Tutupan Karang Hidup, Kelimpahan Alga, Ikan herbivora dan Lingkungan

yang melarang ekspor pasir darat yang berlaku awal tahun 2007 CRITIC – LIPI 2007. Tingginya tingkat sedimentasi ini menyebabkan kerusakan terumbu karang, sedimentasi yang terjadi di Perairan terumbu karang akan memberikan pengaruh semakin menurunnya kemampuan karang untuk tumbuh dan berkembang. Menurut Tomascik 1991, beberapa kegiatan manusia yang berhubungan erat dengan sedimentasi adalah semakin tingginya pemanfaatan hutan dan lahan pertanian, kegiatan pengerukan, pertambangan dan pembangunan konstruksi. Pengaruh sedimentasi yang terjadi pada terumbu karang telah disimpulkan oleh beberapa peneliti, terdiri atas: 1 menyebabkan kematian karang apabila menutupi atau meliputi seluruh permukaan karang dengan sedimen ; 2 mengurangi pertumbuhan karang secara langsung; 3 menghambat planula karang untuk melekatkan diri dan berkembang di substrat; 4 meningkatkan kemampuan adaptasi karang terhadap sedimen Loya 1976.

5.3. Tutupan Karang Hidup, Kelimpahan Alga, Ikan herbivora dan Lingkungan

Tingginya tutupan alga di beberapa stasiun penelitian menunjukan adanya hubungan kompetisi dalam pemakaian tempat antara karang dan makroalga. Dimana, terumbu karang dan makroalga merupakan kelompok mayoritas dalam pemakaian tempat Benayahu Loya, 1981. Terumbu karang dan makroalga berasosiasi dalam pemakaian tempat karena keduanya membutuhkan cahaya untuk tumbuh Cronin Hay, 1996. Beberapa jenis makroalga Crustose Calcerous Alga banyak memberikan kontribusi positif bagi pembuatan kerangka pada terumbu karang, namun demikian jika terjadi overgrowth maka akan timbul perubahan habitat, dimana terumbu karang akan digantikan dengan makroalga Diaz-Pulido Mc Cook, 2008. Sebagaimana di jelaskan ekosistem terumbu karang sangat sensitif terhadap pengaruh kegiatan manusia, pada umumnya ekosistem terumbu karang sudah mengalami tekana n seperti eutrofikasi penyuburan, pengembangan pesisir, sedimentasi dan penangkapan berlebih sehingga kondisi terumbu karang banyak mengalami penurunan Lesser 2003. Akibat dari tekanan tersebut dapat mengakibatkan pergantian fase komunitas dimana makroalgae yang memiliki pertumbuhan lebih cepat daripada terumbu karang sendiri , Jompa Mc Cook 2002, Lardizabal, 2007,. Analisa Komponen Utama menunjukan Hasil analisa antara faktor kondisi lingkungan perairan dengan tutupan substrat dasar menunjukan bahwa substrat dasar karang hidup berkorelasi positif dengan hampir semua variabel parameter lingkungan seperti suhu, kecerahan, kedalaman, TSS, Salinitas NO 3 , PO 4 dan NO 2 kecuali pada kecepatan arus dan Oksigen terlarut DO berkorelasi negatif. Sebaliknya Substrat dasar karang mati berkorelasi negatif dengan hampir semua variabel lingkungan perairan kecuali suhu dan NH 3 . Alga berkorelasi positif dengan variabel lingkungan kecepatan arus, NO 3 , PO 4 dan NO 2 . kecuali variabel lingkungan suhu, kecerahan, kedalaman, TSS, salinitas, NH3 dan DO. Sedangkan variabel biota lain berkorelasi positif dengan sebagian besar variabel lingkungan perairan seperti kecerahan, kedalaman, kecepatan arus, TSS, Salinitas NO 3 , PO 4 dan NO 2, kecuali suhu, NH 3 dan DO. Sedangkan variabel Abiotik berkorelasi berkorelasi positif dengan variabel kimia perairan seperti NH 3 , PO 4 , NO 2 dan DO. Hal ini dapat diartikan bahwa tingginya persentase tutupan karang hidup dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perairan