Penyebab Kerusakan Terumbu Karang di Kabupaten Bintan

peningkatan kekeruhan dan dapat menghalangi penetrasi cahaya yang masuk ke dasar perairan sehingga dapat mengganggu kehidupan spesies-spesies karang yang kehidupannya sangat bergantung terhadap penetrasi cahaya Salva t, 1987. Ketiga, selain mampu mengikat unsur hara, sedimen juga dapat mengadsorpsi bahan toksik dan penyakit yang dapat menyebabkan terganggunya kesehatan karang. Selanjutnya Hubbard 1997 menyebutkan bahwa sedimentasi juga dapat menghalang- halangi penempelan larva karang pada substrat dasar. Sebagaimana diketahui bahwa larva karang membutuhkan substrat yang keras untuk menempel, dengan adanya penutupan substrat oleh sedimen, larva tersebut tidak mendapatkan kestabilan dalam penempelan sehingga tahap perkembangan selanjutnya. Hubungan antara persentase tutupan karang hidup dengan persentase kelimpahan alga dengan menggunakan korelasi spearmen juga didapat nilai korelasi hasil olahan adalah r 0 yaitu -0,65 ini berarti bahwa hubungan antara persentase tutupan karang hidup dan kelimpahan alga mempunyai hubungan negatif artinya kenaikan persentase tutupan karang hidup akan menurunkan kelimpahan tutupan alga, begitu juga sebaliknya apabila penurunan persentase tutupan karang hidup akan menaikan kelimpahan tutupan alga. Kondisi menurunnya persentase tutupan karang yang berarti akan meningkatkan persentase tutupan karang mati menjadi kan karang mati sebagai tempat tumbuhnya alga. Kecepatan pertumbuhan alga yang cepat dapat membuat alga menutupi karang over growth. Karang yang kalah dalam kompetisi spasial tersebut mengalami kekurangan cahaya matahari sehingga terjadi penurunan metabolisme dan pertumbuhan. Kecepatan pertumbuhan alga yang dapat memberikan dampak negatif terhadap komunitas karang dianggap hanya muncul jika terjadi pengkayaan nutrien. Tetapi dilaporkan fakta baru bahwa jenis turf algae, Anotrichium tenue dan Corallophila huysmansii dapat tumbuh menutupi dan melukai jaringan karang porites Jompa Mc Cook 2003 a,b.

5.2. Penyebab Kerusakan Terumbu Karang di Kabupaten Bintan

Persentase tutupan karang hidup yang diperoleh dari hasil penelitian di dua wilayah penelitian berkisar antara 34,69 hingga 62,89 pada Kawasan 1 Kecamatan Gunung Kijang dengan kategori sedang sampai baik, sedangkan Kawasan 2 di Pulau Mapur menunjukan tutupan karang hidup berkisar antara 49,43 hingga 99,84 yaitu kategori sedang, baik dan baik sekali. Dibandingkan dengan hasil Monitoring terumbu karang Kabupaten Bintan Kecamatan Gunung Kijang dan P. Mapur yang dilakukan Coremap II- LIPI tahun 2008, yaitu 33,77 hingga 73,07 yaitu kategori sedang dan baik, sedangkan untuk P. Mapur berkisar 56,07 hingga 90,13 yaitu berkategori baik hingga sangat baik. Kondisi ini menunjukan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara tahun 2008 dan saat penelitian. Penelitian sebelumnya tahun 2005 mengungkapkan kecenderungan penurunan produksi ikan tangkap di Pulau Mapur, akibat cara penangkapan ikan yang kurang ramah lingkungan pada era 1980-1990 an sehingga mematikan biota laut disekitarnya. Namun hasil kajian tahun 2007 menemukan kecenderungan sebaliknya. yaitu produksi ikan tangkap di Pulau Mapur mengalami perkembangan baik dari jenis maupun jumlahnya. Perkembangan Sumberdaya laut ini kemungkinanberkaitan dengan menurunnya praktek penangkapanyang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bom dan racun, terutama dilakukan oleh nelayan pendatang yang kini semakin sulit masuk ke perairan Mapur CRITC LIPI 2007. Hal ini dibuktikan dengan kondisi abiotik penyusun substrat dasar seperti patahan karang, pasir dan endapan lumpur sangat kecil persentasenya di kawasan dua stasiun delapan yaitu sebesar 0,14 kandungan endapan lumpurnya sedangkan di stasiun enam tidak dijumpai. Kerusakan yang paling tinggi terjadi sebagian besar di lokasi penelitian di kawasan Kabupaten Bintan di Kecamatan Gunung Kijang dengan tingkat kerusakan yang bervariasi berkisar 65,31 hingga 37,11. Sedangkan tingkat kerusakan yang tinggi juga terjadi di wilayah dua Kepala Mapur dengan tingkat kerusakan 51,57 hingga 0,16. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat aktifitas manusia di daratan atau pun di perairan di kawasan satu bila dibandingkan dengan kewasan dua. Persentase patahan karang dan endapan lumpur di kawasan satu stasiun satu tertinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya yaitu sebesar 14,12 dan 11,43 sedangkan stasiun lainnya tidak lebih dari 6,00. Hal ini membuktikan aktifitas penangkapan lebih tinggi di kawasan satiustasiun satu bila dibandingkan dengan kawasan lainnya, seperti misalnya penggunaan alat tangkap bubu dan aktifitas penangkapan ikan oleh nelayan tradisional pada musim- musim tertentu. Menurut Dahuri et al. 1996 faktor- faktor penyebab kerusakan terumbu karang di Indonesia antara lain disebabkan oleh ; 1 penambangan batu karang untuk bahan bangunan, pembangunan jalan dan hiasan ornamen, 2 penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, bahan beracun dan alat tangkap yang operasinya menyebabkan rusaknya terumbu karang, seperti muroami, 3 pencemaran perairan oleh berbagai limbah industri, pertanian, rumah-tangga baik berasal dari kegiatan di darat land base activities, maupun kegiatan di laut marine base activities, 4 pengendapan sedimentasi dan peningkatan kekeruhan air akibat erosi tanah di daratan, kegiatan penggalian di pantai dan penambangan disekitar terumbu karang, dan 5 eksploitasi berlebihan sumber daya perikanan karang. Kerusakan terumbu karang dari aktifitas manusia di perairan Kabupaten Bintan yaitu masih banyaknya praktek penggunaan alat tangkap seperti bubu yang digunakan oleh masyarakat terutama pada musim tertentu dalam dimana masyarakat tidak menangkap ikan ke wilayah yang lebih jauh, dikarenakan angin kencang pada saat musim angin Selatan berdasar kan tangkapan per unit usaha CPUE menunjukan produktifitas alat tangkap meningkat dari tahun ketahun di wilayah ini CREEL Kabupaten Bintan CRITC-Coremap II 2009. Penggunaan alat tangkap lainnya, seperti penggunaan bubu, bagan tancap tidak hanya dimiliki oleh nelayan di kawasan ini tetapi juga oleh nelayan di luar wilayah. Bubu sebagai alat penangkap ikan mendapat respon yang kecil dari masyarakat sampai sekarang ini. Pengetahuan masyarakat tentang penggunaan bubu dan bagan tancap terhadap kerusakan terumbu karang mendapat respon yg kecil 5 dan 2 menyatakan dapat merusak berarti 95 dan 98 berpendapat tidak merusak karang CRITC-LIPI 2007, meskipun penggunaan alat tersebut di lekatkan pada karang. Ketidaktahuan masyarakat bahwa alat-alat tersebut juga merusak terumbu karang dan perlu mendapat perhatian, paling tidak masyarakat diberi pengetahuan untuk mengurangi resiko alat tersebut terhadap kerusakan karang. Aktifitas manusia di daratan di wilayah ini yang disebabkan oleh aktifitas industri penambangan pasir yang telah beroperasi di daerah ini puluhan tahun terakhir dan semakin meningkat aktifitasnya sampai adanya peraturan nasional yang melarang ekspor pasir darat yang berlaku awal tahun 2007 CRITIC – LIPI 2007. Tingginya tingkat sedimentasi ini menyebabkan kerusakan terumbu karang, sedimentasi yang terjadi di Perairan terumbu karang akan memberikan pengaruh semakin menurunnya kemampuan karang untuk tumbuh dan berkembang. Menurut Tomascik 1991, beberapa kegiatan manusia yang berhubungan erat dengan sedimentasi adalah semakin tingginya pemanfaatan hutan dan lahan pertanian, kegiatan pengerukan, pertambangan dan pembangunan konstruksi. Pengaruh sedimentasi yang terjadi pada terumbu karang telah disimpulkan oleh beberapa peneliti, terdiri atas: 1 menyebabkan kematian karang apabila menutupi atau meliputi seluruh permukaan karang dengan sedimen ; 2 mengurangi pertumbuhan karang secara langsung; 3 menghambat planula karang untuk melekatkan diri dan berkembang di substrat; 4 meningkatkan kemampuan adaptasi karang terhadap sedimen Loya 1976.

5.3. Tutupan Karang Hidup, Kelimpahan Alga, Ikan herbivora dan Lingkungan