4. Pers Mahasiswa
Pers mahasiswa merupakan salah satu jenis pers yang terdapat di Indonesia. Pers mahasiswa bisa dibilang sebagai pers komunitas karena
memiliki jangkauan wilayah sirkulasi yang sangat terbatas. Kebijakan pemberitaan pers komunitas lebih banyak diarahkan untuk mengangkat
berbagai potensi dan masalah aktual di daerah komunitas tersebut. Fungsi yang lebih banyak dikembangkan pada pers komunitas adalah penyebaran informasi
dan edukasi.
32
Sifat khas dari pers mahasiswa ini adalah bahwa mahasiswa pada umumnya sesuai dengan alam pikiran universitas, mempergunakan pengetahuannya demi
perbaikan mahasiswa sesuai dengan bakat, kemampuan dan kesediaan masing- masing.
33
Pers mahasiswa bisa juga dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan khalayak pembaca yang berada dalam lingkungan tersebut. Pers mahasiswa
adalah penerbitan pers dalam bentuk majalah, tabloid, newsletter, atau media online yang dikelola oleh mahasiswa. Seluruh proses mulai dari mencari berita,
penulisan, tata letak, pracetak dan distribusi dilakukan oleh mahasiswa. Dilihat dari sejarah, Pers mahasiswa pertama kali dikukuhkan oleh tokoh-
tokoh pers mahasiswa tahun-tahun 1950-an, seperti Nugroho Notosusanto, Teuku Jacob, Koesnadi Hardjasumantri ketika melahirkan Ikatan Wartawan
Indonesia IWMI, Serikat Pers Mahasiswa Indonesia SPMI dan kedua
32
AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008, Cet Ke-2, h 41.
33
Astrid S. Susanto, Komunikasi dalam Teori dan Praktek, Bandung: Binacipta, 1986
.
h 111.
organisasi ini akhirnya meleburkan diri menjadi Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia IPMI. Jenis Pers mahasiswa yang muncul seperti Bumi Siliwangi
IKIP, Gajah Mada UGM, IDEA IPB, dan lain-lain.
34
Pimpinan IPMI yang baru pada waktu itu adalah Anis Ibrahim, AT Birowo, Wisaksono, Noeradi, Alex Rumundor, dan Syarif Saleh. Pada masa demokrasi
terpimpin, setiap surat kabar dan pers pada umumnya menyuarakan aspirasi- aspirasi dari partai dan golongan politik dan IPMI dituduh adalah anak
Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia. Hal tersebut menyebabkan pimpinan IPMI membuat surat pernyataan yang berbunyi IPMI tidak dapat dan tidak
boleh menjadi pembawa suara sesuatu golongan tertentu dikalangan mahasiswa Indonesia. Lalu pada masa demokrasi orde baru, IPMI mencapai kembali
puncak kebesarannya yang juga diperoleh di sekitar tahun 1950-an, diikuti dengan diterbitkannya Harian Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia KAMI.
35
Pada tahun 1971 sampai dengan tahun 1974 merupakan kemunduran kembali pers mahasiswa Indonesia. Setelah harian KAMI melepaskan dirinya,
banyak pula penerbitan IPMI yang besar mati. Sejalan dengan format baru politik Indonesia, aktivitas kemahasiswaan termasuk pers mahasiswa
dilokalisir di dalam kampus. Seluruh penerbitan-penerbitan pers mahasiswa mahasiswa yang terbit di dalam kampus diberi subsidi penerbitan melalui
34
Amir Effendi Siregar, Pers Mahasiswa Indonesia Patah Tumbuh Hilang Berganti, Jakarta: PT. Karya Unipress, 1983
,
Cet. Ke-1, h. 36.
35
Amir Effendi Siregar, Pers Mahasiswa Indonesia Patah Tumbuh Hilang Berganti, Jakarta: PT. Karya Unipress, 1983
,
Cet. Ke-1, h. 44-47.