5.16 Hasil Analisis Bivariat Antara Variabel Pengetahuan, Sikap,
Praktek Menguras Tempat Penampungan Air, Praktek Menyingkirkan Barang-Barang Bekas yang Dapat Menjadi
Tempat Penampungan Air, Praktek Menutup Tempat Penampungan Air dan Jenis Tempat Penampungan Air
di Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013
80 5.17
Hasil Analisis Multivariat di Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013
81 5.18
Hasil Analisis Multivariat Antara Pengetahuan, Sikap, Praktek Menyingkirkan Barang-Barang Bekas yang dapat Menjadi
Tempat Penampungan Air dan Jenis Tempat Penampungan Air Di Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013
82
xiv
DAFTAR GAMBAR
No.Gambar Nomor Halaman
2.1 Siklus Hidup Nyamuk
21 2.2
Tempat yang Diperlukan untuk Siklus Perkembangan Nyamuk
22
xv
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan Nomor Halaman
2.1 Patogenesis Penyakit Dalam Prespektif Lingkungan
Dan Kependudukan 33
2.1 Kerangka Teori
43 3.1
Kerangka Konsep 45
xvi
LAMPIRAN
Lampiran 1   Surat Izin Penelitian Lampiran 2   Lembar Kuesioner
Lampiran 3   Lembar Observasi Lampiran4
Output
xvii
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD atau Dengue Haemorhagic Fever DHF  adalah  penyakit  menular  yang  disebabkan  oleh  virus  dengue  dari  genus
Flavivirus,  famili  Flaviviridae  yang  dapat  ditularkan  melalui  gigitan  nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi virus dengue ke manusia. Virus dengue mempunyai
4  jenis  serotipe,  yaitu  Den-1,  Den-2,  Den-3  dan  Den-4.  Penyakit  DBD  dapat menyerang  semua  orang  dan  dapat  mengakibatkan  kematian,  Kemenkes  RI,
2010. Demam  Berdarah  Dengue  DBD  merupakan  penyakit  yang  banyak
ditemukan  di  daerah  tropis  dan  subtropis.  Data  dari  seluruh  dunia  menunjukkan bahwa  Asia  menempati  urutan  pertama  dalam  jumlah  penderita  DBD  setiap
tahunnya,  Kemenkes  RI,  2010.  WHO  2007,  memperkirakan  setiap  tahun terdapat sekitar 50-100 juta kasus DBD dengan 500.000 diantaranya memerlukan
perawatan di  rumah sakit dan diketahui  bahwa DBD merupakan penyebab utama kesakitan  dan  kematian  di  Asia  Tenggara  dengan  57  dari  total  kasus  DBD  di
Asia  Tenggara  terjadi  di  Indonesia.  Sementara  itu,  WHO  dalam  Kemenkes  RI 2010  juga  mencatat  sejak  tahun  1968  hingga  tahun  2009  Indonesia  sebagai
negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.
Dalam  epidemiologi  terdapat  ukuran-ukuran  yang  dapat  menggambarkan angka kesakitanangka insiden IRIncident Rate dan angka kematian CFRCase
Fatality Rate kasus DBD. IR merupakan frekuensi penyakit baru yang berjangkit dalam  masyarakat  di  suatu  wilayahtempat  pada  waktu  tertentu.  Sedangkan  CFR
merupakan persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu, Notoatmodjo, 2007.
Data  dari  Ditjen  PP    PL  Depkes  RI  2009  dalam  Kemenkes  RI  2010, menunjukkan angka insiden DBD per 100.000 penduduk di Indonesia tahun 1968-
2009 terjadi tren yang terus meningkat. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi  peningkatan  kasus  termasuk  lemahnya  upaya  program
pengendalian  DBD,  sehingga  upaya  program  pengendalian  DBD  perlu  mendapat perhatian lebih terutama pada tingkat kabupatenkota dan Puskesmas.
Berdasarkan  data  Ditjen  PP    PL,  Kemenkes  2012  dalam  Profil  Data Kesehatan  Indonesia  Tahun  2011,  dari  jumlah  penduduk  Indonesia  241.182.182
jiwa  terjadi  kasus  DBD  sebanyak  65.432  jiwa  dan  jumlah  kasus  meninggal  595 dengan  CFR  0,91  dan  IR  per  100.000  penduduk  adalah  27,56.  Sementara  itu,
target  nasional  untuk  IR  adalah  53  per  100.000  penduduk.  Provinsi  Banten dengan  jumlah  penduduk  10.922.177  jiwa  terdapat  jumlah  kasus  1.736  jiwa  dan
jumlah  kasus  meninggal  32  kasus  dengan  CFR  1,84  dan  IR  per  100.000 penduduk adalah 15,89. Angka IR di atas masih di bawah standar nasional, namun
Indonesia  dan  Provinsi  Banten  masih  merupakan  daerah  endemis  DBD.  Hal  ini
dikarenakan  penyakit  DBD  di  wilayah  Indonesia  dan  Banten  sering  terjadi  pada populasi secara konstan dalam jumlah sedikit atau sedang.
Kota  Tangerang  Selatan  merupakan  salah  satu  kota  Endemis  DBD  di Provinsi  Banten.  Berdasarkan  data  Dinas  Kesehatan  Kota  Tangerang  Selatan
2013,  IR  tahun  2012  adalah  60  per  100.000  penduduk,  tercatat  juga  beberapa Puskesmas masih memiliki angka kesakitan DBD diatas target nasional. Selain itu,
berdasarkan  data  tersebut  diketahui  pula  bahwa  Puskesmas  Kampung  Sawah merupakan  daerah  dengan  kasus  DBD  yang  tinggi  dibandingkan  dengan
Puskesmas lainnya yang berada di wilayah Tangerang Selatan. Dari 66.496 jumlah penduduk terdapat 79 total kasus DBD dengan 1 orang meninggal dengan IR 11,9
per 10.000 penduduk dan CFR 1,3. Puskesmas  Kampung  Sawah  mempunyai  2  kelurahan  wilayah  kerja,  yakni
Kelurahan  Sawah  Lama  dan  Sawah  Baru.  Untuk  kasus  DBD  Kelurahan  Sawah Lama memiliki angka kasus paling tinggi dibandingkan dengan Kelurahan Sawah
Baru  dan  Kelurahan  lainnya  di  Kota  Tangerang  Selatan,  yaitu  dengan  total  41 kasus  dari  35.130  jumlah  penduduk.  Disamping  itu  IR  dan  CFR  masing-masing
yaitu 11,671 per 10.000 penduduk dan 0,00. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi  lingkungan  yang  kurang  baik  sehingga  memungkinkan  untuk
perkembangan siklus hidup vektor DBD, Dinkes Tangsel, 2013. Kondisi  lingkungan  yang  memungkinkan  nyamuk  Aedes  aegypti  hidup
merupakan  faktor  yang  mendorong  adanya  kejadian  DBD.  Memutus  mata  rantai penularan  DBD  adalah  cara  yang  tepat  untuk  mencegah  terjadinya  penyakit  ini.
Memberantas  jentik-jentiklarva  nyamuknya  adalah  cara  yang  tepat  untuk mencegah kejadian DBD, Depkes, 2000.
Direktorat  Jenderal  Pengendalian  Penyakit  dan  Penyehatan  Lingkungan 2005 menetapkan bahwa standar nasional untuk Angka Bebas Jentik ABJ yaitu
95.  Namun,  yang  sangat  penting  diperhatikan  adalah  peningkatan  pemahaman, sikap  dan  perubahan  perilaku  masyarakat  terhadap  penyakit  ini  akan  sangat
mendukung  percepatan  untuk  memutuskan  mata  rantai  penularan  penyakit  DBD, Ginanjar, 2008.
Berdasarkan  data  Dinas  Kesehatan  Kota  Tangerang  Selatan  Angka  Bebas Jentik ABJ di wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah ini sangat rendah yaitu
69. Sedangkan untuk kelurahan wilayah kerjanya yakni Kelurahan Sawah Lama dan Kelurahan Sawah Baru memiliki Angka Bebas Jentik masing-masing wilayah
53  dan  83.  Studi  pendahulan  yang  dilakukan  peneliti  pada  10  rumah  di Kelurahan  Sawah  Lama  ditemukan  4  rumah  dengan  jentik  nyamuk.  Hal  ini
menandakan kurangnya perilaku untuk hidup bersih dan sehat di masyarakat. Berdasarkan  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Ririh  2005  menunjukkan
terdapat  hubungan  antara  kelembaban  udara,  jenis  kontainer,  pengetahuan  dan sikap  terhadap  keberadaan  jentik  nyamuk  Aedes  aegypti  di  Kelurahan
Wonokusumo,  Kecamatan  Semampir,  Kota  Surabaya.  Penelitian  Suyasa  2008, menunjukkan  ada  hubungan  antara  kepadatan  penghuni,  keberadaan  tempat
ibadah,  keberadaan  pot  tanaman  hias,  saluran  air  hujan,  mobilitas  penduduk, keberadaan  kontainer,  tindakan  dan  kebiasaan  menggantung  pakaian  dengan