Jumlah industri obat tradisional di Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada tahun 1997 baru 449 industri yang terdiri dari 429 industri kecil obat
tradisional IKOT dan 20 industri obat tradisional IOT, sepuluh tahun kemudian tepatnya pada tahun 2008 telah menjadi 1166 industri terdiri dari 1037
IKOT dan 129 IOT Balittro 2010. Dengan meningkatnya jumlah industri dan produksi obat tradisional secara langsung meningkatkan penggunaan bahan baku
tumbuhan obat.
2.5.3. Masyarakat praktisi obat tradisional
Praktisi obat tradisional atau pengobat tradisional merupakan ujung tombak untuk masyarakat di sekitarnya yang sangat berpengaruh dalam menghadapi
berbagai masalah kesehatan. Pengobat tradisional seperti tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1076 2003 dikelompokkan menjadi empat
yaitu 1 kelompok pengobat tradisional ramuan, 2 pengobat tradisional keterampilan, 3 pengobat tradisional supranatural, dan 4 pengobat tradisional
berdasar pada kaidah agama Pudjiastuti 2009. Pengobat tradisional di Indonesia sering diidentikkan dengan dukun. Pada
umumnya mereka berpendirian bahwa ilmu pengobatan yang suci ini sekali-kali tidak boleh diumumkan kepada khalayak ramai, sehingga belum pernah disiarkan
karangan tentang pengetahuan mereka yang memenuhi syarat ilmiah Sastroamidjojo 1997. Pada kenyataannya di Indonesia dukun memegang peran
penting dalam penanganan kesehatan pertama di berbagai wilayah pedesaan Padua et al. 1999.
2.5.4. Masyarakat peneliti
Selain pengobat tradisional secara formal saat ini sudah ada beberapa rumah sakit di Indonesia yang sudah menggunakan herbal sebagai pengobatan. Beberapa
rumah sakit itu adalah RS Persahabatan Jakarta, Pusat Kanker Nasional Dharmais Jakarta, RS Sardjito Yogyakarta, RS Karyadi Semarang, RS Hasan Sadikin
Bandung, RS Dr Sutomo Surabaya, RS Syaiful Anwar Malang, RSAL Mintohardjo Jakarta, RS Pirngadi Medan, RS Kandou Manado, RS Sanglah Bali,
RS Holistic Tourism Hospital Purwakarta dan RS Wahidin Sudirohusodo
Makassar. Obat tradisional dari tumbuhan mulai mendapat perhatian yang layak dari dunia penelitian kedokteran sejak masuknya bala tentara Jepang ke Indonesia
yang menyebabkan persediaan obat menipis Sastroamidjojo 1997. Penelitian tumbuhan obat telah berlangsung di Indonesia lebih dari 50
tahun. Penelitian ditekankan pada sample koleksi, inventarisasi, etnobotani, bioteknologi, agronomi, kandungan kimia, skrining farmakologi dan toksikologi,
standardisasi produksi, formulasi dan konservasi Padua et al. 1999. Upaya pendekatan penyelamatan sumberdaya genetika tumbuhan melalui
pola kolaboratif dan partisipatif merupakan alternatif untuk menjawab tantangan konservasi. Semua ini tentu saja didasarkan pada asumsi bahwa masyarakat
memiliki kepentingan dan keterkaitan dengan sumberdaya alam di sekitarnya. Di sisi lain, masyarakat cenderung akan mau memberikan komitmen jangka panjang
dalam upaya konservasi sumberdaya genetika tumbuhan di Indonesia. Komitmen itu tidak saja muncul tanpa adanya kepastian akses manfaat dan akses kepada
proses pengambilan kebijakan dalam upaya penyelamatan tumbuhan pada tataran teknislapangan Wirasena 2010. Peneliti dari berbagai disiplin ilmu sangat
diperlukan untuk menjembatani upaya konservasi tumbuhan obat dengan komitmen masyarakat. Di samping penelitian botani, penelitian biokimia harus
dilakukan untuk mengatasi potensi kegunaan tumbuhan. KRB dengan hasil eksplorasinya yang kaya dapat menyumbangkan material dengan identitas
ilmiahnya serta lokasi dimana material tersebut berada Suhirman 1999.
3. METODOLOGI