yang baik buat pertumbuhan karang itu sendiri seperti kecerahan, Kecerahan menggambarkan kemampuan cahaya menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Kecerahan sangat penting bagi perairan karena berpengaruh terhadap berlangsungannya produktivitas primer melalui fotosintesis, tingginya tingkat kecerahan akan mendukung proses pertumbuhan karang diperairan. Cahaya diperlukan untuk fotosintesis alga simbiotik zooxanthella yang produknya kemudian disumbang ke hewan karang yang menjadi inangnya Berwick 1983. Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang dan kemudian mengurangi kemampuan karang unt uk membentuk kerangka Nybakken 1989. Oleh karena itu distribusi vertikal terumbu karang dibatasi oleh kedalaman efektif sinar matahari yang masuk ke kolom air Barnes 1980. Begitu juga dengan suhu yang merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi organisme dalam aktivitas metabolisme, perkembangbiakan serta proses-proses fisiologi organisme karena suhu dapat mempengaruhi sifat fisik, kimia dan biologi perairan. Beberapa spesies karang dapat bertahan terhadap suhu 14 °C akan tetapi laju klasifikasi menjadi sangat menurun. Demikian pula dengan suhu yang tinggi, metabolism meningkat sampai kecepatan tertentu hingga pertumb uhan kerangka menurun Tomascik 1991, suhu optimum pertumbuhan karang adalah 25 °C – 30 °C Randall 1983. Sedangkan alga yang berkorelasi positif dengan variabel kimia perairan seperti Nitrat, dan Posphat yang berarti keberadaan Nitrat dan Posfat di perairan akan menyebabkan meningkatnya pertumbuhan alga. Meskipun di kawasan 1 yang memiliki kandungan Nitrat dan Posfat yang dikategorikan masih di bawah nilai baku mutu air laut untuk biota laut. Kondisi tutupan alga yang tinggi disebabkan oleh kurangnya pengontrol pertumbuhan alga di kawasan ini. Salah satu pengontrol pertumbuhan alga adalah hadirnya ikan herbivora. Ikan- ikan herbivora merupakan pelaku utama dari herbivori, disamping bulu babi Echinodea. Di Jamaica, ketika penangkapan ikan telah merusak populasi ikan- ikan herbivora, maka peran fungsional ikan herbivora diisi oleh Diadema Antillarum Hughes et al. 2004. Keberadaan ikan herbivora di dalam ekosistem terumbu karang memegang peranan penting yaitu dalam mempertahankan komunitas karang dalam berkompetisi dengan makroalga. rendahnya tutupan karang akan memberikan kesempatan makroalgae menempati ruang yang kosong untuk tumbuh. Hal ini terjadi di beberapa stasiun pengamatan di perairan Kabupaten Bintan, dimana kecenderungan keberadaan ikan herbivora yang rendah memiliki tutupan alga yang tinggi dengan kondisi tutupan karang hidup yang rendah pula. Situasi ini dapat disebabkan oleh penangkapan ikan yang intensif yang dapat merubah struktur komunitas ikan pada terumbu karang. Secara alami hewan herbivora merupakan makanan dari karnivora predator. Diperairan yang dekat dengan kampung nelayan, maka pengendali populasi ikan herbivora adalah manusia. Ikan- ikan herbivora yang berukuran besar telah lama menjadi target penangkapan. Penangkapan ikan yang untuk konsumsi biasanya mencari target ikan- ikan karnivora karena mempunyai harga yang lebih tinggi, misalnya kerapu dan kakap, ketika ikan karnivora mulai sulit ditangkap karena populasinya rendah, penangkapan ikan beralih target pada ikan- ikan herbivora. Penangkapan ikan ke tingkat trofik yang lebih rendah ini merupakan indikasi adanya beban tangkapan yang berlebihan. Dapat