yang dapat menjadi tempat penampungan air dan dapat memotivasi masyarakat agar dapat m
empraktekkannya dengan frekuensi yang benar, yaitu ≥ 1 kali dalam 1 minggu. Di samping itu, dalam praktek ini tokoh masyarakat juga
memiliki peranan yang penting dalam upaya pemberantasan sarang nyamuk di lingkungannya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh tokoh masyarakat
adalah menggerakkan masyarakat melalui kegiatan kemasyarakatan, seperti kerja bakti membersihkan lingkungan sekitar.
5. Praktek Menutup Tempat Penampungan Air
Praktek menutup tempat penampungan air merupakan salah satu dari kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk PSN. Dalam penelitian ini praktek
menutup tempat penampungan air diketahui dengan praktek dilakukan oleh responden. Keadaan yang dikatakan baik adalah jika responden melakukan
praktek menutup tempat penampungan air.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa responden yang melakukan praktek menutup tempat penampungan air dan ditemukan larva
Aedes aegypti di rumahnya adalah sebesar 38 dari 63 responden 60,3. Sedangkan responden yang melakukan praktek menutup tempat penampungan
air dan ditemukan larva Aedes aegypti dirumahnya adalah sebesar 6 dari 17 responden 35,3. Berdasarkan hasil analisis bivariat, diperoleh bahwa nilai
probabilitas p-value sebesar 0,099, artinya pada alpha 5 tidak terdapat
hubungan yang bermakna secara statistik antara praktek menutup tempat penampungan air dengan adanya keberadaan larva Aedes aegypti.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Damyanti 2009, yang menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara praktek
menutup tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Kelurahan Kepolorejo Kecamatan Magetan Kabupaten Magetan dengan p value
sebesar 0,130. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Mahardika 2009 yang
menunjukkan ada hubungan yang bermakna secara statistik antara praktek menutup tempat penampungan air dengan kejadian DBD p value = 0,002 di
wilayah kerja Puskesmas Cepiring Kecamatan Cepirin Kabupaten Kendal 2009. Temuan dalam penelitian ini dapat terjadi kemungkinan karena data
penelitian yang kurang bervariasi homogen, dimana sebesar 78,8 responden tidak melakukan praktek menutup tempat penampungan air. Hal ini dapat
terjadi karena sebagian besar responden tidak memiliki tutup pada tempat penampungan airnya, sehingga secara statistik tidak adanya hubungan antara
praktek menutup dengan keberadaan larva nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013.
6. Ketersediaan Tutup pada Tempat Penampungan Air
Ketersediaan tutup pada tempat penampungan air merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap keberadaan larva nyamuk
Aedes aegypti. Adanya tutup pada tempat penampungan air dan penggunaannya yang benar memiliki dampak yang signifikan terhadap keberadaan larva dan
pupa nyamuk Aedes aegypti dibandingkan tempat penampungan air tanpa tutup Tsuzuki, et al, 2009.
Dalam penelitian, data mengenai ketersediaan tutup pada tempat penampungan air diperoleh dari hasil observasi ke tiap rumah responden.
Observasi dilakukan pada tempat penampungan air yang dimungkinkan menggunakan tutup, seperti ember dan tempayan. Selanjutnya, data hasil
observasi tersebut dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu tempat penampungan air dengan tutup dan tempat penampungan air tanpa tutup.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa responden yang tidak memiliki tutup pada tempat penampungan air dan ditemukan larva nyamuk
Aedes aegypti di rumahnya adalah sebesar 30 dari 57 responden 52,6. Sedangkan responden yang memiliki tutup pada tempat penampungan air dan
ditemukan larva nyamuk Aedes aegypti dirumahnya adalah sebesar 14 dari 23 responden 60,9. Dari uji statistik, diperoleh bahwa nilai probabilitas p-
value sebesar 0,621, artinya pada alpha 5 tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara ketersediaan tutup pada tempat penampungan
air dengan adanya keberadaan larva nyamuk Aedes aegypti. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Arsin 2004 yang
menunjukkan bahwa keberadaan tutup pada tempat penampungan air mempunyai hubungan dengan keberadaan vektor DBD di kota Makasar.
Demikian pula dengan penelitian Sandra 2010, yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik dengan kejadian DBD di
Kelurahan Pabuaran Kecamatan Cibinong. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara
ketersediaan tutup pada tempat penampungan air dengan keberadaan larva nyamuk Aedes aegypti. Hal ini kemungkinan dapat terjadi karena data
penelitian yang bersifat homogen, dimana sebesar 71,2 responden tidak memiliki tutup pada tempat penampungan airnya, sehingga hasil uji statistik
menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara ketersediaan tutup pada tempat penampungan air dengan keberadaan larva nyamuk Aedes aegypti di
Kelurahan Sawah Lama tahun 2013. Adanya tutup pada tempat penampungan air berarti tidak menyediakan
tempat untuk siklus hidup nyamuk Aedes aegypti. Namun, hasil penelitian menunjukkan tidak adanya hubungan antara ketersediaan tutup pada tempat
penampungan air dengan keberadaan larva nyamuk Aedes aegypti. Hal ini kemungkinan terjadi karena praktek menguras tempat penampungan air yang
lebih berperan penting terhadap keberadaan larva nyamuk Aedes aegypti pada tempat penampungan air. Dengan melakukan praktek menguras tempat
penampungan air dengan frekuensi yang benar ≥ 1 kali seminggu dapat meminimalisir perkembangan larva di tempat penampungan air. Hal ini karena
larva nyamuk Aedes aegypti dapat berkembang selama 6-8 hari Herms, 2006.