Analisis Perbandingan ANALISIS PERBANDINGAN KONSEP DAUR HIDUP PADA

78

3.3 Analisis Perbandingan

Pada masyarakat Jepang dan Batak Toba terdapat persamaan konsep pemikiran bahwa anak adalah sebuah sukacita dalam keluarga, dan orangtuanya akan mempersiapkan yang terbaik buat masa depannya kelak. Namun ada beberapa perbedaan dalam sikap dan cara perilaku Orangtua masyarakat Jepang dan masyarakat Batak Toba dalam proses pendewasaan anak tersebut. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan unsur budaya dan agama dalam kedua masyarakat tersebut. Seorang anak dalam keluarga masyarakat Jepang dianggap belum dewasa sampai ia berumur 20 tahun, dan setelah mencapai usia 20 tahun maka hak dan kewajibannya sebagai orang dewasa telah diakui. Pada tahap ini mereka telah berhak mengeluarkan pendapat, memilih dan dipilih, tetapi kewajibannya pun telah diterimanya begitu ia berusia 20 tahun. Dalam keluarga masyarakat Batak Toba seorang anak telah diakui dewasa setelah ia menjalani ritus yang disebut mangalontik ipon pada zaman animisme atau sidi setelah beragama kristen, telah mendapat hak untuk menikah dan membentuk keluarga. Usia bukan menjadi tolak ukur kedewasaan dalam konsep pemikiran masyarakat Batak Toba. Dalam perkawinan masyarakat Jepang dan Batak Toba ada persamaan yaitu pelaksanaannya yang dahulunya diadakan di rumah namun sekarang sudah beralih ke gedung khusus resepsi pernikahan dan hotel. Pernikahan masyarakat Jepang dan Batak Toba merupakan penyatuan dari kedua keluarga mempelai tersebut. 79 Perbedaan dalam perkawinan masyarakat Jepang dan masyarakat Batak Toba yaitu, dalam hal tamu undangan resepsi. Tamu yang hadir dalam undangan resepsi perkawinan masyarakat Jepang hanyalah orang-orang tertentu saja, bahkan teman akrab sekalipun sering tidak termasuk dalam nominasi undangan. Pernikahan di Jepang sudah dibilang besar kalau dihadiri seratus orang. Sedangkan dalam perkawinan masyarakat Batak Toba undangan yang hadir meliputi kerabat dekat, saudara maupun rekan kerja dan pada umumnya tidak terlalu membatasi jumlah undangan yang hadir. Sering terjadi dalam resepsi perkawinan Batak Toba, undangan yang hadir jumlahnya melebihi undangan yang dibagikan. Pada masyarakat Jepang, usia adalah tolak ukur dalam kebahagian keluarga. Semakin panjang usia seseorang maka dia telah dianggap sebagai orang yang berbahagia, lain halnya dengan masyarakat Batak Toba, yang menjadi tolak ukur kebahagian adalah keturunannya. Semakin banyak keturunannya dan kemudian keturunan-keturunannya tersebut juga telah menikah maka orang tersebut akan dikatakan telah memiliki hagabeon. Dalam pelaksanaan upacara kematian masyarakat Jepang, dilakukan secara bertahap, tidak dibedakan antara anak-anak dengan orang dewasa. Sedangkan pada masyarakat Batak Toba, upacara adat secara bertahap dilakukan hanya pada orang yang telah meninggal sari matua atau saur matua. Saat jenazah disemayamkan di rumah duka, masyarakat jepang melakukan tsuya berjaga sepanjang malam tujuannya untuk menghabiskan waktu terakhir kalinya bersama almarhum sambil mendoakannya dengan 80 dibimbing seorang pendeta. Sama halnya dengan masyarakat Batak Toba, keluarga juga menghabiskan waktu semalaman untuk mengenang almarhum sambil mendoakannya. Saat menghadiri ritual kematian ini masyarakat Jepang dan Batak Toba menggunakan pakaian berwarna hitam sebagai tanda berkabung. Dalam meningkatkan status roh seseorang agar mencapai tingkat yang lebih tinggi, dalam masyarakat Jepang dilakukan upacara-upacara penyembahan yang keseluruhannya dilakukan oleh keturunannya yang masih hidup. Upacara- upacara yang dilakukan adalah : Zotoumembuat stupa, Shakei penyembahan gambar orang meninggal, Dokukei pembacaan kitab sutra bagi orang yang telah meninggal. Sedangkan bagi masyarakat Batak Toba yang dilakukan adalah : upacara kematian penguburan jenazah, mangongkal holi penggalian tulang- belulang ke Tambak. 81

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN