42
acara. Ini merupakan ritus konstitutif yang menunjukkan keadaan hubungan seseorang dalam kelompoknya.
f. Seijin Shiki
Seijin shiki merupakan upacara kedewasaan, dan meninggalkan masa kanak-kanak. Seijin shiki dilakukan untuk orang-orang yang telah genap berusia
20 tahun. Kebiasaan ini dimulai pada tanggal 22 November 1946 di Siatama. Kemudian Hukum Jepang menetapkan ritus kedewasaan ini menjadi acara
nasional. Dan dirayakan setiap tanggal 15 Januari. Pada perayaan seijin shiki, biasanya laki-laki berpakaian ala barat, dan
wanita memakai pakaian tradisional Jepang kimono. Ini adalah suatu sikap dan kebiasaan yang perlu ditiru. Terlihat jelas kebanggaan generasi muda Jepang
dengan budaya tradisionalnya melalui perayaan seijin shiki ini. Mereka tidak malu dan canggung menggunakan pakaian tradisional mereka.
Dulunya upacara orang dewasa adalah genpuku. Genpuku diambil dari dinasti Tang, dan tercatat sudah dilaksanakan di zaman Nara. Genpukutercatat
dilaksanakan sejak zaman Nara sampai zaman Heian oleh keluarga Tenno dan bangsawan. Pada waktu itu pria dan wanita melaksanakan upacara genpuku. Anak
laki-laki dari umur 13 tahun sampai 16 tahun, anak perempuan umur 12 tahun sampai 16 tahun melaksanakannya. Laki-laki maupun perempuan pada saat
upacara tersebut mulai menata rambutnya dalam tatanan dewasa. Sejak saat itu memasuki zaman Samurai, kata genpuku hanya menunjukkan laki-laki. Kemudian
pada keluarga samurai pada saat genpuku, membuang nama kecil dan mengenakan nama militer dewasa. Pada permulaan zaman samurai, pada saat
genpuku, bangsawan yang menggunakan topi pakaian resmi pada bangsawan
43
kanmuri, ada kekhususan bagi bushi pada umumnya yang menggunakan topi pada bangsawan dan samurai ebashi, sejak zaman Muromachi mencukur rambut
depan menjadi populer di antara para bushi, hasilnya rambut depan menjadi tanda genpuku. Pada zaman Edo, bentuk rambut ini juga terkenal di antara para petani
dan pedagang dan menjadi zaman jambul. “Kokumin no iwaijitsu ni kansuru houritsu” menetapkan bahwa hari
pendewasaan adalah tanggal 15 Januari ditetapkan sebagai Seijin no hi. Melalui seijin shiki ini seseorang berhak memilih dalam pemilihan umum. Kemudian usia
20 tahun menjadi sangat perlu karena telah menjadi batas yang jelas untuk dewasa secara hukum. Orang yang berusia di bawah 20 tahun, tidak diberikan izin
mengemudi, tidak boleh menikah, dan tidak boleh bekerja. Seijin shiki dilakukan untuk memberitahukan kepada masyarakat bahwa
seseorang telah dewasa karena telah genap berusia 20 tahun. Batas kedewasaan di usia 20 tahun ini menjadi kesepakatan dalam masyarakat Jepang dan menjadi
ketetapan dalam hukum Jepang. Orang yang melakukan ritus ini keluar dari kelompok anak-anak dan memasuki kelompok dewasa. Dan telah mendapatkan
hak dan kewajiban sebagai orang dewasa. Berhak mengeluarkan pendapat, memilih dan dipilih, tetapi kewajibannya pun telah diterimanya begitu ia berusia
20 tahun. Orang yang telah berusia 20 tahun diharapkan bersikap mandiri. Ritus ini adalah ritus yang terus dilaksanakan setiap tahunnya. Karena itu, setiap orang
yang telah genap berusia 20 tahun wajib melakukannya. Seijin shiki merupakan ritus konstitutif yang menunjukkan status dewasa
bagi pelaku ritus ini. Ritus ini dilaksanakan dengan tahap meninggalkan status anak-anak dan berpisah dari kelompok anak-anak, kemudian beralih ke tahap
44
mendapatkan prosedur-prosedur perubahan, berubah cara berpikir, perlakuan hukum, bersikap, dan akhirnya bergabung dengan kelompok dewasa.
3.1.2 Ritus-Ritus Perkawinan
Dulunya, upacara pernikahan biasanya dilaksanakan di rumah, tapi sekarang, banyak orang yang menggunakan gedung khusus untuk resepsi
pernikahan dan hotel. Pesta pernikahan orang Jepang biasa diadakan di awal dan akhir musim panas, sekitar bulan Juni dan Oktober. Pada bulan-bulan tersebut
suhu udara tidak terlalu panas dan dingin, paling nyaman dalam setahun. Selain musim, tanggal pernikahan juga ditentukan oleh penanggalan
Jepang. Seperti kalender Jawa yang memiliki siklus Wetonan untuk tiap hari dalam seminggu, yaitu Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon, kalender mingguan
Jepang ditandai dengan siklus Rokuyou, Senshou, Tomobiki, Senbu, Butsumetsu, Taian dan Shakkou. Masing-masing menunjukkan kadar keberuntungan hari
tersebut. Pesta pernikahan biasa diadakan pada hari Taian, dimana satu hari penuh dipercaya membawa keberuntungan. Oleh karena itu di Jepang banyak pesta
pernikahan diadakan pada hari Taian di musim panas. Pertunangan dan acara pernikahan selang waktunya biasanya 9 bulan.
