai karakter kepada siswa khususnya kelas V pada saat observasi awal.

C. Fokus Masalah