116
dalam kepandaian,
hati nurani,
kepedulian, dan
jiwa kepemimpinannya. Dengan adanya refleksi juga mendidik siswa
menemukan jati dirinya agar lebih berinstropeksi diri dan merubah pola pikirnya menjadi lebih baik. Pada dasarnya pendidikan
kepemimpinan siswa De Britto minimal mampu memimpin dirinya sendiri dan mampu peduli dengan orang lain. Pendidikan
kepemimpinan juga melalui slogan yang ada pada patung Santo Yohanes De Britto yang
bertuliskan “to be man for and with others” yang berarti menjadi manusia bagi manusia lain. Pendidikan
kepemimpinan SMA Kolese De Britto sangat menghidupi nilai spiritualitas Ignasian den
gan mendasari semboyan “Ad Maiorem Dei Gloriam
” Demi Kemuliaan Allah Yang Maha Tinggi. Dalam pelaksanaan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto
Yogyakarta sangat membutuhkan peran dari seluruh warga sekolah seperti; kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, siswa, dan warga
sekolah lainnya. Hal ini juga sesuai dengan teori Imam Barnadib 2013:26 yang mengatakan bahwa komponen pendidikan didukung
oleh pendidik, peserta didik, tujuan, isi, dan lingkungan.
3. Faktor pendukung dan Penghambat penerapan pendidikan
kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta
Pelaksanaan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto tentu memiliki faktor pendukung dan penghambat. Faktor pendukung
117
penerapan pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta diketahui bahwa visi misi sekolah dan landasan nilai
spiritualitas Ignasian dipahami dan dihidupi oleh seluruh warga sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Dari kepala sekolah yang bekerjasama
dengan wakil kepala sekolah membuat kebijakan bisa dipahami oleh guru dan siswa. Bahkan saat pendaftaran siswa, orangtua mendapat informasi
dan persetujuan mengenai segala hal pendidikan kepemimpinan yang ada di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Dari segi guru yang paham dengan
visi misi sekolah dan arah yang akan dicapai menjadikan guru mampu mendidik siswa untuk mengarahkan pada visi dan spiritualitas Ignasian
sedangkan dari sudut pandang siswa juga telah memahami Pendidikan Pedagogi Reflektif PPR dan visi misi sekolah yang diperoleh saat
inisiasi. Dalam segi fasilitas yang ada di SMA Kolese De Britto Yogyakarta juga menjadikan kenyamanan bagi siswa dalam berproses
belajar. Oleh karena itu dalam pendidikan di sekolah, seluruh civitas academica saling bekerjasama dan berproses searah pada visi sekolah. Hal
yang mendukung juga adalah adanya kekeluargaan antar komponen pendidikan di sekolah SMA Kolese De Britto. Hal itu terbukti dengan
interaksi siwa terhadap siswa lain, guru, bahkan karyawan sekolah seperti satpam pun terjalin sangat dekat. Warga sekolah sama-sama saling belajar
pendidikan kepemimpinan termasuk komponen pendidik dalam bekerja. Dari data di atas menunjukkan bahwa faktor yang paling mendukung
adalah segala komponen pendidikan benar-benar memahami visi misi
118
sekolah dan upaya pendidikan kepemimpinan melayani servant leader yang memiliki nilai 3C+1L. Dukungan dari komponen pendidikan seperti
pendidik, fasilitas, lingkungan, siswa yang saling bekerjasama untuk menghidupi nilai spiritualitas Ignasian menjadi pemimpin yang melayani
atau pemimpin pengabdi. Disamping hal-hal yang mendukung pendidikan kepemimpinan, juga
terdapat hambatan yang menjadi tantangan sekolah dalam mengupayakan pendidikan kepemimpinan menuju visi sekolah SMA Kolese De Britto
Yogyarta. Faktor penghambat yang menjadi tantangan sekolah dalam upaya pendidikan kepemimpinan bermula dari kebijakan dari pemerintah
Dinas Pendidikan yang memiliki program berbeda dengan program sekolah dan terkadang sangat berlawanan. Adanya program kegiatan yang
monoton kurang variasi karena sudah diketahui oleh calon siswa SMA Kolese De Britto Yogyakarta juga menjadi hambatan tersendiri dalam
pengembangan program. Hal tersebut juga mempengaruhi hambatan dari pihak orangtua yang kurang memberi kebebasan kurang lepas terhadap
siswa yang mengikuti program sekolah. dari sudut pandang pendidik juga memiliki tantangan sendiri yaitu dalam hal mencari tempat untuk
melakukan program kegiatan pendidikan kepemimpinan dan mengatur waktu di awal. Hambatan dari pendidik juga karena adanya kesulitan
dalam menyiapkan anak-anak untuk mengenal nilai-nilai warisan Ignatius yang tidak mudah.
119
Hal ini permasalahan lebih secara teknis namun tidak terlalu menjadi kendala besar dalam kebijakan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese
De Britto Yogyakarta. Adapun hambatan dari pihak siswa yaitu kurangnya minat dari pribadi siswa dalam mengikuti program kegiatan sekolah.
Namun mayoritas siswa akhirnya memiliki antusias dan merasakan dampak positifnya setelah lulus sekolah dan hidup di masyarakat. Dalam
hal ini idegagasan kepala sekolah yaitu tetap mengupayakan dan mengarahkan seluruh civitas academica agar tetap terarah pada visi misi
sekolah yaitu mendidik siswa menjadi pemimpin pengabdi servant leader yang unggul dalam kepandaian, hati nurani benar, kepedulian, dan
jiwa kepemimpinan siswa.
4. Hasil Penerapan Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Jesuit di