Pernikahan ada yang dilaksanakan secara Shinto, Kristen dan Budha. Pernikahan secara Shinto menjadi pernikahan secara Kristen dimulai sejak Meiji tahun 33
1990. Pada pernikahan Shinto, pengantin, comblang perantara perjodohan,
keluarga, sanak saudara duduk berbaris. Setelah pemimpin agama Shinto membacakan doa di hadapan dewa, pasangan pengantin mengucapkan sumpah
45
pernikahan di hadapan dewa. Setelah itu pengantin melakukan sansankudo atau bertukar cawan pengantin bersulang. Mempelai pria, mempelai wanita dan orang
tua mempelai pria bertukar cawan kecil sebanyak 3 kali yang dibawakan oleh seorang biarawati. Kemudian giliran mempelai wanita, mempelai pria dan orang
tua mempelai wanita bertukar cawan yang berukuran sedang, cawan yang paling besar adalah giliran mempelai pria, mempelai wanita dan mempelai pria saling
bertukar dan segera meminum arak suci. Setelah itu keduanya telah menjadi suami istri. Kemudian kedua mempelai bersulang sake yang menandakan kedua
keluarga telah bersatu. Setelah upacara pernikahan selesai, dilanjutkan dengan pesta resepsi
pernikahan. Resepsi pernikahan disebut juga kekkon hiroen. Resepsi selain dilaksanakan di gedung khusus upacara pernikahan, ada juga yang melaksanakan
resepsi pernikahan di hotel. Resepsi pernikahan biasanya dihadiri 50 orang. Orang Jepang dalam memilih tamu yang akan diundang untuk menghadiri pesta
pernikahannya sangat hati-hati dan memilih-milih. Biasanya yang diundang hanya kerabat amat dekat dan beberapa orang saja dari petinggi di tempat kerja, jarang
sekali mengundang teman, bahkan teman akrab sekalipun sering tidak termasuk nominasi undangan. Pernikahan di Jepang sudah dibilang besar kalau dihadiri
seratus orang. Undangan harus disebar jauh-jauh hari sebelum hari pernikahan, bisa
sampai sebulan sebelum hari H, karena tuan rumah menanti “balasan” undangan, apakah sipenerima undangan benar-benar dapat menghadiri acara atau tidak bisa
hadir. Sekaligus mencantumkan siapa yang akan hadir kalau bisa hadir pada upacara pernikahan nanti.
46
Hal ini dimaksudkan agar tuan rumah tidak salah menyediakan jumlah kursi yang akan disiapkan pada hari H, dimana kursi-kursi tersebut dicantumkan
nama-nama para undangan yang telah menyatakan siap hadir. Karena biasanya pesta pernikahan di Jepang biayanya sangat mahal, bisa menghabiskan 50.000 yen
perorang tamu. Resepsi pernikahan dimulai dengan pidato dari comblang, ucapan
selamat dari tamu kehormatan, setelah bersulang kanpai, kemudian memotong kue pernikahan. Dilanjutkan dengan memakan hidangan, tetapi selagi makan ada
teman yang memberikan pidato pendek. Di tengah resepsi, pasangan pengantin bisa meninggalkan resepsi. Ini disebut oironaoshi atau mengganti pakaian
pengantin selagi resepsi. Akhirnya keluarga memberikan ucapan terima kasih perayaan dan menyatakan bahwa upacara pernikahan berakhir kepada para
undangan. Para undangan pulang dengan membawa cindera mata hikidemono Itami, 1969:18.
Pelaksanaan ritus pernikahan kekkonshiki ini bertujuan menunjukkan perubahan status seseorang dari status lajang menjadi seorang yang telah
berkeluarga. Karena itu ritus ini termasuk ritus konstitutif. Kekkonshiki merupakan ritus penerimaan yang dilakukan dalam 3 tahap. Yaitu pemisahan dari
status dan kelompok lajang, beralih menjadi orang yang telah menikah dan mengalami perubahan dalam perlakuan sosial sekaligus bergabung ke dalam
kelompok orang yang telah menikah. Secara tidak langsung pasangan yang melakukan ritus ini mendapatkan
hak dan kewajiban secara adat maupun secara hukum. Misalnya, hak untuk tinggal serumah, memiliki dan merawat anak, memiliki harta bersama, dan
47
kewajiban untuk saling menjaga dan melindungi, meskipun nyatanya dalam lingkungan bangsa Jepang hal-hal seperti ini tidak mendapat kontrol dari
lingkungan, tapi hal ini diatur dan terlihat jelas dalam hukum. Ada juga hak dan kewajiban pasangan yang telah menikah tersebut dalam keluarga besarnya.
Pasangan tersebut mendapatkan peran baru dalam keluarga besarnya juga. Misalnya, sebagai wanita yang telah menikah tersebut, menikah dengan anak
pertama dalam suatu keluarga maka, ia akan menjadi menantu sulung yang berperan sebagai pengganti ibu mertuanya jika ibu mertuanya itu telah meninggal
atau tidak bisa melakukan tugasnya. Setelah menjalani banyak hal dalam perkembangan hidupnya, di masa
tua, orang Jepang pun masih tetap melakukan beberapa ritus. Ritus ini dapat dikatakan ritus ulang tahun. Namun, perayaan ulang tahun tersebut dirayakan
pada ulang tahun tertentu saja yang dianggap usia paling rawan dan usia yang sangat lanjut. Yaitu pada usia 61 tahun melakukan perayaan kanreki 還暦, usia
70 merayakan koreki 古希, usia 77 tahun disebut perayaan kiju 喜寿, usia 80 tahun merayakan sanju 傘寿, usia 88 tahun merayakan beiju iwai 米寿, usia
90 tahun merayakan sotsuju 卒儒, dan usia 99 tahun disebut dengan perayaan hakuju 白寿. Berikut ini penjelasan beberapa ritus di usia lanjut.
a. Kanreki Iwai