Latar Belakang D. S. Priyarsono, Ph.D., selaku dosen penguji yang telah bersedia untuk

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara agraris yang memiliki kekayaan sumberdaya hayati dan ekosistem yang beragam. Sebagai negara dengan keanekaragaman hayati terbesar ketiga di dunia, Indonesia memiliki peluang untuk mengembangkan komoditi pertanian. Keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia menjadikan sektor pertanian sebagai salah satu sektor penyumbang pendapatan negara. Salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto adalah perkebunan. Tahun 2006 sumbangan sektor perkebunan sebesar 1,89 persen bagi GDP Indonesia, sedangkan pada sektor pertanian sendiri menempati urutan ketiga setelah pangan dan perikanan dengan persentase 14,63 persen dari pertanian secara keseluruhan sumbangan sektor pertanian pada GDP Indonesia. Dari tahun 2004 sampai tahun 2006 sumbangan sektor pekebunan terus mengalami peningkatan dengan persentase peningkatan rata-rata 13,025 persen, dimana dari tahun 2004 ke tahun 2005 meningkat sebesar 13,7 persen tetapi mengalami peningkatan yang sedikit lebih kecil dari tahun sebelumnya sebesar 12,35 persen dari tahun 2005 ke tahun 2006. Tabel 1. Gross Domestic Product GDP Sektor Pertanian Indonesia Tahun 2004-2007 Industrial Origin 2004 2005 2006 2007 1 2 3 4 5 Agriculture, Livestock, Forestry and Fishery 329.124,60 364.169,30 433.223,40 547.235,60 a. Food Crops 165.558,20 181.331,60 214.346,30 268.124,40 b. Estate Crops 49.630,90 56.433,70 63.401,40 84.459,20 c. Livestock and Its Product. 40.634,70 44.202,90 51.074,70 62.095,80 d. Forestry 20.290,00 22.561,80 30.065,70 35.734,10 e. Fishery 53.010,80 59.639,30 74.335,30 96.822,10 Ket : = Data Sementara = Proyeksi Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia Tahun 2007 2 Isu pertama yang mewarnai subsektor perkebunan adalah adanya kecenderungan defisit konsumsi yang lebih tinggi dibandingkan produksi di pasar internasional. Seperti ciri pasar sektor pertanian pada umumnya, subsektor perkebunan tidak dapat memanfaatkan kenaikan harga di pasar internasional yang berimbas juga pada pasar domestik secara optimal. Hal ini terjadi karena elastisitas harga yaitu respon produksi terhadap perubahan harga umumnya tidak elastis, dengan elastisitas antara 0,2 - 0,8. Dengan demikian kenaikan harga 1 persen direspon dengan kenaikan produksi yang kurang dari 1 persen. Kenaikan harga tersebut tidak secara optimal dapat dimanfaatkan melalui peningkatan produksi. CPO yang merupakan produk hasil olahan subsektor perkebunan, yaitu kelapa sawit salah satu yang dapat merespon dengan cukup baik dampak kenaikan harga dengan peningkatan produksi sebesar 17 persen, dari sekitar 14,2 juta ton menjadi 14,6 juta ton pada tahun 2006. Kelapa sawit bukanlah tanaman asli Indonesia. Pengembangan kebun kelapa sawit pertama kali dilakukan pada tahun 1911 di tanah Itam Ulu oleh Maskapai Oiliepalmen Cultuur dan di pulau raja oleh maskapai Huilleries de Sumatra-RCMA. Perluasan perkebunan kelapa sawit di Indonesia secara signifikan berawal pada tahun 1977 dengan dimulainya program Nucleus Estate and Smallholder NES atau Perkebunan Inti Rakyat PIR 1 Hasil analisis . Perkembangan kelapa sawit dan usahanya selalu beriringan dengan hasil olahannya yaitu, crude palm oil CPO disamping PKO. Perkembangan CPO tidak terlepas dari permintaan pasar CPO dunia yang prospektif. Peluang pasar konsumsi diperkirakan tumbuh 3,5 persen - 4 persen per tahun; perdagangan sekitar 3,8 persen per tahun. Sampai dengan tahun 2010, peluang pasar CPO Indonesia dari sisi konsumsi diperkirakan tumbuh antara 4 persen - 6 persen per tahun dan dari sisi ekspor 5 persen - 8 persen per tahun. 2 1 Agro Observer Bundel No. 1-6 Tahun I Halaman 36 2 Loc.cit yang dilakukan FAO 2001, Mielka 2001, dan Susila 2001 menunjukkan peluang peningkatan konsumsi CPO masih terbuka. Peluang peningkatan konsumsi CPO untuk jangka panjang sampai dengan tahun 2025 diperkirakan akan mengalami tiga fase pertumbuhan. Pada fase pertumbuhan pertama atau fase pertumbuhan cepat tahun 2005-2010, konsumsi CPO 3 diperkirakan masih cukup tinggi, walaupun lebih rendah dari dekade terakhir. Fase kedua tahun 2010-2017 dikenal dengan fase pertumbuhan yang lambat, namun masih lebih tinggi dari pertumbuhan produk kompetitornya yaitu pertumbuhan minyak kedele. Fase ketiga tahun 2017-2025 dikenal sebagai pertumbuhan yang alami neutral yaitu pada saat pasar mulai jenuh dan pertumbuhan konsumsi hanya sekitar 1,5 persen per tahun. Peluang ini menjadi tantangan yang tidak mudah karena menuntut produktivitas kelapa sawit yang baik untuk dapat menjamin pemanfaatan peluang tersebut. Tetapi bukan peluang itu tanpa masalah, pemanfaatan peluang pasar CPO ini dihadapkan pada pertanaman kelapa sawit di Indonesia sebagian besar berumur 20-25 tahun yang sudah mencapai akhir siklus umur tanaman. Hal yang tentu mempengaruhi produktivitas kelapa sawit indonesia dan pada akhirnya peluang pasar konsumsi CPO dalam negeri bahkan ekspor terancam dalam pemenuhannya. Sektor pertanian khususnya agribisnis merupakan penyumbang ekspor bersih penting selama 30 tahun Indonesia membangun, pada masa krisis ini tetap bertahan Saragih, 2001. Menurut Saragih 2001 pengalaman ini seharusnya menyadarkan kita semua termasuk pemerintah, bahwa kita harus meninggalkan strategi industrialisasi berspektrum luas broad-based industries yang menekankan pada industri-industri yang tidak berbasis dalam negeri footloose industries dan strategi industrialisasi yang berbasis teknologi berbasis impor high-tech industries serta kembali ke strategi industrialisasi berbasis sumberdaya domestik domestic resources based. Salah satu komponen yang mendukung sektor pertanian Indonesia adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pertanian baik perusahaan industri hulu penyedia sarana-sarana pertanian, perusahaan on-farm, perusahaan industri hilir pengolahan produk-produk pertanian maupun jasa pemasaran dan jasa penunjang lainnya. Untuk dapat bertahan di masa ini perusahaan agribisnis membutuhkan koordinasi dan kinerja yang efektif dan efisisien juga termasuk peningkatan skala usaha untuk pengembangan perusahaan, salah satu faktor yang menentukan adalah modal yang dimiliki perusahaan. 4 Pembangunan agribisnis yang bersifat domestic resources based diharapkan mampu mewujudkan perekonomian yang berkemandirian dan berkeadilan di masa yang akan datang. Karena Indonesia merupakan negara agraris maka sudah selayaknya sebagai negara kaya akan potensi pertanian maka prioritas penanaman investasi adalah di bidang pertanian Saragih, 2001. Pada suatu perusahaan, modal yang menjadi faktor penentu perkembangan suatu usaha memperoleh dana tidak cukup hanya dengan dana internal. Perusahaan membutuhkan sejumlah modal yang besar secara eksternal Keown dkk, 1999. Dalam usaha meningkatkan modal perusahaan yang menarik dana dari luar, perusahaan harus memperhatikan masalah jumlah dana yang dibutuhkan, tingkat suku bunga jaminan dan jangka waktu untuk memperoleh dan pengembaliannya. Disamping itu, jenis dana yang ditarik tidak kalah penting pula untuk dipertimbangkan apakah dana yang ditarik itu berbentuk pinjaman atau modal sendiri Hartono, 2001. Tahun 1987 sejalan dengan semakin besarnya kebutuhan dana investasi dan pembangunan, serta perlunya menciptakan iklim usaha yang kondusif, pemerintah mulai menyadari