70
tempat dan kemudian mengucapkan “horas” sebanyak 3 kali. Kegiatan margondang selanjutnya diisi oleh pihak hasuhutan yang meminta gondang
Mangaliat, yang selanjutnya juga diikuti oleh pihak dongan sabutuha, pihak boru, hula-hula secara bergantian kepada pargonsi.
Pada saat setiap kelompok Dalihan Na Tolu menari, ada juga yang mengadakan pembagian jambar, dengan memberikan sepotong daging yang
diletakkan dalam sebuah piring dan diberikan kepada siapa yang berkepentingan. Sementara diadakan pembagian jambar, kegiatan margondang terus berlanjut.
Setelah semuanya selesai menari, maka acara diserahkan kepada pengurus gereja, karena merekalah yang akan menutup upacara ini. Lalu semua unsur Dalihan Na
Tolu mengelilingi peti mayat yang tertutup. Kemudian peti mayat dipakukan dan siap untuk dibawa ke tempat penguburannya yang terakhir yang telah
dipersiapkan sebelumnya.
c. Penghormatan Leluhur
Penghormatan terhadap seorang leluhur yang berada di alam baka dapat dilihat melalui bentuk kuburan yang ada. Bagi orang Batak Toba, kuburan terdiri
dari tiga jenis : 1. Kuburan umum tempat pemakaman satu kampung Huta
2. Tambak berupa tanah yang ditinggikan di atas kuburan seorang yang mati dalam peringkat SarimatuaSaurmatua. Tanah yang ditinggikan tersebut
terdapat rumput manis, diletakkan secara terbalik, bertingkat tiga, lima, tujuh Simanjuntak, 2000. Diatas tanah yang ditinggikan itu ditanam pohon
HariaraBeringin atau Bintatar sebagai pertanda.
71
3. Tugu sebagai monumen, pembangunannya berkembang pesat setelah Tugu Raja Sisingamangaraja XII dibuat. Tugu biasanya dibangun untuk persatuan
marga di bona pasogit kampung asal dan di dalamnya terdapat tulang-belulang leluhur.
Hamoraon, Hagabeon, dan Hasangapon kekayaan, keberhasilan dan kemuliaan merupakan hal-hal yang sangat diidam-idamkan orang Batak.
Ketaatan melaksanakan berbagai upacara adat merupakan cara yang harus ditempuh untuk menjamin tercapainya tujuan yang dimaksud. Dengan melakukan
pemujaan terhadap roh dari para leluhurnya, maka roh-roh tersebut akan memberkati segala yang dikerjakannya.
d. Mangongkal Holi
Dalam kepercayaan masyarakat Batak Toba adat selalu dianggap sejajar dengan agama. Adat mampu mengatur relasi manusia dengan Tuhan, juga
manusia dengan sesamanya sendiri. Oleh karena itu juga, dalam peristiwa kematian masyarakat Batak Toba selalu mengaitkan upacara adat dengan ritual
penguburan anggota keluarga mereka yang sudah meninggal. Pada masyarakat Batak Toba semua bentuk upacara adat disebut dengan
horjakerja. Orang yang berkuasa atau yang mempunyai horja ini disebut dengan pihak Suhut. Masyarakat Batak Toba ini sendiri sangat menghargai peristiwa
kematian, apalagi orang yang sudah meninggal adalah orang yang sudah tua dan anak-anaknya semua sudah berkeluarga saurmatua, ataupun orang yang
meninggal sudah lanjut usia namun masih ada diantara anak-anaknya yang belum berkeluarga sarimatua. Upacara kematian saurmatua ataupun sarimatua ini
72
memakan waktu yang cukup lama. Mulai dari proses hamatean sampai pada proses mangongkal holi. Upacara mangongkal holi adalah upacara pemakaman
yang kedua kali yang dilakukan masyarakat Batak terhadap keluarga mereka yang meninggal sarimatua ataupun saurmatua.
Kata mangongkal holi berasal dari kata ongkal dan holi. ongkal = gali ; holi = tulang. Maka upacara mangongkal holi bertujuan untuk memindahkan
tulang-belulang orang yang sudah meninggal, yang telah dikubur sekian lama untuk dipindahkan ke Batu Na Pir batu yang keras atau disebut juga kuburan
yang baru yang dianggap lebih layak. Tidak setiap orang yang meninggal dilakukan upacara adat mangongkal holi. Mangongkal holi hanya dilakukan
kepada orang yang meninggal saurmatua ataupun sarimatua. Upacara adat mangongkal holi selain bertujuan untuk menyatukan
tulang-belulang nenek moyang ataupun orangtua mereka yang telah berserakan, belakangan setelah masyarakat Batak Toba memeluk agama Kristen, upacara
mangongkal holi ini adalah dalam langkah menghormati Orangtuanya. Mangongkal holi erat kaitannya dengan konsep hidup yang dipegang oleh
masyarakat Batak Toba, yaitu : hamoraon, hagabeon dan hasangapon. Hamoraon berarti kekayaan. Kekayaan yang dimaksud adalah kekayaan
dalam bidang materi sebagai salah satu faktor penentu upacara yang dilaksanakan. Besar kecilnya upacara yang terlaksana tergantung kepada kekayaan yang dimiliki
oleh pihak keluarga. Di sini dapat terlihat bagaimana masyarakat Batak Toba merasa saling bersaing untuk menunjukkan kekayaan mereka. Misalnya saja pada
saat mereka memberi makan manggalang para undangan pada saat upacara berlangsung, binatang yang dijadikan korban persembahan, serta pakaian adat
73
yang mereka kenakan. Jika mereka mampu menunjukkan kekayaan yang dimilikinya, maka mereka akan dipuji banyak orang. Selain itu, seperti yang kita
ketahui upacara adat mangongkal holi memerlukan biaya yang cukup besar. Mulai dari persiapan sebelum upacara adat berlangsung, pembangunan Tugu, alat-alat
upacara, sajian makanan sampai pada keperluan saat upacara adat mangongkal holi berlangsung.
Hagabeon berarti keturunan. Seseorang dikatakan sempurna tidak diukur dari jumlah tahun usianya, tetapi diukur dari jumlah keturunannya. Banyaknya
jumlah keturunan juga menunjukkan penilaian tinggi bagi seseorang yang saurmatua maupun sarimatua. Apabila jumlah keturunannya sedikit, maka bentuk
dan sisi pesta kurang meriah. Selain itu, masyarakat Batak Toba juga meyakini bahwa kebesaran jumlah keturunan itu diakui sebagai berkat dari roh nenek
moyang. Suatu keluarga juga disebut “gabe” apabila telah memiliki anak laki-laki dan perempuan.
Hasangapon berati kemuliaan. Penilaian ini diberikan kepada individu yang digali itu karena memiliki sejumlah keturunan baik laki-laki maupun
perempuan sebagai generasi ke-tiga dan ke-empat, yang mempunyai kualitas. Semakin tinggi kualitas hamoraondan hagabeon dari setiap keturunan individu
itu, semakin sangap mulia Dia dalam pandangan masyarakat sekitarnya. Sebelum mangongkal holi dilakukan, langkah pertama yang diambil
adalah sidang keluarga menyusun acara mangongkal holi patangkokhon saring- saring. Pada sidang keluarga itulah ditentukan tulang-belulang siapa yang akan
digali dan dimasukkan ke dalam Batu Na Pir batu yang keras, bagaimana bentuk
74
Tugu yang akan dibangun, bentuk pesta, berapa ekor jumlah hewan yang akan dibutuhkan dan tentunya berapa besar biaya yang diperlukan.
Keputusan keluarga menjadi keputusan semua dan harus di taati sesuai dengan norma-norma adat. Setelah rencana matang dan diprogramkan, pihak
Suhut akan memberitahukan rencana mangongkal holi tersebut kepada pihak hula-hula untuk meminta kesediaan pihak hula-hula menghadiri acara adat ini.
Apabila pemberitahuan kepada pihak Hula-hula dan pembuatan Tugu pun telah selesai, maka acara martonggo raja dapat dilakukan. Setelah acara martonggo raja
selesai, maka penggalian dapat dimulai. Dalam acara mangongkal holi biasanya tulang-belulang yang akan
dikumpulkan akan digali dari beberapa kuburan. Acara mangongkal holi diikuti oleh unsur Dalihan Na Tolu, terutama panambak dari pihak hasuhuton. Sebelum
proses penggalian dilakukan, Hula-hula menebarkan santan dengan tepung beras yang telah dicampur kelapa, gula dan garam. Tujuannya agar pada saat proses
penggalian berlangsung suasananya damai dan sejuk. Selain itu ritual ini bermakna agar roh leluhur yang kuburannya digali tersebut tidak mengganggu
pomparannya keturunannya. Acara mangongkal holi dapat diikuti dengan pemukulan gendang, tetapi
boleh juga dilakukan tanpa pemukulan gendang. Apabila peserta upacara adat telah hadir, maka Malim, salah satu seksi dari Raja Na Opat parbiusan yang
bertugas untuk unsur kepercayaan mengadakan tonggo doa pertama yang ditujukan kepada Mulajadi Na Bolon. Doa itu diminta dialu-aluon disampaikan
dengan bunyi gendang. Gondang gendang dimulai dengan gondang Mulajadi, kemudian dilanjutkan dengan gondang somba-somba gondang untuk meminta
75
ijin dari penguasa tanah agar diperkenankan mengambil tulang-belulang nenek moyang mereka.
Apabila gendang telah berhenti, maka penggalian dimulai dari cangkul pertama. Pencangkulan pertama dimulai dari panambak hasuhuton, dilanjutkan
dengan pihak Boru, pihak Hula-hula, Raja Bius, Ale-ale dan selanjutnya diteruskan Boru. Apabila tulang-belulang itu telah ditemukan, maka bagian yang
pertama diambil adalah saring-saring tulang bagian kepala dari keseluruhan. Saring-saring itu akan disanti diterima oleh pihak hula-hula ke dalam ulos.
