35
Pada dasarnya pengembangan kepemimpinan harus sesuai dengan landasan negara dan nilai didalamnya. Kepemimpinan
lebih menggunakan pendekatan budaya dan perilaku pemimpin sebagai panutan. Sebagai generasi muda Indonesia, gambaran
pemimpin lebih visioner, lebih melihat ke depan. Greenleaf Subarto Zaini, 2011:244 juga menjelaskan kepada pemuda
untuk menjadi pemimpin yang hebat, harus lebih dahulu melayani orang lain. Model kepemimpinan yang tepat diterapkan dalam
kehidupan bangsa Indonesia yaitu pemimpin adalah melayani servant leadership.
2. Kepemimpinan sekolah Jesuit
a. Pendidikan Ignasian
Pendidikan Ignasian tentu juga berdasar pada teori mengenai pendidikan. Sindhunata 2009:27 mengatakan bahwa pendidikan
merupakan perbuatan fundamental setiap manusia. Pendidikan berarti kebutuhan semua manusia yang paling mendasar. Driyarkara
Sindhunata, 2009:27 seorang Jesuit menjelaskan bahwa pendidik juga harus mendapatkan pengetahuan tentang pedagogi dan didaktik.
Pendidikan bukan saja mendapatkan ilmu, namun lebih pada pembentukan sikap, karakter, dan nurani. Makna pendidikan dari
tokoh Jesuit lebih menekankan kualitas dari semua komponen pendidikan termasuk pendidik dan isi pendidikan. Teilhard de Chardin
Sindhunata, 2009:36 mengungkapkan bahwa dengan kebebasannya,
36
anak didik mampu mencapai kemandiriannya. Dalam hal ini pendidikan sebagai upaya pendewasaan manusia yang bebas dan
bertanggungjawab. Pendidikan Ignasian mengadopsi dan diilhami dari seorang tokoh bernama Ignatius Loyola, penjelasannya sebagai
berikut; Ignasius Loyola merupakan seorang bangsawan muda Kristiani
yang lahir pada tahun 1491 di Guipuzcoa, Baskia, Spanyol yang terlentang di puri Loyola. Pada tahun 1521 Ignatius menjalani
operasi karena kaki kanannya hancur terkena peluru saat terjadi perang antara Spanyol dan Perancis. Selama di kamar sakit,
Ignatius membaca buku sehingga ia menemukan arti
“kepahlawanan” yaitu perbuatan cinta-kasih, rendah hati, dan perbuatan tobat. Semua pengalaman rohani dicatat oleh Ignatius,
sehingga menjadi kumpulan latihan untuk kehidupan Kristiani yang sekarang dikenal dengan na
ma “Latihan Rohani”. Ia menerapkan “Latian Rohani” bersama 9 kawannya di Paris dan
mendirikan tarekat “Societas Iuesus” atau Serikat Yesus, kemudian para anggotanya disebut Jesuit. Santo Ignatius Loyola
wafat di Roma pada 31 Juli 1556, dan tanggal ini menjadi hari besar Jesuit. Kawan
– kawannya tersebar di seluruh dunia dengan semboyan “Ad Maiorem Dei Gloriam” yang isingkat
“AMDG” yang berarti “Demi semakin bertambahnya kemuliaan Allah”. Semboyan ini sampai sekarang diemban oleh para Jesuit
termasuk warga sekolah Kolese De Britto. Student Handbook JB 2013-2014
Ignatius Loyola mengehendaki agar ketaatannya menjadi keutamaan unggul Serikat Jesuit, yaitu karakter yang paling
menentukan kualitas hidup. Ketaatan dan sikap Ignatius Loyola bersumber dan berdasar dari teladan sikap Yesus yang dijadikan
pedoman hidup. Yesus menurut pandangan Ignatius Loyola dan umat Kristiani adalah seorang pemimpin yang melayani dan penuh kasih.
Dalam Kitab Suci, ajaran nilai yang diteladani Ignatius Loyola yaitu
37
kasih. Yesus mengungkapkan bahwa Kasih dalam arti sebagai berikut;
“Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan pertama. Dan hukum yang kedua,
yang sama itu, ialah: kasihilah sesamamu manusis seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum
Taurat dan kitab para nabi.
