59
minggu, yang dinamai tardidi pembabtisan. Kepada orang tua si anak yang dibabtis itu diberi oleh petugas gereja sehela surat babtis, yaitu sebagai bukti
bahwa sianak beragama kristen. Setelah upacara agama tadi, dilangsungkan lagi upacara adat di rumah orang tuanya. Yang diundang ialah Dalihan Na Tolu dari
tuan rumah. Sebagaimana biasa pada upacara adat ada juga sebelum makan penyajian tudu-tudu ni sipanganon, yang dibalas oleh hula-hula dengan
penyuguhan dekke sitio-tio. Acara marhata sesudah makan harus diadakan juga, kepada para hadirin diberikan pula kesempatan menyampaikan ulos parompa.
Ini merupakan ritus konstitutif yang menunjukkan keadaan hubungan seseorang dalam kelompoknya.
g. Maronan-onanmangebang
Kemudian si bayi dibawa ibunya ke pekan. Disana si ibu membeli jajan buah-buahan, jenis-jenis ikan yang nanti akan diupahkan. Jajan buah-buahan itu
diberikan kepada orang yang ingin memakannya. Ikan yang akan diupahkan itu lebih dulu diciumkan ke mulut sang bayi, ada kalanya sanak keluarga memberi
uang kepada si bayi dan sewaktu mau pulang ke ubunnya diletakkan kulit pisang sebagai pendingin. Sehabis acara ini maka sang bayi telah dapat dibawa kesana
kemari oleh ibunya.
h. Mangalontik ipon Sidi
Pada umur belasan tahun, yaitu pada waktu seorang pemuda atau pemudi mencapai tahap pubertas, ia harus lagi menempuh ujian mental yang di zaman
animisme dinamai mangalontik ipon. Sesudah orang Batak Toba memeluk agama Kristen, gereja mengharuskan pemuda dan pemudi menempuh ujian sesudah
60
mendapat pelajaran agama selama kira-kira satu tahun. Pada suatu upacara sidi di gereja dalam suatu kebaktian pada hari Minggu, diserahkan kepada masing-
masing peserta itu sehelai surat sebagai tanda lulus. Upacara agama di gereja tersebut selayaknya dilanjutkan lagi dengan upacara adat di rumah, sama seperti
pembabtisan di gereja dilanjutkan dengan upacara adat di rumah sebagaimana dipaparkan diatas.
Mangalontik iponsidi merupakan ritus konstitutif yang menunjukkan status dewasa bagi pelaku ritus ini. Ritus ini dilaksanakan dengan tahap
meninggalkan status anak-anak dan berpisah dari kelompok anak-anak, kemudian beralih ke tahap mendapatkan prosedur-prosedur perubahan, berubah cara berpikir,
bersikap.
3.2.2 Ritus-Ritus Perkawinan
Perkawinan meupakan suatu peristiwa besar pada suku bangsa Batak. Sehingga upacara itu selalu diperlihatkan didalam pelaksanaan upacara-upacara
adat peresmiannya. Tetapi disamping perkawinan yang dilaksanakan didalam pesta adat, ada juga perkawinan mangalua kawin lari yang terjadi karena
beberapa faktor penyebab misalnya kedua pihak orang tua tidak setuju. Pada waktu pengantin memperoleh pemberkatan dari pihak
adatmasyarakat dan dari pihak gereja kalau dia kristen. Pihak laki-laki maupun perempuan mengundang masyarakat Dalihan Na Tolu, teman-teman untuk turut
menghadiri pemberkatan tersebut dari segi adat. Mereka makan bersama dimana daging babi atau lembu atau kerbau disediakan pihak laki-laki, dan ikan
disediakan pihak perempuan. Kemudian kedua pihak berhadap-hadapan membagi
61
jambar bagian-bagian dari hewan yang dipotong dibagi-bagikan, umpama : kepala, ekor, dagu dan dada diberikan pada orang sesuai dengan fungsinya, lalu
dilanjutkan dengan memberikan pembagian uang jambar hepengsulang-sulang kepada pihak perempuan disamping memenuhi sinamot yang telah dijanjikan
semula kepada yang berpesta suhut dan Suhi Ni Ampang Na Opat. Kemudian sampailah kepada puncak acara dimana pihak perempuan memberikan berkat
pasu-pasu seraya memberi ulos kepada pengantin dan kepada orang tua pengantin laki-laki.
Kain adat ulos wajib antara lain ialah : 1.
Untuk pengantin yang disebut ulos menantu hela 2.
Untuk orang tua si pria disebut ulos pansamot yang bertanggung jawab akan mahar
3. Ulos untuk penjunjung bakul yang disebut Tutup Ni Ampang tutup bakul
saudara perempuan dari si pria atau saudara perempuan dari ayahnya. Selain dari itu bisa saja menerima ulos saudara laki-laki dari ayah atau saudara
perempuan dari ayah dan yang dianggap perlu menerima sebagai penghormatan sesuai dengan perundingan.
