Tujuan penanaman karakter Penanaman Nilai Karakter

18 saja dari Kemendikbud lebih dijabarkan kembali menjadi 18 nilai- nilai karakter. Beberapa nilai di atas dapat dijadikan pihak sekolah sebagai nilai utama yang perlu ditanamkan kepada siswa- siswi sekolah dasar sesuai dengan situasi dan kondisi yang terdapat di lapangan, karena tentunya sekolah satu dengan sekolah yang lainnya memilki nilai yang berbeda yang ditanamkan kepada siswa- siswinya.

4. Tujuan penanaman karakter

Menurut Sa‟dun Akbar 2011: 8 mengungkapkan bahwa pendidikan karakter pada dasarnya adalah upaya dalam proses internalisasi, menghadirkan, menyemaikan, dan mengembangkan nilai- nilai kebaikan pada diri peserta didik. Internalisasi nilai- nilai kebajikan pada diri peserta didik diharapkan dapat mewujudkan perilaku baik. Sejalan dengan pendapat Sa‟dun Akbar, Masnur Muslich 2011: 81 menyatakan bahwa tujuan pendidikan karakter adalah peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi, serta mempersonalisasikan nilai- nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari- hari. Kedua pendapat ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai- nilai karakter yang dicanangkan oleh Kemndikbud tidak saja hanya dihafal, tidak saja hanya diberikan sebatas pengetahuan anak saja, melainkan anak harus melihat ke dalam diri bagaimana ia harus menerapkan nilai tersebut, anak harus mampu menanamkan nilai- nilai karakter melalui pembiasaan 19 dari sesuatu yang kecil dalam kehidupannya sehari- hari. Sehingga nilai- nilai tersebut akan terus mendarah daging dalam diri anak dan akan tercipta sumber daya manusia yang berkualitas. Secara operasional menurut Doni Koesuma 2010.: 9 tujuan pendidikan karakter dalam seting sekolah sebagai berikut. a. Menguatkan dan mengembangkan nilai- nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai- nilai yang dikembangkan. Penguatan dan pengembangan memilki makna bahwa pendidikan dalam setting sekolah bukan merupakan dogmatisasi nilai, tetapi proses membawa peserta didik agar nilai yang ada mampu diwujudkan dalam perilaku sehari- hari, sehingga apabila nanti peserta didik sudah dapat menyelesaikan pendidikannya, ia memiliki perilaku yang khas dari nilai yang dijadikan rujukan oleh sekolah tersebut. b. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai- nilai yang dikembangkan oleh sekolah. Tujuan dari mengoreksi perilaku peserta didik ini adalah mengarahkan perilaku peserta didik yang negatif menjadi perilaku peserta didik yang positif, namun proses pengarahan tersebut bukan suatu paksaan. c. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab karakter bersama. Tujuan ketiga ini memiliki makna bahwa dalam menanamkan karakter anak harus terdapat sinergi antara keluarga, sekolah dan masyarakat. Anak tidak sehari penuh 20 berada di dalam sekolah melainkan ia juga berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya terutama keluarga dan masyarakat. Apabila orang tua hanya mengandalkan pihak sekolah, maka akan sulit untuk menanamkan nilai- nilai karakter pada anak, sebab dalam setiap waktu akan terjadi proses dimana lingkungan akan mempengaruhi perilaku anak. Selanjutnya mengapa pendidikan karakter menjadi sangat penting, karena kualitas suatu bangsa dipengaruhi pula oleh kualitas sumber daya manusia yang terdapat di dalamnya. Sumber daya mnusia terutama generasi muda harus mulai membangun karakter dan kemandirian. Jika suatu bangsa tidak memilki sumber daya manusia yang baik maka patut diwaspadai bahwa bangsa akan mengalami kehancuran. Thomas Lickona Masnur Muslich 2011: 35 terdapat tanda- tanda bahwa suatu bangsa akan mengalami kehancuran. Tanda- tanda tersebut adalah: 1meningkatnya kekerasan dikalangan remaja, 2 penggunaan bahasa dan kata- kata yang memburuk, 3 pengaruh peer-group yang kuat dalam tindak kekerasan, 4 meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas, 5 semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk, 6 menurunnya etos kerja, 7 semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, 8 rendahnya tanggung jawab individu dan warga Negara, 9 membudayanya ketidakjujuran, dan 10 adanya rasa saling curiga dan kebencian sesama. Penjelasan di atas jelas sekali bahwa pendidikan karakter sangat penting untuk diajarkan kepada peserta didik sejak dini dan harus diajarkan secara berkelanjutan baik di dalam sebuah keluarga maupun di dalam jenjang pendidikan. Pendidikan karakter sendiri menurut Thomas Lickona 21 dapat menumbuhkan kecerdasan emosi, dan kecerdasan emosi inilah faktor penting anak dalam mempersiapkan masa depannya. Joseph Zins, dkk Novan Ardy, 2013: 76 menegaskan bahwa kecerdasan emosional yang di dalamnya terdapat pendidikan karakter memiliki pengaruh yang kuat terhadap keberhasilan belajar. Daniel Goleman Novan Ardy, 2013: 79 menyatakan bahwa 80 dipengaruhi kecerdasan emosi, selebihnya yaitu sebesar 20 ditentukan oleh IQ. Kurikulum pendidikan dibuat hanya cocok untuk 10- 20 persen otak- otak terbaik. Artinya, sebagian besar anak sekolah tidak dapat mengikuti kurikulum pelajaran. Akibatnya sebagian besar anak merasa tidak mampu. Ketidakmampuan yang berkepanjangan ini tidak menutup kemungkinan menimbulkan stres, dan stres inilah yang akan menyebabkan suatu kegagalan Novan Ardy, 2013: 80. Dalam bukunya Joseph Zins Emotional Intelligence and School Succes Novan Ardy, 2013: 77 menyebutkan ada 5 faktor yang menyebabkan kegagalan, dan kegagalan tersebut bukan terletak pada kepandaian siswa melainkan pada karakter yang dimilki oleh siswa tersebut. Faktor- fator tersebut diantaranya adalah: 1. Rasa percaya diri Setiap peserta didik tentu memiliki potensi dan memiliki kelebihan yang berbeda- beda. Rasa percaya diri ini dapat timbul apabila potensi dan kelebihan di dalam diri anak ini dapat di digali dan dikembangkan. Disnilah tugas seorang guru mendekati dan membimbing 22 murid agar guru dapat membantu peserta didik mengembangkan kelebihan dan potensinya, dengan begitu lambat laun rasa percaya diri anak akan tumbuh karena potensi diri yang ia miliki. 2. Kemampuan bekerja sama Kemampuan kerjasama ini dapat dilatih dengan cara membuat kerja kelompok saat guru melakukan proses pembelajaran. Kerjasama ini sangat penting supaya anak tidak memiliki sifat keegoisan. Kerjasama ini tidak hanya dapat bermanfaat bagi anak di lingkungan sekolah saja, melainkan juga bermanfaat bagi anak setelah anak menyelesaikan pendidikan, karena anak akan menjalin kerjasama tidak hanya dengan teman yang dia kenal saja, melainkan dengan lingkungan yang lebih luas. 3. Kemampuan bergaul Selain peserta didik harus memiliki kemampuan bekerja sama, peserta didik harus memiliki kemampuan bergaul. Kemampuan kerjasama dengan kemampuan bergaul ini berbeda. Kemapuan bekerjasama berhubungan dengan dua orang, sedangkan kemampuan bergaul terkait dengan perorangan saja bagaimana ia harus memiliki sifat ramah, sifat memahami orang lain, dan juga bagaimana ia memperlakukan seseorang dengan baik. 4. Kemampuan berempati Kemampuan berempati anak dapat dibangun melalui hal- hal kecil yang ada disekitarnya contohnya saja apabila ada teman sekelas yang sakit, anak diajak untuk menjenguk teman yang sakit tersebut. 23 Dengan begitu anak dapat merasakan kesedihan dan penderitaan orang lain. Melalui kegiatan tersebut, anak juga akan memiliki tenggang rasa terhadap sesamanya dan akan timbul jiwa penolong dalam diri anak. 5. Kemampuan berkomunikasi Sebagai seorang makhluk sosial manusia harus dapat menjalin komunikasi dengan baik terhadap orang lain. Kemampuan berkomunikasi dapat dilatih dengan permulaan mendengar. Mendengar disini maksudnya adalah mendengarkan dan memahami apa yang disampaikan oleh orang lain kepada kita. Tanpa kita dapat mendengar lawan bicara berkomunikasi tentunya akan gagal.

5. Pendekatan dalam Pelaksanaan Penanaman Nilai