dikatakan bahwa ikan herbivora sebagai herbivori merupakan faktor yang sangat penting dalam resiliensi terumbu karang. Ketika terjadi gangguan fisik yang menyebabkan kematian karang, maka herbivori merupakan sarana bagi komunitas karang untuk mengkoloni kembali ruang yang ditinggalkanya. Dari analisis korelasi dapat dilihat bahwa antara ikan herbivora dengan tutupan algae memiliki korelasi negatif yang artinya peningkatan satu- satuan ikan herbivora maka akan terjadi penurunan alga, ini sesuai dengan penelitian yang bersifat korelasional oleh Williams and Polunin 2001, Idjadi et al. 2006, yang menggunakan sejumlah data survey antara kelimpahan herbivora dan tutupan karang batu, bahwa pada umumnya ditemukan kelimpahan herbivora berkorelasi negatif dengan tutupan makro alga. Analisa korelasi dari PCA memperlihatkan bahwa persentase tutupan karang yang tinggi cenderung memiliki tutupan alga yang rendah, Seperti diperlihatkan pada gambar 6, dimana stasiun pengamatan di Muara Kawal, Galang Batang, dan Kepala Mapur yang memiliki tutupan alga tinggi cenderung memiliki tutupan karang yang rendah, sebaliknya di stasiun pengamatan P. Sentot memiliki tutupan karang tinggi cenderung memiliki tutupan alga yang rendah. Hal ini sesuai dengan teori bahwa penurunan tutupan karang akan disertai dengan meningkatnya tutupan makroalga Hay 1997, Lirman 2001, Mc Cook, Jompa Diaz-Pullido 2001, Diaz-Pullido Mc Cook 2008. Untuk kondisi kelimpahan ikan karang dan ikan herbivora di perairan Kabupaten Bintan bervariasi dari tiap-tiap stasiun pengamatan Tabel 10 dan Gambar 13. di stasiun 1, 3 dan 4 ditemukan sangat sedikit kelimpahan ikan karang serta jenis ikan herbivora, sedangkan stasiun 6 enam P. Sentot memiliki kelimpahan ikan karang yang paling tinggi. Rendahnya kelimpahan ikan di sebabkan oleh tingginya aktifitas penangkapan ikan karang dan penggunaan alat tangkap bubu di musim musim tertentu dalam jumlah yang tinggi CREEL Kabupaten Bintan; CRITC-Coremap II 2009 serta kecenderungan kerusakan terumbu karang sehingga rendahnya tutupan karang di wilayah ini. Dan analisis korelasi menunjukan adanya hubungan positif antara kelimpahan ikan karang dan tutupan karang hidup. Semakin tinggi tutupan karang hidup makan kelimpahan ikan akan semakin tinggi pula. Begitu pula sebaliknya semakin rendah tutupan karang akan menyebabkan rendahnya kelimpahan ikan. Sesuai dengan pernyataan bahwa ikan karang sebagai penyokong hubungan yang ada dalam ekosistem terumbu karang Nybakken, 1988. Selanjutnya Hutomo, 1986 menyatakan bahwa keberadaan ikan- ikan karang sangat dipengaruhi oleh kondisi kesehatan terumbu karang yang ditunjukan oleh persentase penutupan karang hidup. Kondisi perairan Kabupaten Bintan berdasarkan kualitas perairan di dua lokasi pengamatan secara keseluruhan menunjukan hasil yang masih dikategorikan sesuai untuk biota laut kecuali stasiun P. Sentot yang memiliki nilai kekeruhan yang tinggi yaitu sebesar 12 mgl ini desebabkan oleh musim angin selatan bulan Juni – Agustus yang kencang dari arah laut cina selatan yang membawa partikel-tersuspensi sehingga air menjadi keruh. Kondisi padatan tersuspensi TSS ditiap-tiap stasiun penelitan di kabupaten Bintan dikategori kan masih dibawah baku mutu air laut yang diperbolehkan bagi kehidupan biota laut yaitu 20 mgl Kepmen LH. Nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut

5.4. Pembelajaran dari Existing Ekosistem Terumbu karang