Semua tulang-belulang itu harus dihitung keseluruhan ruas-ruasnya agar jangan sampai ada yang ketinggalan. Keseluruhan tulang-belulang itu dimasukkan ke
dalam ulos dan dipangku oleh pihak hula-hula yang berkenan. Setelah semua tulang-belulang itu berhasil ditemukan, terlebih dahulu
dibersihkan sebelum dibawa oleh puteri tertua almarhum ke tempat yang permanen sebagai kuburan yang kedua yang disebut dengan Tugu. Tulang-
belulang itu lalu dimasukkan kedalam peti. Saat akan dibawa ke Tugu, pihak hula-hula menutup peti itu dengan ulos saput kain Batak. Proses penguburan
saring-saring tulang-tulang ini tidak terlepas dari peran pendeta Kristen untuk memanjatkan doa. Acara mangongkal holi ini tentu tidak terlepas dari peran
pargonsi yang mengumandangkan berbagai jenis lagu dan alunan alat musik tradisional. Alat musik yang dipergunakan antara lain gondang sabangunan,
onang-onang dan uning-uningan. Setelah semuanya kembali ke rumah, pihak keluarga mengundang orang sekampung untuk makan bersama.
Masyarakat Batak Toba mempunyai kepercayaan bahwa alam beserta isinya diciptakan Mulajadi Na Bolon atau Batara Guru yang menguasai seluruh
76
alam semesta. Dalam konsep kepercayaan Masyarakat Batak Toba, roh tersebut berupa tondi, sahala, sumangot, sombaon dan begu. Tondi adalah roh manusia itu
sendiri yang merupakan kekuatan bagi dirinya. Sahala adalah bobot atau talenta yang terkandung dalam pribadi seseorang yang masih hidup. Sumangot adalah roh
manusia yang telah meninggal dan masih diyakini dapat membantu manusia. Sombaon adalah arwah orang meninggal dari seseorang yang telah lengkap
bercucu, penyandang sahala yang unggul. Sedangkan begu adalah roh-roh penasaran yang selalu mengganggu kehidupan manusia.
Tondi roh seseorang sudah ada sejak manusia itu masih berada dalam kandungan ibunya Warneck dalam Gultom, 1992. Karena itu, pada saat seorang
ibu mengandung 7 bulan dilakukan upacara dengan tujuan agar tondi jabang bayi tersebut kuat dan terhindar dari roh-roh jahat. Mulajadi Na Bolon dalam konsep
Masyarakat Batak adalah pemilik “gudang tondi” gudang roh. Tondi tersebut kemudian dihantarkan kepada setiap orang yang telah ditentukannya. Tondilah
yang menentukan hidup dan manusia. Apabila tondi meminta yang baik, maka jadilah yang baik.
Tondi akan lahir ke dunia dalam ragabadan seorang anak. Tondi memang adalah forma tubuh, namun ia membentuk hidup sendiri di samping raga.
Selama seseorang hidup maka tondi berdiam dalam raganya. Apabila seseorang mengalami kematian, maka tondinya telah meninggalkan raganya. Tidak kepada
semua orang dilakukan upacara kematian. Upacara kematian hanya dilakukan terhadap orang yang telah sarimatua ataupun saurmatua. Bagi orang yang
meninggal sarimatua ataupun saurmatua ini akan dilakukan acara adat
77
mangongkal holi. Mangongkal holi ini dilakukan setelah beberapa tahun pemakaman pertama.
Pada mulanya penggalian tulang-belulang dan menguburkannya ke kuburan yang baru Batu Na Pir berlatar belakang konsepsi kepercayaan yang
hidup pada masyarakat Batak yaitu : “pemujaan arwah nenek moyang”. Tujuannya agar para keturunan selalu memperoleh berkat dari orang tua mereka
yang telah meninggal Siahaan, 2005. Roh yang meninggal dianggap selalu menyertai keturunannya di dalam setiap kegiatan yang dilakukannya. Dan dengan
penghormatan yang dilakukan keturunannya maka roh orang yang meninggal akan dapat diterima di dunia baru, yaitu dunia arwah.
Dalam kepercayaan masyarakat Batak, seorang yang dalam hidupnya selalu berbuat baik, Gabe orangtua yang lengkap keturunannya; Namora orang
kaya; Datu penyandang sahala yang unggul maka tondinya akan tenang setelah kematian. Para keturunannya pun akan banyak memberikan persembahan-
persembahan untuk memuja tondinya, dan tempat tinggal tondinya pun istimewa dari roh-roh lain.
Bagi keluarga Batak, anggota keluarga yang hidup dan anggota keluarga yang telah mati mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Anggota
keluarga yang telah mati menjadi bagian dari keluarga tersebut.
78
3.3 Analisis Perbandingan