MCS Kabupaten Bintan menyatakan bahwa program pelaksanaan terkesan untuk kepentingan instansi sendiri-sendiri, baik dalam pelaksanaan pengawasan ataupun
program-program dalam peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya trumbu karang sebagai sumberdaya laut baik dari nilai ekonomis ataupun
ekologis. Belum adanya aturan hukum yang mengatur tentang penggunaan alat
tangkap yang diperbolehkan dalam jumlah dan batas maksimum penangkapan terutama dalam musim dan wilayah tertentu yang dibuat dalam suatu surat
keputusan di dalam Peraturan Daerah.
5.5. Alternatif Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang
Dari hasil penelitian dan analisa data hubungan parameter yang diukur yaitu penyusun substrat dasar, Ikan karang termasuk di dalamnya ikan herbivora
serta parameter lingkungan menjadi sangat penting untuk diketahui mengingat adanya beberapa kecenderungan hubungan yang sangat kuat antara satu sama lain.
Dari analisa PCA dikatakan adanya karakteristik pengelompokan variabel dari diantara kawasan 1 dan kawasan 2. Kawasan satu memiliki karakteristik rata-rata
kondisi tutupan karang hidup yang rendah dan tutupan alga yang tinggi serta kelimpahan ikan karang dan jenis ikan herbivora yang rendah dibandingkan
dengan kawasan dua yang lebih tinggi tutupan karang hidupnya dan tutupan alga yang relatif lebih rendah serta memiliki kondisi ikan karang yang tinggi meskipun
hasil dari uji F tidak menunjukan adanya perbedaan yang signifikan diantara dua kawasan. Tetapi hal ini perlu mendapatkan perhatian yang serius mengingat,
sumberdaya laut merupakan masih sumberdaya andalan bagi masyarakat pesisir khususnya Kabupaten Bintan.
Tingginya persentase tutupan karang mati dan rendahnya tutupan karang hidup di kawasan 1 yaitu wilayah pesisir Kabupaten Bintan, banyak disebabkan
oleh faktor aktifitas manusia baik didaratan ataupun wilayah pesisir, seperti penangkapan lebih dan penggunaan alat tangkap yang dapat merusak terumbu
karang. Selain itu juga faktor sedimentasi juga merupakan hal yang penting di lakukan upaya pencegahannya. Seperti melakukan rehabilitasi lingkungan yang
disebabkan oleh aktifitas penambangan dan penebangan hutan di wilayah daratan.
Adanya peraturan pemanfaatan hutan mangrove yang berfungsi sebagai sediment trap
perlu diberlakukan demi menjaga fungsi ekologisnya. Dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang, disamping penerapan
peraturan perundang-undangan, perlu pula disertai upaya peningkatan kesadaran masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya alam terumbu karang dan segala yang
terkandung didalamnya, sehingga kelestarian ekosistem ini tetap terjaga. Tanpa informasi tentang kondisi ekosistem terumbu karang, rencana pengelolaan tidak
akan tercapai sesuai dengan tujuan suatu pengelolaan. Pengelolaan pada hakekatnya adalah suatu proses pengontrolan tindakan
manusia, agar pemanfaatan sumberdaya alam dalam hal ini ekosistem terumbu karang dapat dilakukan secara bijaksana dengan mengindahkan kaedah kelestaria n
lingkungan Supriharyono, 2007. Apabila dilihat permasalahan diatas seperti: penggunaan alat tangkap yang dapat merusak terumbu karang pada musim- musim
tertentu seperti bubu dalam jumlah yang meningkat setiap tahunnya ; Sedimentasi akibat aktifitas di daratan; penangkapan lebih bagi ikan- ikan karang di wilayah
sekitar pemukiman nelayan, pada musim- musim tertentu dan jumlah nelayan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu yang dapat berakibat over fishing,
dan secara tidak langsung mempengaruhi kondisi ekosistem terumbu karang. Karena kita ketahui bahwa terumbu karang membutuhkan waktu yang sangat
lama untuk dapat pulih dari kondisi tekanan yang disebabkan oleh berbagai aktifitas yang cenderung bersifat destruktif dan tekanan-tekanan terhadap
ekosistem karang akan mempengaruhi pertumbuhan karang. Untuk itu diperlukan suatu bentuk pengelolaan yang memperhatikan kelestarian agar ekosistem
terumbu karang yang ada dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Adapun alternatif pengelolaan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Mempertahankan kondisi terumbu karang dengan membatasi aktifitas
penangkapan yang bersifat merusak terumbu karang yaitu membatasi jumlah alat tangkap yang digunakan oleh nelayan seperti bubu yang semakin
meningkat penggunaannya di setiap tahun. dengan melihat trend CPUE Catch Per Unit Effort.