Ulos pargomgom diberikan kepada nenekkakek si pria ibubapak dari ayahnya. Kepada pengantin memberi ulos juga suhi ni ampang na opat, tulang si
pria dan sebagainya. Mangadati adalah peresmian secara kawin lari. Jika perkawinan secara prosedur yang legal pestanya disebut unjuk. Kemudian si gadis
dibawa ke rumah pengantin laki-laki.
62
Penentuan tempat pesta dapat ditandai dengan istilah dialap jual dan ditaruhon jual. Jika disebut dialap jual pestanya di kampungrumah pengantin
perempuan. Sedangkan ditaruhon jual pestanya di kampungrumah pengantin laki-laki. Dialap dijemput ditaruhon diantar. Jual adalah bakul rotan alasnya
bersudut empat. Dalam hal dialap jual, nasi dan lauknya dibikin dalam sumpit biasanya pandan dimasukkan dalam bakul atau jual tadi. Diatas sumpit
diletakkan ulos yang disebut Tutup Ni Ampangjual. Hidangan ini dibawa ke rumah orangtua si gadis. Hidangan ini disebut
Sibuha-buhai. Setelah makan sibuha-buhai barulah pelaksanaan pesta. Dalam hal ditaruhon jual sama juga pelaksanaannya hanya setelah makan sibuha-buhai,
pengantin dibawa ke kampung pengantin laki-laki dimana pesta dilaksanakan. Namun pada saat sekarang ini kebanyakan resepsi pernikahan dan proses
adat masyarakat Batak Toba sudah dilakukan di gedung-gedung khusus untuk resepsi pernikahan. Hal ini bertujuan untuk lebih mempermudah kedua belah
pihak keluarga dalam melakukan sederetan acara yang panjang dan melelahkan tersebut.
Pelaksanaan ritus perkawinan ini bertujuan menunjukkan perubahan status seseorang dari status lajang menjadi seorang yang telah berkeluarga. Karena
itu ritus ini termasuk ritus konstitutif. Perkawinanmerupakan ritus penerimaan yang dilakukan dalam 3 tahap. Yaitu pemisahan dari status dan kelompok lajang,
beralih menjadi orang yang telah menikah dan mengalami perubahan dalam perlakuan sosial sekaligus bergabung ke dalam kelompok orang yang telah
menikah. Secara tidak langsung pasangan yang melakukan ritus ini mendapatkan hak dan kewajiban secara adat maupun secara hukum.
63
3.2.3 Ritus-Ritus Kematian
Dikalangan masyarakat Batak tingkatan kematian yang tertinggi derajatnya adalah jenis kematian mauli bulung, saurmatua kemudian menyusul
sarimatua. Ketiga tingkatan kematian ini selalu diiringi dengan upacara adat yang penuh. Sedang jenis kematian lain yaitu mate dakdanak mati waktu kecil mate
poso mati sewaktu muda mate maponggol mati sewaktu anak-anaknya masih kecil-kecil matompas tataring kematian isteri tipul ulu kematian suami
upacara adatnya sederhana. Dikatakan mauli bulung bila mati setelah cucunya sudah punya cucu lagi dan status sosialnya baik serta tak ada seorang pun dari
keturunannya meninggal mendahuluinya, saurmatua bila semua putera-puterinya telah berumah tangga, dan sarimatua bila masih ada putera-puterinya yang belum
kawin. Setiap anggota kerabat yang meninggal sangat dihormati apalagi setelah
berada di posisi Sarimatua, Saurmatua dan Mauli Bulung. Saurmatua adalah orang yang meninggal dunia telah beranak cucu baik dari anak laki-laki maupun
anak perempuan. Saur artinya lengkapsempurna dalam kekerabatan, maka harus dilaksanakan dengan sempurna. Lain halnya dengan orang yang meninggal
sarimatua. Kalaupun suhut membuat acara adat sempurna sesuai dengan adat Dalihan Na Tolu, hal seperti itu belum tentu dilakukan karena masih ada dari
keturunannya belum sempurna dalam hal kekerabatan. Kematian seseorang dengan status mauli bulung menurut adat Batak
adalah kebahagiaan tersendiri bagi keturunannya. Tidak ada lagi isak tangis. Mereka boleh bersyukur dan bersuka cita, berpesta tapi bukan hura-hura,
memukul gondang ogungsabangunan, musik tiup dan menari, sebagai ungkapan
64
rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan. Dapat diprediksi, umur yang mauli bulung sudah sangat panjang, barangkali 90 tahun keatas. Mereka yang
memperoleh predikat mauli bulung sekarang ini sangat langka. Dalam tradisi adat Batak , mayat orang yang sudah Mauli Bulung di peti mayat dibaringkan lurus
dengan kedua tangan sejajar dengan badan tidak dilipat.
a. Manulangi