peran strategis pasar modal Suta, 2000. Pasar modal merupakan salah satu instrumen untuk memobilisasi dana masyarakat untuk pembiayaan pembangunan dan sebagai wadah bagi kalangan dunia usaha untuk membiayai pembelanjaan perusahaan. Perkembangan pasar modal berkorelasi dengan baik pada semakin banyaknya perusahaan yang memasuki pasar modal. Hal ini tercermin dari banyaknya emiten yang telah mendaftar di Bursa Efek Indonesia. Selain itu perkembangan saham sektoral menjadi titik fundamental kegiatan pasar modal. Berdasarkan return indeks saham sektoral pada tahun 2007, merupakan ilustrasi yang menggambarkan menariknya kinerja sektoral di bursa saham. Salah satu sektoral yang patut dipertimbangkan dalam memajukan perekonomian dan pilihan investasi adalah sektor agribisnis 115,39 persen yang menempati urutan kedua setelah pertambangan yang memiliki persentase 240,91 persen. 5 Gambar 1. Return Indeks Saham Sektoral Bursa Efek Indonesia, Tahun 2007 Sumber : Bloomberg, Tahun 2007 3 Langkah penting yang dilakukan oleh pemilik modal untuk memilih alternatif investasi yang sesuai dengan tujuan investasi dapat memanfaatkan informasi yang akurat dan relevan mengenai proyeksi emiten saham dan menetapkan investasi pada emiten dengan risiko seminimum mungkin. Berhubungan dengan hal tersebut studi ini bertujuan untuk menganalisis risiko yang dihadapi emiten saham-saham perusahaan perkebunan terintegrasi pada penyediaan bibit, budidaya dan penghasilolahan CPO terpilih sekaligus meramalkan pergerakan emiten harga penutupan saham tersebut selama tahun Perusahaan agribisnis dalam negeri sudah banyak yang memanfaatkan pasar modal Bursa Efek Indonesia sebagai sumber pembiayaan perusahaan dalam menjalankan kegiatannya. Hal ini tentu memperlihatkan bagaimana para pelaku agribisnis menyadari pentingnya pembiayaan untuk menopang kinerja perusahaan yang mereka jalankan terutama perusahaan go public. Hubungan dengan para investor melalui pasar modal mutlak diperlukan dalam menunjang aktivitas perusahaan. Perkembangan perusahaan agribisnis yang masuk dalam emiten di Bursa Efek Indonesia memberi dampak positif dalam alternatif pilihan bagi para investor yang berminat dalam sektor agribisnis untuk menanamkam modalnya. Satu hal yang perlu dipahami investor adalah memahami pasar. Pasar saham bergerak terus dengan modal investasi sebagai penggeraknya. Salah satu pendorong investor untuk masuk ke pasar membeli atau menjual, adalah adanya antisipasi kemungkinan kejadian di masa depan. 3 www.e-bursa.com : Prospek Investasi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008 Oleh Tryfino [26 Februari 2009] 6 2009. Pada akhirnya studi ini akan membantu pemilik modal dalam memutuskan investasi pada sektor perkebunan khususnya perusahaan perkebunan terintegrasi pada penyediaan bibit, budidaya dan penghasilolahan di dalam negeri. 1.2. Perumusan Masalah Agribisnis sebagai suatu sistem yang merupakan konsep dari suatu sistem yang integratif yang terdiri dari sub-sistem. Kinerja masing–masing sub-sistem akan sangat ditentukan keterkaitan dengan sub-sistem lainnya. Sistem agribisnis terdiri atas up strem, on farm, down stream dan didukung oleh lembaga penunjang. Dalam sub-sistem up stream kegiatan ekonomi berkenaan dengan penyediaan bahan baku bibit, sub sistem on farm meliputi kegiatan budidaya, sub-sistem down stream berkaitan dengan pengolah hasil dan distribusi ke konsumen, dan lembaga penunjang adalah lembaga yang terkait yang mendukung kegiatan bisnis. Salah satu sub-sektor agribisnis adalah perkebunan, dimana perkembangan sektor perkebunan cukup membanggakan karena menjadi sektor yang memiliki peranan besar dalam perdagangan ekspor Indonesia, seperti karet, kakao ataupun kelapa sawit CPO. Tetapi seiring perkembangan permintaan ini terdapat permasalahan penting yang mempengaruhi kapasitas perusahaan untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat. Permasalahan ini datang dari sub-sistem on- farm, umur pohon di perkebunan telah memasuki umur akhir siklus tanaman 20- 25 tahun. Hal ini tentu akan mempengaruhi produktivitas produk perkebunan itu sendiri, sehingga perlu dilakukan peremajaan yang memang mutlak diperlukan. Masalah terus berlanjut pada pembiayaan untuk menunjang visi dan misi perusahaan sektor perkebunan untuk merespon peluang konsumsi pasar pada produk perkebunan karet, kakao, CPO. Pembiayaan yang dibutuhkan perusahaan perkebunan, mendorong perusahaan perkebunan memasuki pasar modal untuk menarik investor dalam bentuk perusahaan yang go public. Hal ini dikarenakan para pemilik modal tidak lagi menyimpan dana dalam bentuk barang yang tidak produktif, tetapi mereka mencoba mendapatkan kesempatan memperoleh laba dari deviden jangka panjang atau capital gain pada jangka pendek. Oleh karena itu kedua kepentingan tersebut dipertemukan dalam transaksi di pasar modal Bursa Efek. 7 Apabila pilihan dipersempit pada saham-saham agribisnis perkebunan maka tiga pilihan emiten saham sektoral perkebunan yang sudah go public adalah PT Astra Agro Lestari Tbk. AALI, Bakrie Sumatera Plantation Tbk. UNSP, dan PP London Sumatera Tbk. LSIP. Ketiga perusahaan tersebut perlu dikaji untuk mendapat pilihan melihat kinerja dan eksistensi perusahaan di pasar bursa. Selain itu kinerja harga saham mereka mampu membuat sentimen pada sektor pertanian lain yang ada di pasar modal untuk berpengaruh positif atau negatif. Pilihan ini tidak serta merta memberi alasan mendasar bagi calon investor untuk melakukan keputusan investasi pada perusahaan perkebunan tersebut karena terdapat unsur ketidakpastian terkait risiko dan bagaimana proyeksi pergerakan harga saham pada masa-masa ke depan. Keputusan investasi yang tepat pada perusahaan perkebunan terpilih, dapat dianalisis dengan menggunakan analisis fundamental dan analisis teknikal. Analisis teknikal menjadi perhatian utama penulis untuk menganalisis keputusan investasi pada perusahaan perkebunan terpilih di PT Bursa Efek Indonesia. Pemilihan PT Bursa Efek Indonesia sebagai tempat penelitian tidak lepas dari kebutuhan data dalam analisis teknikal ini yang menjadi perhatian penting dalam melakukan analisa adalah capital gain yang berimplikasi pada pergerakan harga saham emiten di pasar modal Indonesia berpusat di PT Bursa Efek Indonesia. Pemanfaatan data pergerakan harga saham emiten menggunakan dua alat analisis dari metode kuantitatif untuk mengukur dua hal penting dalam mempengaruhi keputusan investasi, yaitu pengukuran tingkat risiko value at risk dan peramalan pergerakan harga saham emiten perkebunan terpilih. Sehingga dengan analisis teknikal ini pemilik modal terutama mereka yang menginginkan keuntungan jangka pendek dapat memutuskan kapan harus membeli, menjual atau hanya menunggu dan melihat saja sebagai bagian dari keputusan investasinya. Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan diteliti adalah : 1. Bagaimana gambaran umum perusahaan PT Astra Agro Lestari, Tbk AALI, PT PP London Sumatra, Tbk LSIP, dan PT Bakrie Sumatra Plantations, Tbk dan anak perusahaan UNSP ? 8 2. Bagaimana proyeksi pergerakan saham emiten AALI, LSIP dan UNSP di tahun 2009 ? 3. Bagaimana tingkat risiko Value at Risk yang dihadapi investor pada saham- saham emiten AALI, LSIP, UNSP dan merumuskan keputusan investasi sebagai implikasi terhadap risiko yang akan dihadapi dan melihat pergerakan harga saham di tahun 2009 ?

1.3. Tujuan Penelitian