2. Menjadikan wilayah atau kawasan dengan kondisi terumbu karang yang masih
berkategori baik sekali 99,84 sebagai daerah perlindungan laut yang
berbasis ma syarakat yang berfungs sebagai plasma nutfah zona inti dapat dilakukan agar pelestarian ekosistem terumbu karang dapat terjaga dengan
baik. 3.
Mengelola terumbu karang dengan memperhatikan kondisi substrat dasar penyusun terumbu karang dan ikan karang dala m hal ini, kelimpahan ikan
herbivora mempengaruhi tutupan algae dan tutupan karang hidup. Peran herbivora di dalam resiliensi terumbu karang sangat besar sehingga
pengelolaan terumbu karang seharusnya juga mena ngani herbivori secara khusus. Pengelolaan yang dapat dilakukan terhadap sumberdaya ikan herbivora
yang berfungsi sebagai pengendali pertumbuhan alga lewat atas ke bawah top down-control
yang mampu menjaga kondisi karang terutama planula untuk tumbuh bebas dari ancaman makroalga yang memiliki kemamp uan tumbuh
lebih cepat. Aktifitas yang dapat dilakukan adalah dengan membatasi penangkapan ikan herbivora, mengatur frekuensi penangkapan ikan karnivora
seperti kerapu dan kakap merah dengan menggunakan bubu seperti misalnya 1 minggu hanya diperbolehkan 2 kali penanaman bubu. Selanjutnya restocking
ikan-ikan herbivora. Ikan herbivora secara khusus harus mendapat prioritas perlindungan di dalam pengelolaan terumbu karang. Perlindungan hewan
herbivora penting dapat dilakukan melalui perlindungan habitat atau perlindungan jenis melalui pelarangan penangkapan dan perdagangan
sumberdaya ikan karang tertentu. Aktifitas manusia di daratan yang lain dapat mempengaruhi ekosistem terumbu karang, seperti misalnya sedimentasi dan
pembuangan limbah rumah tangga yang me ngakibatkan berubahnya struktur komunitas terumbu karang sehingga kualitas lingkungan perairan seperti
nutrien dan sedimentasi berperan dalam mempercepat pertumbuhan alga lewat bawah keatas bottom-up. Akitifitas yg dapat dilakukan adalah melakukan tata
guna lahan, dimana pengembangan industri , pertambangan, pembangunan di wilayah pesisir perlu diatur. Penanaman mangrove dan pengelolaan
pembuangan sampah di sepanjang daerah aliran sungai sangat penting dilakukan, sehingga ekosistem pesisir dapat terjaga.
4. Keberlanjutan ekosistem terumbu karang yang lestari dengan penegakan
hukum dan pengawasan yang optimal dapat dilakukan dengan membuat aturan
perundang-undangan daerah yang belum ditetapkan di daerah sebagai bentuk aksi perlindungan terhadap pemanfaatan terumbu karang sebagai sumberdaya
laut tidak hanya dipandang sebagai nilai ekonomis tapi juga bernilai ekologis.
6. SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan