Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Seleksi Isolat

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Rumah Plastik “Pondok Adi Nursery”, Desa Cimacan, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat, dari November 2011 hingga Agustus 2012.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan meliputi sampel tanah sebagai sumber isolat yang berlokasi di daerah sekitar pembuangan sampah sementara Dramaga, media Pikovskaya, media Nutrient Agar NA, Media Potatos Dektrose Agar PDA, larutan Fisiologis, larutan PB, larutan PC, bibit tanaman krisan varietas Reagent, pupuk kandang, urea 46 N, SP -36 36 P 2 O 5 , dan KCl 60 K 2 O. Alat-alat yang digunakan adalah gelas piala, Erlenmeyer, tabung reaksi, gelas ukur, coreborer, soil sampler, pinset, pembakar Bunsen, neraca digital gram autoklaf, inkubator, kertas saring, cawan petri, alat pengocok shaker, UV Spektrofotometer , laminair flow air cabinet, pH meter, dan peralatan pengambilan contoh tanah.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Pengambilan Contoh Tanah

Tanah yang berada di lokasi sekitar pembuangan sampah Dramaga diambil dari lokasinya. Sampel tanah ini akan digunakan sebagai bahan untuk memperoleh isolat mikroorganisme pelarut fosfat. Pengambilan tanah diambil pada satu titik dengan luasa 1 m 2 . Tanah diambil pada kedalaman ± 20 cm dari permukaan tanah secara komposit.

3.3.2. Persiapan Lahan

Lahan tanam bunga krisan yang terdapat di “ Pondok Adi Nursery” terdiri atas bedengan-bedengan dalam satu rumah plastik. Jumlah bedengan yang terdapat dalam satu rumah plastik yakni enam sampai delapan bedengan. Setiap bedengan berukuran 20 m x 1.5 m. Jumlah bedengan yang dibutuhkan dalam penelitian ini yakni 3 bedengan. Dua bedengan pertama yang berada dari pinggir area rumah plastik, masing-masing dibuat dua petakan, dimana setiap petakan terdiri atas 6 plot yang menunjukkan jumlah perlakuan dalam penelitian. Sedangkan pada bedengan ketiga dari area rumah plastik, hanya dibuat satu petakan, sehingga jumlah keseluruhan petakan yakni 5 petakan yang menunjukkan jumlah repetisi ulangan dalam penelitian. Setiap plot dalam petakan memiliki ukuran 1 m x 1 m, sehingga ukuran luas setiap plot yang berada disetiap petakan adalah 1 m 2 . Jarak antara plot yang satu dengan plot yang lain adalah 45 cm. Pada setiap sisi plot ditutupi dengan plastik untuk mencegah longsor pada plot dan mencegah terjadinya kontaminasi antar plot. Persiapan lahan dilakukan dengan membersihkan lahan dari sisa-sisa rumput yang terdapat di permukaan lahan. Selanjutnya dilakukan pengemburan tanah dengan menggunakan cangkul.

3.3.3. Pemupukan

Pemupukan terdiri atas 2 kali pemupukan yakni pemberian pupuk dasar dan pupuk susulan. Pupuk dasar diberikan pada saat satu hari sebelum masa tanam bunga krisan. Sedangkan pupuk susulan diberikan setelah masa tanam bunga krisan. Pupuk susulan diberikan sebanyak 3 kali yakni pada 8 MST, 10 MST dan 12 MST. Pupuk dasar meliputi pupuk N, P dan K. Namun, dalam hal ini pupuk P diberikan sesuai dengan perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini. Sedangkan pupuk N dan K diberikan dengan dosis yang sama pada semua perlakuan. Jumlah pupuk hayati yang diberikan pada penelitian ini adalah 50 mlm 2 , sedangkan jumlah pupuk P yang diberikan adalah 60.10 gm2 untuk dosi penuh dan 30.05 gm2 untuk 12 dosis. Jumlah bakteri pelarut fosfat pada pupuk hayati adalah 1.5 x 10 7 cfuml sedangkan jumlah fungi pelarut fosfat pada pupuk hayati adalah 5.0 x 10 7 cfuml. Pupuk hayati diberikan dengan cara melakukan penyemprotan pada lahan tanam yang memperoleh perlakuan pupuk hayati menggunakan sprayer lampiran . Pupuk hayati diberikan secara merata pada lahan tanam. Pupuk majemuk NPK, diberikan dengan cara menebarkan pupuk tersebut tepat di atas lahan tanam, supaya merata homogen

3.3.4. Isolasi Fungi dan Bakteri

Tanah yang berasal dari lokasi sekitar pembuangan sampah pada kedalaman 20 cm, diambil ekstraknya untuk mendapatkan isolat fungi dan bakteri. Sepuluh gram tanah dilarutkan dengan 90 ml larutan fisiologis. Kemudian dikocok dengan alat pengocok shaker selama 20 menit. Larutan tersebut kemudian diencerkan sampai diperoleh kepekatan 10 -6 untuk fungi dan 10 -7 untuk bakteri. Suspensi dari pengenceran untuk fungi yakni 10 -4 , 10 -5 , dan 10 -6 diambil 1 ml dan dituang ke cawan petri lalu ditambahkan medium pikovskaya steril. Sedangkan untuk bakteri suspensi dari pengenceran 10 -4 , 10 -5 , 10 -6 dan 10 -7 , diambil 1 ml dan dituangkan ke cawan petri dan ditambahkan medium pikovskaya cair. Kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu ruang. Koloni bakteri dan fungi yang menunjukkan zona jernih di sekelilingnya diseleksi, kemudian dipindahkan pada cawan agar pikovskaya yang baru dan dinkubasi kembali. Untuk memperoleh fungi yang benar-benar berzona jernih maka secara terus-menerus dilakukan seleksi dengan memindahkan koloni bakteri dan fungi yang tumbuh pada cawan sebelumnya ke cawan agar yang baru. Hasil pemindahan terakhir dipindahkan pada agar miring dan disimpan di lemari pendingin.

3.3.5. Pengujian Kemampuan Bakteri dan Fungi Pelarut Fosfat

3.3.5.1. Uji Kuantitatif

Isolat fungi yang diperoleh diuji kemampuannya dalam melarutkan P. Diambil 2 isolat bakteri dan 2 isolat fungi yang memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dalam melarutkan P. Isolat-isolat bakteri dan fungi pada agar miring, dipindahkan dan ditumbuhkan pada cawan petri yang berisi pikovskaya padat. Setelah diinkubasi selama 48 jam, dipindahkan ke pikovskaya cair dengan sumber trikalsium fosfat Ca 3 PO 4 2 . Kemudian diinkubasi selama 7 hari. Setelah masa inkubasi berakhir, ditetapkan P-larut dengan UV spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm. Hasil dari pengujian ini dipilih 2 isolat fungi dan 2 isolat bakteri yang baik dan siap dicobakan ke tanaman.

3.3.5.2. Uji Kualitatif

Selanjutnya dilakukan penentuan Indeks Pelarutan IP dan kecepatan tumbuh dari setiap bakteri dan fungi yang telah terseleksi. yaitu dengan menumbuhkan satu bulatan untuk masing-masing bakteri dan fungi dengan diameter tertentu pada mediua pikovskaya padat. Penentuan Indeks Pelarutan IP dan kecepatan tumbuh dilakukan terhadap 6 bakteri dan 6 fungi pelarut fosfat yang berhasil diisolasi. Indeks Pelarutan IP ditentukan dengan cara membagi diameter keseluruhan dengan diameter koloni untuk masing-masing bakteri dan fungi pelarut fosfat. Penghitungan diameter dan zona jernih terhadap bakteri dan miselium fungi ini dilakukan tiap hari yang berlangsung selama 5 hari untuk bakteri dan 4 hari untuk fungi.

3.3.5.3. Penghitungan Total Mikroorganisme Pelarut Fosfat

Sebanyak 2.5 ml untuk masing-masing biakan bakteri dan fungi yang berada pada media cair pikovskaya setelah inkubasi 4 hari dimasukkan ke dalam larutan 5 molase steril yang memiliki volume 90 ml untuk selanjutnya di inkubasi ± 3 hari. Kemudian dipipet 1 ml dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan fisiologis secara aseptik dalam serangkaian seri pengenceran sampai 10 -8 . Kemudian dilakukan penghitungan CFU Colony forming Unit. Suspensi dari pengenceran 10 -4 , 10 -5 , 10 -6 dan 10 -8 dituangkan pada cawan petri yang berisi media Nutrient Agar NA untuk pengujian CFU bakteri dan suspensi dari pengnecran 10 -4 , 10 -5 , 10 -6 dan 10 -8 dipipet 1 ml dan dituangkan ke cawan petri yang berisi media Potatos Dektrose Agar PDA untuk penghitungan CFU fungi. Selanjutnya diinkubasi selama ± 48 jam. Penghitungan total mikroorganisme pada pupuk hayati ini dilakukan untuk mengetahui jumlah populasi mikroorganisme pelarut fosfat yang terdapat pada pupuk hayati sebelum diaplikasikan ke lahan tanam.

3.3.5.4. Uji Antagonis

Isolat-isolat yang telah terpilih yang akan diinokulasikan pada carrier molases dilakukan uji antagonis. Uji antagonis ini dilakuakan untuk mengetahui karakteristik mikroorganisme pelarut fosfat terhadap satu sama lain. Uji ini dilakukan dengan cara menumbuhkan dua isolat bakteri dan dua isolat fungi serta kombinasi antara isolat bakteri dan fungi masing-masing pada satu media Pikovskaya. Selanjutnya dinkubasi selama ± 48 jam. Ilustrasi dan sususnan uji ini dilampirkan pada lampiran.

3.3.6. Penanaman dan Perawatan Krisan

Penanaman bunga krisan dilakukan di rumah plastik. Bibit bunga krisan diperoleh dari agen yang menjual bibit bunga krisan. Bunga krisan ditanam di atas bedengan ukuran 1x1 m untuk setiap plot perlakuan. Jarak tanam bunga krisan adalah 12.5x12.5 cm. perawatan meliputi penyiraman bunga krisan, pemberian cahaya lampu pada malam hari, pengendalian hama, dan pembuangan gulma pada lahan tanam krisan, pembuangan daun yang berada pada bagian bawah 13 tinggi tanaman dan pembuangan pucuk apikal.

3.3.7. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok faktor tunggal pemupukan dengan 6 taraf perlakuan yakni 0 ml pupuk hayati + 0 P, 0 ml pupuk hayati + 50 P, 0 ml pupuk hayati + 100 P, 50 ml pupuk hayati + 0 P, 50 ml pupuk hayati + 50 P, dan 50 ml pupuk hayati + 100 P. Persentase 0, 50, 100 pupuk P yang di berikan berdasarkan pada dosis rekomendasi perkebunan krisan “Pondok Adi Nursery”, yakni dosis 100 setara dengan 60.10 gm 2 , 50 P setara dengan 30.05 gm 2 , dan 0 P setara dengan 0 gm 2 . Masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak lima ulangan. Setiap ulangan berupa satu petak tanam seluas 1 m 2 dengan jumnlah tanaman 80-90 tanaman. Dengan demikian terdapat 30 petak perlakuan dengan total kesekluruhan jumlah tanaman 2400-2700 tanaman. Petak perlakuan ditunjukkan oleh gambar Gambar 4 Petak perlakuan 5 1 m 1 m 4 1 2 3 Keterangan : P0D0 : 0 ml pupuk hayati + 0 P P0D1 : 0 ml pupuk hayati + 50 P P0D2 : 0 ml pupuk hayati + 100 P P1D0 : 50 ml pupuk hayati + 0 P P1D1 : 50 ml pupuk hayati + 50 P P1D2 : 50 ml pupuk hayati + 100 P : Ulangan 1 - 5 1 - 5

3.3.8. Parameter Pengamatan

Parameter dan tata cara pengamatan terhadap bunga krisan mengacu pada Standar Nasional Indonesia SNI 01 – 4478 – 1998 tentang bunga krisan potong segar. Parameter pengamatan terhadap bunga krisan meliputi tinggi tanaman, diameter tangkai, jumlah daun, warna daun, jumlah bakal bunga, diameter bunga setengah mekar per tangkai, dan jumlah kuntum bunga setengah mekar per tangkai.

3.3.8.1. Tinggi Tanaman

Tinggi Tanaman diukur pada dua fase, fase I yaitu pada fase pertumbuhan vegetatif yang dilakukan sebanyak 8 kali, yaitu dari 1 MST hingga 8 MST, fase II adalah fase akhir generatif Panen. Tinggi tanaman diukur 1 cm dari leher akar hingga sampai titik tumbuh tertinggi pada pucuk batang. Setiap ulangan diamati 5 tanaman contoh untuk pengamatan tinggi vegetatif dan 10 contoh tanaman untuk pengematan tinggi akhir.

3.3.8.2. Diameter Tangkai

Diameter tangkai diukur saat setelah panen 15-17 MST dengan menggunakan jangka sorong ketelitian 0.1 mm. Pengukuran diameter tangkai dilakukan terhadap 5 contoh tanaman hasil panen yang dipilih secara acak pada masing-masing perlakuan

3.3.8.3. Jumlah Daun

Jumlah daun dihitung sebanyak 8 kali yaitu dari 1 MST hingga 8 MST yang merupakan fase vegetatif dari pertumbuhan tanaman. Penghitungan jumlah daun dilakukan terhadap 5 tanaman contoh pada setiap perlakuan.

3.3.8.4. Warna Daun

Warna daun diamati sebanyak 8 kali yaitu dari 1 MST hingga 8 MST yang merupakan fase pertumbuhan vegetatif tanaman. Warna daun diamati secara visual Kehijauan daun yang diamati selanjutnya disesuaikan dengan kertas color chart yang memiliki gradasi warna hijau meliputi kurang hijau 1, cukup hijau 2, Hijau 3, lebih hijau 4, dan sangat hijau 5. Pengamatan warna daun dilakukan terhadap 5 tanaman contoh pada setiap perlakuan.

3.3.8.5. Jumlah Bakal Bunga

Jumlah bakal bunga ditetapkan sebanyak tiga kali yaitu dari 10 MST hingga 12 MST yang merupakan fase generatif dari perkembangan tanaman. Penetapan dilakukan secara visual dengan menghitung jumlah bakal bunga yang mincul. Penghitungan jumlah bakal bunga dilakukan dengan menghitung bakal bunga yang terdapat dari pangkal tanaman hingga pucuk tanaman. Penghitungan jumlah bakal bunga dilakukan terhadap 5 tanaman contoh pada setiap perlakuan.

3.3.8.6. Diameter Bunga Setengah Mekar Per Tangkai

Bunga setengah mekar adalah mahkota bunga yang memiliki sudut 45 terhadap garis vertikal Jumlah bunga setengah mekar ditetapkan setelah panen dilakukan. Penetapan menggunakan mistar dengan ketelitian 1 mm. Pengukuran diameter bunga setengah mekar dilakukan terhadap 5 contoh tanaman hasil panen yang dipilih secara acak pada masing-masing perlakuan.

3.3.8.7. Jumlah Kuntum Bunga Setengah Mekar Per Tangkai

Jumlah kuntum bunga setengah mekar ditetapkan setelah panen dilakukan. Penetapan dilakuaknsecara visual dan menghitung. Penghitungan jumlah bakal bunga dilakukan terhadap 5 contoh tanaman hasil panen yang dipilih secara acak pada masing-masing perlakuan.

3.3.9. Kualitas Bunga

Kualitas bunga meliputi pengamatan terhadap bobot basah, tinggi tanaman akhir dan grade bunga, serta jumlah tangkai bunga per tahap panen. Parameter untuk penetapan grade bunga meliputi tinggi tanaman akhir, diameter tangkai bunga, diameter bunga setengah mekar, dan jumlah kuntum bunga setengah mekar.

3.3.10. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan software statistik yaitu SAS Statistical Analysis Sitem. Analisis sidik ragam dengan metode ANOVA dilakukan untuk menguji pengaruh perlakuan terhadap respon yang diamati. Beda nyata antar perlakuan diuji kembali dengan metode Duncan pada selang kepercayaan 95. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Seleksi Isolat

Sebanyak 21 isolat bakteri dan 8 fungi pelarut fosfat hasil isolasi selanjutnya dimurnikan lagi dan dipilih berdasarkan pengamatan secara visual terhadap lebar zona jernih, sehingga diperoleh enam isolat bakteri pelarut fosfat dan enam fungi pelarut fosfat., selanjutnya diuji kuantitatif untuk mengetahui kemampuan pelarutan dari bakteri dan fungi terhadap fosfat dengan sumber P dari Ca 3 PO 4 2 terhadap masing-masing isolat. Masing-masing dari 6 bakteri dan 6 fungi tersebut beserta P-tersedia hasil pelarutan oleh masing-masing bakteri dan fungi tersaji pada Tabel 1. Tabel 1 Pengaruh isolat bakteri dan fungi pelarut fosfat terhadap ketersediaan P pada media Pikovskaya cair. Bakteri Fungi Kode Isolat P-tersedia ppm Kode Isolat P-tersedia ppm B6B 74.24 A25F 775.00 B16B 74.24 A49F 668.94 A25B 275.00 B40F 642.42 B25B 305.30 B4F 642.42 A8B 221.97 B39F 676.52 B1B 301.52 B26F 748.48 Berdasarkan data tabel 1 dapat diketahui bahwa bakteri yang memiliki daya larut P paling tinggi adalah B25B dengan P-larut 305.30 ppm P. Sedangkan fungi yang memiliki daya larut P paling tinggi adalah A25F dengan P-larut 775.00 ppm P. Hasil tersebut menunjukkan bahwa daya larut fungi terhadap P dengan sumber Ca 3 PO 4 2 yang berada pada media pikovskaya cair lebih tinggi daripada daya larut bakteri pelarut fosfat pada media yang sama. Bakteri yang memiliki daya larut P paling rendah terdapat pada isolat B6B dan B16B dengan nilai P larut masing-masing 74.24 ppm P. Sedangkan fungi yang memiliki daya larut P paling rendah adalah isolat B40F dan B4F dengan P-larut masing-masing 642.42 ppm P. Perbedaan kemampuan bakteri dan fungi dalam pelarutan P disebabkan masing-masing bakteri dan fungi menghasilkan asam organik yang berbeda-beda baik jenis maupun jumlah, sehingga mempengaruhi jumlah P yang dilarutkan. Berdasarkan Hasil uji kuantitatif, dipilih 2 isolat bakteri dan 2 isolat fungi yang memiliki daya larut P tinggi untuk dinokulasikan pada carrier molases 5 yang akan dijadikan pupuk hayati. A B Gambar 5 Uji kualitatif bakteri pelarut fosfat A Isolat A8B B Isolat B1B Selanjutnya untuk mengetahui hubungan pertumbuhan dengan daya larut P dari 6 bakteri dan 6 fungi yang terpilih, dilakukan uji kualitatif. Uji kualitatif ini juga bertujuan untuk mengetahui indeks pelarutan dari masing-masing bakteri dan fungi. Pertumbuhan bakteri dan fungi yang ditunjukkan oleh data diameter koloni bakteri dan fungi yang tersaji pada Tabel 2 dan Tabel 3, ternyata daya larut P yang Tabel 2 Diameter koloni bakteri pelarut P dalam inkubasi selama 5 hari Kode Isolat Waktu Inkubasi hari Akumulasi Pertambahan Diameter 0 1 2 3 4 5 -----------------------mm------------------------- B6B 3.13 3.63 5.63 5.81 6.38 6.69 3.56 B16B 4.00 4.75 4.94 5.38 5.94 7.31 3.31 A25B 4.00 4.88 5.00 5.00 5.00 5.25 1.25 B25B 4.63 5.63 5.88 5.94 7.06 7.06 2.44 A8B 5.00 5.00 5.00 5.00 5.25 5.50 0.50 B1B 6.00 7.38 8.25 8.44 9.88 10.13 4.13 tinggi tidak dikuti oleh pertumbuhan yang tinggi. Hal ini menunjukkan tidak hubungan antara daya larut P dan pertumbuhan bakteri dan fungi. Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa pertumbuhan bakteri paling tinggi terdapat pada isolat B1B, dengan nilai akumulasi pertambahan diameter tubuh sebesar 4.13, sedangkan pertumbuhan bakteri paling rendah terdapat pada isolat A8B dengan nilai akumulasi pertambahan diameter tubuh sebesar 0.50. Pertumbuhan isolat B1B meningkat pada 1 hari inkubasi dan relatif tetap pada hari kedua dan ketiga inkubasi, serta mengalami peningkatan pada hari keempat dan kelima inkubasi. Sedangkan isolat A8B tidak menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dari hari pertama hingga hari terakhir inkubasi. Isolat A25B menunjukkan peningkatan pertumbuhan pada hari kesatu inkubasi dan tidak menunjukkan pertumbuhan yang kontras pada hari kedua hingga hari kelima inkubasi. Hal ini menunjukkan bahwa isolat A25B mengalami pertumbuhan yang cepat pada hari kesatu inkubasi dan pertumbuhan yang cukup stabil pada hari kedua hingga kelima inkubasi. Pertumbuhan fungi paling tinggi terdapat pada isolat B4F, dengan nilai akumulasi pertambahan diameter miselium sebesar 82.50, sedangkan pertumbuhan fungi paling rendah terdapat pada isolat B40F dengan nilai akumulasi pertambahan diameter miselium sebesar 62.38. Dibandingkan dengan pertumbuhan bakteri pelarut fosfat, fungi pelarut fosfat memiliki pertumbuhan yang lebih cepat. Hal ini dikarenakan sifat genetik dan morfologi tubuh fungi Tabel 3 Diameter miselium fungi pelarut P dalam inkubasi selama 4 hari Kode Isolat Waktu Inkubasi hari Akumulasi Pertambahan Diameter 0 1 2 3 4 --------------------------mm------------------------- A25F 1.38 18.25 45.38 63.63 76.88 75.50 A49F 1.75 22.38 46.63 61.25 72.75 71.00 B40F 5.63 33.25 49.75 62.25 68.00 62.38 B4F 0.50 20.25 39.13 74.88 83.00 82.50 B39F 3.00 9.88 30.63 60.13 83.38 80.38 B26F 2.00 25.00 42.13 62.50 70.00 68.00 Pada inkubasi hari kedua, isolat B40F menunjukkan pertumbuhan tercepat dibandingkan dengan isolat lainnya. Sedangkan inkubasi hari keempat menunjukkan pertumbuhan tercepat pada isolat B4F dari isolat lainnya dibandingkan inkubasi hari ketiga. Indeks pelarutan IP bakteri dan pelarut fosfat ditunjukkan di Tabel 2. Indeks Pelarutan IP fosfat merupakan perbandingan antara diameter zona jernih dengan diameter koloni bakteri atau fungi dan merupakan salah satu uji yang dilakukan untuk menetapkan isolat yang akan dijadikan pupuk hayati. Berdasarkan IP fosfat oleh bakteri yang tersaji pada tabel 4, nilai IP tertinggi bernilai 2.82 terdapat pada isolat A25B, sedangkan nilai IP terendah bernilai 1.11 terdapat pada isolat B6B. Gambar 7 Ilustrasi penetapan Indeks pelarutan IP fosfat a diameter koloni, b diameter zona bening Indeks pelarutan IP fungi pelarut fosfat ditunjukkan di Tabel 4. Nilai IP tertinggi bernilai 1.10 terdapat pada isolat B39F, sedangkan nilai IP terendah bernilai 1.02 terdapat pada isolat A49F dan B40F. Berdasarkan perbandingan Indeks Pelarutan IP fosfat oleh bakteri dan fungi, menunjukkan bahwa bakteri Tabel 4 Indeks Pelarutan IP fungi pelarut P dalam inkubasi selama 4 hari Bakteri Fungi Kode Isolat IP Kode Isolat IP B6B 1.11 A25F 1.05 B16B 1.48 A49F 1.02 A25B 2.82 B40F 1.02 B25B 1.60 B4F 1.05 A8B 2.60 B39F 1.10 B1B 1.64 B26F 1.03 memiliki IP yang lebih besar dari pada IP fungi. Hasil yang diperoleh dari uji kuantitatif, kualitatif nilai Indeks Pelarutan IP fosfat ternyata tidak menunjukkan korelasi yang positif. A B Gambar 8 Uji kualitatif untuk penetapan Indeks Pelarutan IP fosfat: A Isolat A25B inkubasi hari ke-5 B Isolat B39F inkubasi hari ke-4 b a Hasil uji kualitatif dan nilai Indeks PelarutanIP digunakan sebagai data pendukung apabila terdapat nilai yang sama pada uji kuantitatif dalam penetapan isolat yang akan dijadikan pupuk hayati Berdasarkan hasil uji kuantitatif pada Tabel 1, maka diperoleh dua isolat bakteri dan dua isolat fungi yang memiliki daya larut P tinggi. Kedua isolat bakteri dan fungi tersebut adalah B1B, B25B untuk isolat bakteri dan A25F, B26F untuk isolat fungi. Selanjutnya bakteri dan fungi terpilih tersebut melewati uji selanjutnya, yakni uji antagonis. Uji antagonis bertujuan untuk menentukan sifat kompatibel antara mikroorganisme yang akan dijadikan pupuk hayati. Hasil uji antagonis menunjukkan antara bakteri dan fungi satu sama lain tidak saling berlawananan non-antagonis. Artinya, bakteri dan fungi dapat saling hidup dalam satu carrier molases 5, sehingga dapat diinokulasikan secara bersamaan ke dalam carrier tersebut. Hasil uji antagonis tersaji pada tabel 5. Tabel 5 Hasil uji antagonis mikroorganisme pelarut fosfat. No Kode Uji Isolat Antagonis Non-Antagonis 1 B1B X B25B - + 2 A25F X B26F - + 3 B1B X A25F - + 4 B1B X B26F - + 5 B25B X A25F - + 6 B25B X B26 F - + Hasil uji total mikrob tersaji pada tabel 6. Hasil uji total mikrob pada pupuk hayati menunjukkan bahwa pupuk hayati mengandung bakteri pelarut fosfat dengan jumlah 1.5 x 10

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Dua Kombinasi Pupuk dan Perlakuan Pembuangan Pucuk Terhadap Pertumbuhan Tanaman Krisan (Chrysanthemum morifolium sp)

0 15 69

PENGARUH IMBANGAN PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK N, P DAN K TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI MERAH (Capsicum annum L.) DI TANAH REGOSOL

0 2 11

PENGARUH IMBANGAN PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK N, P DAN K TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI MERAH (Capsicum annum L.) DI TANAH REGOSOL

3 20 92

Aplikasi Pupuk SP-36 dan Pupuk Kandang Sapi terhadap Ketersediaan dan Serapan Fosfor serta Pertumbuhan Tanaman Jagung pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala

0 7 63

Aplikasi Pupuk SP-36 dan Pupuk Kandang Sapi terhadap Ketersediaan dan Serapan Fosfor serta Pertumbuhan Tanaman Jagung pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala

0 2 10

Aplikasi Pupuk SP-36 dan Pupuk Kandang Sapi terhadap Ketersediaan dan Serapan Fosfor serta Pertumbuhan Tanaman Jagung pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala

0 0 2

Aplikasi Pupuk SP-36 dan Pupuk Kandang Sapi terhadap Ketersediaan dan Serapan Fosfor serta Pertumbuhan Tanaman Jagung pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala

0 0 3

Aplikasi Pupuk SP-36 dan Pupuk Kandang Sapi terhadap Ketersediaan dan Serapan Fosfor serta Pertumbuhan Tanaman Jagung pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala

0 0 8

Aplikasi Pupuk SP-36 dan Pupuk Kandang Sapi terhadap Ketersediaan dan Serapan Fosfor serta Pertumbuhan Tanaman Jagung pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala

0 0 2

Aplikasi Pupuk SP-36 dan Pupuk Kandang Sapi terhadap Ketersediaan dan Serapan Fosfor serta Pertumbuhan Tanaman Jagung pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala

0 0 16