Pemerintah mendelegasikan pengambilan keputusan kepada pelaku perikanan untuk kemudian diinformasikan kembali kepada Pemerintah.
Pengelolaan sumberdaya ko-manajemen ini bekerja dengan cara mengubah hubungan pelaku pembangunan perikanan, utamanya antara Pemerintah dan
masyarakat, tetapi juga antara nelayan dengan kelompoknya. Pada hakikatnya dengan cara memperkenalkan dan melembagakan sistem pengambilan keputusan
secara bersama-sama antara pelaku pembangunan perikanan, pengelolaan sumberdaya kelautan ko-manajemen menciptakan suatu aturan main atau
kebijakan dimana hasil dari suatu kerjasama lebih besar artinya dari kondisi oposisi atau kompetisi.
Arena main ini adalah tempat para pelaku pembangunan perikanan dapat belajar untuk mengoptimasi tujuan bersama. Arena permainan ini juga merupakan
wadah bagi para pelaku untuk secara bersama menentukan visi jangka panjang pengelolaan sumberdaya terumbu karang dan kelautan.
Melalui ko-manajemen, pemerintah memiliki kesempatan untuk membuktikan bahwa keputusan yang diambilnya ternyata bisa secara efektif
dilaksanakan. Dengan cara ini maka harga diri dan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah menjadi bertambah. Demikian juga tantangan dari pihak oposisi dalam
konteks pembangunan sumberdaya terumbu karang dan lautan akan semakin berkurang. Di mata masyarakat, ko-manajemen membawa manfaat kepada
nelayan melalui partisipasi atau keikutsertaan dalam proses pengambilan keputusan. Tentu saja, prioritas tujuan Pemerintah bisa berbeda dengan tujuan
masyarakat.
2.1.4 Efektivitas Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang
Pengelolaan adalah sebuah proses yang berkelanjutan, iteratif, adaptif dan partisipatif yang terdiri dari sebuah set tugas yang saling terkait satu sama lain dan
harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan Pomeroy and Rivera- Guieb, 2006;dalam Adrianto, 2007. Dalam konteks ini, proses perencanaan harus
dimonitor agar sistem yang sudah direncanakan dapat berjalan sesuai dengan rencana, dan harus dievaluasi dalam konteks bahwa perlu proses pembelajaran dari
kesuksesan maupun kegagalan dari sistem yang sudah berjalan. Untuk itu, proses
monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan ini perlu dilakukan. Seperti yang dijelaskan oleh Pomeroy dan Rivera-Guieb 2006, rencana
monitoring dilakukan untuk menjamin bahwa program yang dijalankan sesuai
dengan rencana. Ada dua alasan mengapa perlu rencana monitoring yaitu pertama, untuk meyakinkan kepada stakeholders bahwa apa yang direncanakan memang
diimplementasikan dan diukur secara sistematik. Kedua, untuk mempelajari apakah aksi yang telah diambil sesuai dengan tujuan dilakukan oleh aksi tersebut. Dengan
demikian, tindakan korektif dapat diambil apabila aksi yang telah ditetapkan tidak sesuai dengan rencana.
Prinsip-prinsip yang digunakan untuk pengembangan sistem pengelolaan pada kawasan DPL harus melalui keterpaduan, partisipasi, multi stakeholders,
dengan fokus pada pengelolaan sumberdaya laut secara berkelanjutan. Adapun tujuan pengelolaan terumbu karang pada kawasan DPL meliputi :
1 Untuk melestarikan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, terutama biota yang ada didalamnya. Ini merupakan aktifitas untuk menjamin ketersediaan
sumberdaya alam dan biota ekonomis untuk jangka panjang. 2 Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir pada khususnya,
melalui pengefektifan cara pengelolaan sumberdaya alam pada kawasan ini. Ini erat kaitannya dengan usaha pelestarian sumberdaya alam di atas.
3 Peningkatan pendapatan daerah melalui pengembangan dan pengelolaan pariwisata bahari didalam kawasan ini, pemanfataan keutuhan dan menjaga
kelestarian ekosistem terumbu karang serta biotanya. Usaha ini sangat tergantung pada usaha pelestarian sumberdaya alam oleh masyarakat
setempat. Pengelolaan yang efektif untuk kawasan DPL adalah salah satu kontribusi
untuk mencapai tujuan konservasi keanekaragaman hayati, pemanfaatan berkelanjutan sumber daya kelautan, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat
pesisir. Untuk mencapai tujuan ini, tujuan spesifik harus terukur dan didefinisikan dalam hal keluaran dan hasil apa yang sudah dicapai.
Berdasarkan kerangka efektivitas pengelolaan kawasan konservasi IUCN Hockings et al., 2004, evaluasi efektivitas pengelolaan kawasan konservasi
adalah kegiatan untuk melihat sejauh mana pengelolaan telah mencapai tujuan dan
sasaran dari suatu kawasan lindung. Hal ini memungkinkan untuk perbaikan pengelolaan kawasan melalui pembelajaran, adaptasi, dan diagnosis masalah-
masalah khusus yang mempengaruhi tujuan dan sasaran yang telah dicapai. Juga salah satu cara untuk menunjukkan akuntabilitas bagi pengelolaan sebuah
kawasan konservasi laut. Menurut
Pameroy., et. al
., 2000 untuk mengukur efektifitas pengelolaan pada kawasan konservasi laut dilakukan pengukuran terhadap beberapa indikator,
indikator dimaksud antara lain : 1 Indikator Biofisik terdiri dari : a k
elimpahan spesies, b struktur populasi
spesies, c distribusi kompleksitas habitat, d komposisi dan struktur komunitas, e keberhasilan dalam pengelolaan komunitas, f integritas
jaringan makanan, g jenis usaha perikanan, h kualitas air, i daerah menunjukkan tanda-tanda pemulihan, j kawasan yang dampaknya berkurang
oleh kegiatan manusia. 2 Indikator sosial ekonomi masyarakat terdiri dari : a pola penggunaan
sumberdaya laut, b nilai-nilai masyarakat lokal dan keyakinan tentang sumber daya laut, c tingkat pemahaman dampak sumberdaya manusia, d persepsi
terhadap ketersediaan makanan laut, e persepsi hasil sumberdaya laut, f persepsi tentang pasar, g sumber pendapatan rumah tangga, h struktur
pekerjaan rumah tangga, i prasarana dan usaha masyarakat, j tingkat pengetahuan formal masyarakat.
Indikator biofisik dan indikator sosial ekonomi diatas merupakan indikator yang di ukur dengan tujuan untuk menilai secara keseluruhan capaian pengelolaan
DPL apakah program dapat memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan.
2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Pengelolaan