” Kitab Suci, Matius 22:34-40. Yesus juga menjelaskan bahwa kasih yang perlu dilakukan
manusia yaitu sebagai berikut; “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak
memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan mencari keuntungan diri sendiri. Ia tiadk
pemarahdan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karen ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia
menutupi segala sesutu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu, sabar
menanggung segala sesuatu.
” Kitab Suci 1 Korintus 13:4-7 Yesus juga mengajarkan seorang pemimpin yang melayani
dengan pengajarannya sebagai berikut; “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia
menjadi pelayanmu, dan barang siapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk
semuanya.
” Markus 10:43-44 Berbagai hal ajaran Yesus sebagai tokoh pemimpin umat
Kristiani, menjadikan pedoman ajaran kepemimpinan Ignastius Loyola. Ignatius loyola memberikan pengajaran yang bersumber dari
kepemimpinan Yesus. Oleh karena itu Ignatius Loyola mendidik para muridnya, dan para muridnya dinamakan Jesuit. Pendidikan Ignasian
juga bisa disebut pendidikan Jesuit, karena menerapkan nilai Ignasian yang dilakukan oleh Jesuit. Berdasarkan sejarah adanya Jesuit dan
38
pendidikan Ignasian, para Jesuit mendirikan sekolah untuk mengembangkan pendidikan khusus di sekolah menengah yang
disebut kolese. Kolese berasal dari bahasa Inggris yaitu college yang berarti lembaga pendidikan.
Pendidikan Jesuit mendidik anak menjadi man for others manusia bagi orang lain. Anak didik bukan dipandang sebagai robot,
namun sebagai manusia yang unik dan khas. Maka pendidik harus siap membimbing anak menjadi pribadi yang utuh. Hal itu disebut
cura personalis, yaitu pendampingan pribadi yang menjadi ciri pendidikan Jesuit. Pendidikan Jesuit bukan sebagai pendidikan yang
elitis, tetapi memberikan diri bagi mereka yang lemah, terbatas, bahkan mungkin tak mampu Sindhunata, 2009:36-37.
Dalam pandangan pendidikan Jesuit, pendidikan dibuat untuk hidup di dunia dan menyambut dunia. Driyarkara mengungkapkan
tentang pendidikan sebagai hominisasi dan humanisasi manusia, yaitu sebagai berikut;
“Manusia muda dipimpin dengan cara sedemikian rupa, sehingga dia bisa berdiri, bergerak, bersikap, bertindak sebagai
manusia. Manusia tidak hanya harus menjadi homo manusia, dia juga harus menjadi homo yang human, artinya
berkebudayaan tinggi
” Driyarkara tentang pendidikan:ibid, 85- 86 Sindhunata, 2009:38
Dalam pendidikan Jesuit sangat dikembangkan segi khayalan, perasaan, dan kreativitas setiap siswa dalam segala mata pelajaran.
Segi yang memperkaya akal, membentuk kepribadian utuh. Pendidikan Jesuit mengandung kesempatan di dalam dan di luar
39
kurikulum bagi semua siswa sampai pada apresiasi sastra, estetika, musik, dan berbagai macam seni Hartoko, 1991:203. Oleh karena
itu, pendidikan Jesuit mengembangkan ketrampilan kepribadian dengan tujuan pembentukan kepribadian seimbang yang memiliki
filsafat kehidupan yang diyakini dan kebiasaan untuk berefleksi. Untuk mencapai tujuannya, pendidikan Jesuit menekankan peran
setiap orang selaku anggota komunitas insani. Para siswa, guru, dan semua anggota lingkungan pendidikan yang dapat disebut komponen
pendidikan diupayakan mampu membina solidaritas yang mengatasi ras, kebudayaan, dan agama. Dalam pendidikan Jesuit mengutamakan
pendidikan karakter dengan sopan santun, hormat, kasih dengan sesama sebaagai manusia Hartoko, 1991:2-4. Bersadarkan dokumen
yang berjudul “The Characteristics of Jesuit Education”, ciri-ciri pendidikan Jesuit yaitu;
1 Mengiyakan dunia
2 Membantu ke arah pembentukan menyeluruh dari tiap pribadi
dalam komunitas manusia 3
Mencakup dimensi religius yang meresapi seluruh pendidikan 4
Sebagai sarana persiapan untuk hidup dengan tekanan pada kualitas hidup
5 Memajukan dialog sejati dan kritis antara iman dan kebudayaan
6 Mengutamakan perhatian dan peduli pada setiap pribadi
7 Menekankan partisipasi aktif dan kreativitas para siswa dalam
proses belajar 8
Menekankan kemampuan dan hasrat untuk berkembang dan belajar seumur hidup, serta sikap terbuka terhadap perubahan
9 Berorientasi pada nilai-nilai yang benar, disiplin, dan baik
10 Menumbuhkan pemahaman diri yang realistik
11 Menumbuhkan pengertian realistik dan kritis akan dunia
12 Menawarkan cara hidup yang menunjukkan keteladanan Tuhan
13 Menyediakan reksa pastoral yang layak, menumbuhkan iman, dan
latihan rohani
40
14 Mendorong perayaan iman dalam doa pribadi
15 Mempersiapkan para siswa ke arah keterlibatan yang aktif untuk
mewujudkan keadilan sebagai ungkapan iman 16
Mempersiapkan para siswa ke arah keterlibatan aktif selama hidup
17 Usaha membentuk „manusia bagi sesama‟
18 Kepedulian dan terbuka pada kaum miskin
19 Melayani gereja dan masyarakat setempat
20 Menyiapkan siswa agar aktif di gereja dan masyarakat
21 Mengejar keunggulan manusiawi dan mengembangkan talenta
22 Saksi dalam keunggulan dalam konteks pendidikan
23 Kerjasama antara pihak penyelenggara pendidikan awam dan
Jesuit 24
Berdasar pada semangat komunitas pada semua unsur komunitas akademik
25 Berlangsung dalam struktur yang mendukung sistem hidup
komunitas 26
Menyesuaikan sarana dan metode efektif untuk mencapai tujuan 27
Merupakan sistem sekolah dengan visi dan sasaran umum yang sama, berbagai ide dan pengalaman, tukar pengajar dan siswa
28 Menyelenggarakan latihan profesi dan formasi yang terus-
menerus Subroto, 1995:6-10 Berdasarkan teori dan penjelasan di atas maka pendidikan Jesuit
merupakan pendidikan yang bersumber dari pengalaman hidup rohani Ignastius Loyola yang meneladani sikap kepemimpinan Yesus.
Pendidikan dalam hal ini sebagai upaya membentuk siswa menjadi manusia yang utuh. Pendidikan Jesuit ini terdapat dalam sekolah
kolese yang di kelola oleh murid-murid Ignatius Loyola yang disebut para Jesuit.
Dalam sekolah Jesuit, adanya perkembangan kepribadian siswa bergantung pada partisipasi aktif. Langkah yang mengarah pada
partisipasi aktif menyangkut studi pribadi, kesempatan untuk menemukan secara mandiri, dan kreativitas serta sikap refleksi. Tugas
pendidik yaitu menolong siswa menjadi pelajar yang aktif, dan
41
bertanggungjawab atas pendidikannya sendiri Hartoko, 1991:207. Hartono 1991:205 menjelaskan bahwa hasil pendidikan Jesuit diukur
bukan dari hasil akademik para siswa atau keahlian dan kecakapan para guru, melainkan berdasarkan kualitas hidup. Pendidikan Jesuit
mengakui bahwa pertumbuhan intelektual, emosional, rohani, diteruskan selama hidup oleh anggota dewasa dari lingkungan
pendidikan, dan program formasi yang terus disediakan untuk membantu dalam pertumbuhan tersebut Hartoko, 1991: 207.
Dick Hartoko 1991:209 menjelaskan bahwa pusat perhatian sekolah Jesuit yaitu pendidikan ke arah keadilan. Pendidikan ini
mempunyai tiga aspek yang berbeda, yaitu; 1
Masalah keadilan hendaknya dibahas dalam kurikulum 2
Kebijakan dan program sekolah Jesuit memberikan kesaksian yang nyata akan iman yang mampu memperjuangkan keadilan
3 Tidak ada pertobatan yang sejati ke arah keadilan, kalau tidak ada
pelaksanaan dan wujud yang konkret dari keadilan
b. Paradigma Pedagogi Ignasian