Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2005 pemeriksaan jentik dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
a. Memeriksa keberadaan jentik nyamuk pada semua TPA atau kontainer di rumah tangga yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk
Aedes aegypti. Pemeriksaan dilakukan dengan mata telanjang. b. Pemeriksaan pada TPA yang berukuran besar bak mandi, drum dan lain-
lain, jika pada pandangan pertama tidak menemukan jentik maka tunggu kira-kira ½ - 1 menit untuk memastikan bahwa jentik benar-benar tidak
ada. c. Pemeriksaan pada TPA berukuran kecil vas bunga, air tampungan kulkas,
tempat minum burung dan lain-lain, airnya harus dipindahkan dahulu ke tempat lain.
d. Pemeriksaan pada tempat yang agak gelap atau airnya keruh dapat menggunakan senter.
Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan
Lingkungan 2005, menyebutkan bahwa terdapat 2 metode yang digunakan pada survei jentik, yaitu:
a. Single larva, dimana dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih
lanjut. b. Visual, cukup dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat
genangan air tanpa mengambil jentiknya.
Ukuran-ukuran yang digunakan untuk mengetahui kepadatan larva Aedes aegypti yaitu Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, 2005: a. Angka Bebas jentik ABJ
X 100 Angka bebas jentik yang tergolong aman yaitu lebih dari sama
dengan 95. b. House index HI
X 100 House index yang dianggap aman untuk penularan penyakit DBD
adalah kurang dari 5 . c. Container Index CI
X 100 Container index menyediakan informasi mengenai proporsi
kontainer atau tempat penampungan air yang positif jentik. d. Breateau Index BI
X 100 Breateau index menentukan hubungan antara kontainer positif
jentik dalam rumah dan ukuran ini merupakan yang paling informatif, namun tetap tidak dapat mengetahui produktivitas dari kontainer.
D. Patogenesis Penyakit Berbasis Lingkungan
Menurut Achmadi 2011, hubungan interaktif antara manusia dan perilakunya serta komponen lingkungan yang memiliki potensi penyakit akan
menghasilkan kejadian penyakit, dengan kata lain kejadian penyakit hanya dipengaruhi oleh variabel-variabel kependudukan dan variabel lingkungan.
Patogenensis penyakit dalam prespektif lingkungan dan kependudukan digambarkan dalam teori simpul, Achmadi, 2008 berikut:
Bagan 2.1 Patogenesis Penyakit Dalam Perspektif Lingkungan Dan Kependudukan
Sumber : Achmadi, 2011
Simpul 1 Sumber
Penyakit Simpul 2
Media Transmisi 1. Air
2. Udara 3. Vektor
4. Makanan Simpul 3
Kependudukan 1. Umur
2. Gizi 3. Pengetahuan
4. Pendidikan 5. Sosial dan
Ekonomi 6. Perilaku
kesehatan 7. dll
Simpul 4 SakitSehat
Simpul 5 Lingkungan, topografi, suhu, iklim, dll
Berdarkan bagan diatas, proses kejadian suatu penyakit diuraikan pada 5 simpul, yakni:
1. Simpul 1, yaitu sumber penyakit. 2. Simpul 2, yaitu Komponen lingkungan yang merupakan media transmisi
penyakit. 3. Simpul 3, yaitu penduduk dengan berbagai variabel kependudukan seperti
pendidikan, perilaku, gizi, dan lain-lain. 4. Simpul 4, yaitu penduduk dengan keadaan sehat atau sakit.
5. Simpul 5, yaitu semua variabel yang memiliki pengaruh terhadap keempat simpul tersebut, seperti lingkungan, iklim, topografi, dan lain-lain.
E. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti
1. Faktor Individu Perilaku
Para ahli psikologi pendidikan dalam Notoatmodjo 2007, perilaku
dibagi menjadi perilaku dalam bentuk operasional menjadi: 1
Pengetahuan Knowledge
Pengetahuan yaitu dengan diketahuinya situasi atau ransangan dari luar. Menurut Notoatmodjo 2007, pengetahuan adalah pengindraan
terhadap suatu objek yang dilakukan oleh seseorang, hasilnya seseorang itu tahu terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan manusia terjadi melalui
panca indra manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Pengetahuan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dimana pengetahuan kesehatan akan berpengaruh pada perilaku sebagai hasil jangka menengah
dari pendidikan kesehatan, perilaku kesehatan akan berpengaruh pada peningkatan indikator kesehatan masyarakat sebagai hasil dari pendidikan,
Notoatmodjo, 2003. Prilaku yang didasarkan pada pengetahuan akan lebih bertahan daripada yang tidak didasarkan pada pengetahuan, Notoatmodjo,
2007. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden Notoadmodjo, 2007. Pengukuran pengetahuan
menurut Notoatmodjo 2003 dapat dikategorikan menjadi: a Baik, apabila subjek mampu menjawab dengan benar 76-100 dari
semua pertanyaan. b Cukup, apabila subjek mampu menjawab dengan benar 60-75 dari
semua pertanyaan. c Buruk, apabila subjek mampu menjawab pertanyaan benar 60 dari
semua pertanyaan. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, seperti penelitian
Benthem, 2002, seseorang yang memiliki pengetahuan baik mengenai penyakit DBD akan melakukan upaya pencegahan penyakit DBD
dibandingkan orang yang tidak memiliki pengetahuan. Sejalan dengan penelitian Hairi, 2003, pengetahuan yang baik mengenai DBD memiliki
hubungan yang signifikan p = 0,047 dengan sikap seseorang terkait pengontrolan nyamuk Aedes aegypti.
Berbeda dengan penelitian Santoso, 2008, pengetahuan tidak memiliki hubungan dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di
rumah dengan p value 0,40. Sejalan dengan penelitian Nugrahaningsih 2010, bahwa pengetahuan tidak berhubungan dengan keberadaan larva
nyamuk Aedes aegypti di wilayah kerja Puskesmas Kuta Utara. Penelitian Suyasa 2008, yang juga menunjukkan tidak ada hubungan antara
pengetahuan dengan keberadaan vektor DBD di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Selatan.
2 Sikap
Sikap yaitu tanggapan bathin terhadap keadaan atau ransangan dari luar diri subjek atau kecendrungan untuk berespon secara positif dan
negatif terhadap orang banyak, objek dan situasi tertentu. Menurut Notoatmodjo 2007, sikap adalah suatu stimulus atau objek yang diterima
seseorang yang digambarkan melalui reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup. Sikap tidak dapat langsung terlihat tetapi hanya dapat
diartikan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap menunjukkan
konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu secara nyata.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau