3 Derajat 3 : ada tanda-tanda kegagalan sirkulasi darah, seperti
denyut nadi teraba lemah dan cepat 120xmenit, tekanan nadi selisih antara tekanan darah sistolik dan diastolik menyempit 20
mmHg. DBD derajat 3 merupakan peringatan awal yang mengarah pada terjadinya renjatan syok.
4 Derajat 4 : denyut nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur,
denyut jantung 140xmenit, ujung-ujung jari kaki dan tangan terasa dingin, tubuh berkeringat, kulit membiru. DBD derajat 4 merupakan
manifestasi syok, yang sering kali berakhir dengan kematian.
4. Epidemiologi DBD
a. Distribusi penyakit DBD menurut orang
Menurut WHO 1998, DBD dapat menyerang semua umur walaupun sampai sampai saat ini DBD lebih banyak menyerang anak-anak
tetapi dalam dekade terakhir DBD terlihat kecendrungan kenaikan proporsi pada kelompok dewasa, karena pada kelompok umur ini
mempunyai mobilitas yang tinggi dan sejalan dengan perkembangan transportasi yang lancar, sehingga memungkinkan tertularnya virus
dengue lebih besar. Pada awal epidemi, jenis kelamin pernah ditemukan perbedaan
nyata antara anak laki-laki dan perempuan. Beberapa negara melaporkan banyak kelompok wanita dengan Dengue Shock Syndrome DSS
menunjukkan angka kematian yang tinggi daripada laki-laki. Singapura dan Malaysia pernah mencatat adanya perbedaan angka kejadian infeksi di
antara kelompok etnik. Penduduk Cina banyak terserang DBD dari pada yang lain Soegijanto, 2003.
b. Distribusi penyakit DBD menurut tempat
Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat- tempat dengan ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena pada
tempat yang tinggi dengan suhu yang rendah siklus perkembangan Aedes aegypti tidak sempurna, Depkes RI, 2007.
Depkes 2005, menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah
penderita maupun daerah penyebaran penyakit meningkat pesat. Hingga saat ini DBD telah ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia dan 200
kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa dengan IR meningkat dari 0,005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi 6-27 per
100.000 penduduk pada tahun 2004. Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang
terjangkit disebablan karena semakin baiknya sarana transportasi, adanya pemukiman baru dan terdapatnya vektor nyamuk hamper di seluruh
wilayah di Indonesia Depkes RI, 2003.