Pembelajaran dari Existing Ekosistem Terumbu karang

tutupan karang hidup. Semakin tinggi tutupan karang hidup makan kelimpahan ikan akan semakin tinggi pula. Begitu pula sebaliknya semakin rendah tutupan karang akan menyebabkan rendahnya kelimpahan ikan. Sesuai dengan pernyataan bahwa ikan karang sebagai penyokong hubungan yang ada dalam ekosistem terumbu karang Nybakken, 1988. Selanjutnya Hutomo, 1986 menyatakan bahwa keberadaan ikan- ikan karang sangat dipengaruhi oleh kondisi kesehatan terumbu karang yang ditunjukan oleh persentase penutupan karang hidup. Kondisi perairan Kabupaten Bintan berdasarkan kualitas perairan di dua lokasi pengamatan secara keseluruhan menunjukan hasil yang masih dikategorikan sesuai untuk biota laut kecuali stasiun P. Sentot yang memiliki nilai kekeruhan yang tinggi yaitu sebesar 12 mgl ini desebabkan oleh musim angin selatan bulan Juni – Agustus yang kencang dari arah laut cina selatan yang membawa partikel-tersuspensi sehingga air menjadi keruh. Kondisi padatan tersuspensi TSS ditiap-tiap stasiun penelitan di kabupaten Bintan dikategori kan masih dibawah baku mutu air laut yang diperbolehkan bagi kehidupan biota laut yaitu 20 mgl Kepmen LH. Nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut

5.4. Pembelajaran dari Existing Ekosistem Terumbu karang

Kabupaten Bintan seperti wilayah lain di Provinsi Kepulauan Riau, merupakan wilayah kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam, termasuk terumbu karang dan ikan karang. Dari kondisi ekosistem terumbu karang di Kabupaten Bintan yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dikategorikan cukup baik dan masih merupakan sumberdaya laut yang cukup berpotensi untuk dikembangkan. Nilai ekologis terumbu karang dapat dilihat dari fungsinya sebagai ‘rumah ikan’ tempat tumbuh dan dan berkembang biaknya ikan- ikan karang. Eksplorasi Sumberdaya laut pada umumnya, disatu sisi memberikan sumbangan devisa bagi negara, terutama dengan kecenderungan semakin meningkatnya permintaan berbagai jenis ikan karang hidup dari negara- negara konsumen. Disisi lain dampak berdampak terhadap kerusakan ekologi. Dari hasil penilitan yang didapat bahwa nilai tutupan karang berkisar 34,69 hingga 99,84 dalam kategori sedang, baik dan baik sekali. Bagaimanapun kondisi ini harus terus dipertahankan dan dikelola dengan baik. Dari angka monitoring terumbu karang di Kabupaten Bintan mencakup Kecamatan Gunung Bintan, dan Pulau Mapur tidak menunjukan angka pertumbuhan tutupan karang yang cukup signifikan dari tahun 2007 hingga 2008. Kondisi ini masih dianggap cukup baik bila dibandingkan dengan hasil penelitian P3O-LIPI ditahun 2005 bahwa tutupan karang di kawasan Kepala Mapur hanya sekitar 25, yang kemudian baru mengalami perbaikan selama dua tahun terakhir. Hal ini berkaitan dengan program pemerintah untuk mengantisipasi semakin rusaknya ekosistem terumbu karang melalui program COREMAP Coral Reef management and Planning Program yang telah masuk dalam fase II., dan telah dilakukan kajian Benefit Monitoring Evaluation BME untuk kawasan Kabupaten Bintan, dan pengelolaan berbasis masyarakat PBM sebagai fokus utama kegiatan program. Tetapi dengan demikian masih banyaknya kendala dalam program pengelolaan ini secara struktural. Pembentukan kelembagaan untuk persiapan pelaksanaan PBM dan penentuan daerah konservasi melalui RPSTK Rencana Strategi Pengelolaan Terumbu Karang yang melibatkan masyarakat setempat. Kelembagaan dilakukan dengan membentuk kepengurusan LPSTK dan POKMAS. Namun demikian baik proses pembentukan maupun pemilihan pengurusnya belum memenuhi sasaran COREMAP, karena cenderung bersifat formalitas untuk memenuhi target Kabupaten CRITC-LIPI, 2007. Keterlibatan komponen COREMAP Public awareness, CBM dan MCS serta CRITC. Berdasarkan laporan akhir COREMAP II di kabupaten Bintan 2006, pelaksanaan program yang melibatkan berbagai pihak seperti LSM dan Lembaga Swasta cenderung terbatas sebagai rekanan untuk memenuhi targetprogram COREMAP. Sedangkan keterlibatan antar stake holder secara substantial untuk pelaksanaan manajemen COREMAP, berbasis masyarakat, belum nampak baik dalam perencanaan, pengambilan keputusan maupun pengawasannya. Hal ini juga menjadi hambatan dalam peningkatan koordinasi lintas stakeholder untuk pengelolaan COREMAP berbasis masyarakat. Masalah pengeloaan terumbu karang yang dijumpai adalah kurangnya koordinasi antara pemerintahan Provinsi sebagai RCU Regional Coordinating Unit dan PIU Project Implementation Unit di KabupatenKota. Dari informasi MCS Kabupaten Bintan menyatakan bahwa program pelaksanaan terkesan untuk kepentingan instansi sendiri-sendiri, baik dalam pelaksanaan pengawasan ataupun program-program dalam peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya trumbu karang sebagai sumberdaya laut baik dari nilai ekonomis ataupun ekologis. Belum adanya aturan hukum yang mengatur tentang penggunaan alat tangkap yang diperbolehkan dalam jumlah dan batas maksimum penangkapan terutama dalam musim dan wilayah tertentu yang dibuat dalam suatu surat keputusan di dalam Peraturan Daerah.

5.5. Alternatif Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang