44
Keinginan aksi yang dilakukan pun bisa berdasarkan pilihan batin dan lahiriah. Siswa diajak untuk lebih berpikir dan menggunakan
hati nurani. Diharapkan siswa mampu merefleksikan dan memilih bahwa aksi sebagai niat diri untuk berkembang dalam kehendak
Tuhan. Hal ini mendidik siswa menjadi berkembang lebih dewasa dalam hidupnya sehari-hari Student Handbook JB2013-2014.
e Evaluasi
Evaluasi mencakup dua hal yaitu menilai kemajuan akademis dan kemajuan pembentukan pribadi siswa secara
menyeluruh. Untuk mengetahui perkembangan pribadi, guru dapat melakukannya dengan mengadakan hubungan interpersonal
dengan siswa, angket, dan pengamatan terhadap perilaku para siswa. Dalam hal evaluasi ini guru perlu memeperhatikan umur,
bakat, kemampuan, dan tingkat kedewasaan setiap siswa Student Handbook JB 2013-2014.
Melalui penjelasan teori di atas maka dapat di simpulkan bahwa Paradigma Pedagogi Ignasian sebagai landasan proses pendidikan
untuk mendidik siswa mencapai kedewasaannya.
c. Kepemimpinan Jesuit
Jesuit sebagai kelompok rohani Katolik bernama Serikat Yesus yang didirikan oleh rohaniwan bernama Santo Ignatius Loyola. Dalam
pendidikan Jesuit diperhatikan berbagai cara mendidik siswa menjadi kader pemimpin. Jesuit mendidik siswa agar lebih fokus pada empat
45
nilai induk yang menciptakan subtansi kepemimpinan yaitu; kesadaran diri, ingenuitas fleksibilitas dan kecerdikan, cinta kasih,
dan heroisme. Nicolaus Dumais 2013:57 mengungkapkan bahwa pada
dasarnya, Jesuit yang diutus ke dunia lebih mengutamakan penampilan dengan berbuat baik. Melalui penampilan yang baik, para
Jesuit mampu menghargai oranglain yang dilayani dan dijumpai. Pendidikan kepemimpinan Jesuit melengkapi calon anggotanya agar
berhasil dalam membentuk pemimpin yaitu sebagai berikut; 1
Memahami kekuatan, kekurangan, nilai-nilai, dan pandangan hidup mereka
2 Berinovsai dan beradaptasi dengan yakin untuk merangkul
seluruh dunia 3
Membangun kontak dengan oranglain dalam sikap yang positif, dan penuh kasih
4 Menyemangati diri sendiri dan orang lain dengan ambisi heroik
Pendidikan kepemimpinan Jesuit juga melatih para calon
anggotanya untuk belajar memimpin, karena kepemimpinan berawal dari diri sendiri. Tugas seorang pemimpin adalah;
1 Menentukan arah
Menentukan visi tentang masa depan dan strategi untuk menciptakan perubahan dalam rangka mencapai visi tersebut.
2 Memadukan orang
Mengkomunikasikan arah yang akan ditempuh dengan kata- kata dan perbuatan kepada semua pihak yang mungkin diperlukan
kerjasamanya dengan anggotanya.
46
3 Memotivasi dan memberi inspirasi
Menyemangati orang untuk mengatasi permasalahan ataupun hambatan besar, dan sumberdaya untuk mengubah
dengan memenuhi kebutuhan manusiawi yang berdasar. Seorang pemimpin hendaknya mencari tahu arah untuk
melangkah, menunjukkan arah yang benar, mampu menyatukan anggotanya agar mampu melewati rintangan yang tak terhindari.
Pendidikan kepemimpinan Jesuit mengenalkan tentang siapa para pemimpin itu, bagaimana mereka hidup, dan bagaimana bagaimana
tokoh itu menjadi pememimpin. Pendidikan Jesuit tidak mengajarkan solusi yang serba instan yang menyepadankan kepemimpinan dengan
sekedar teknik dan taktik. Kepemimpinan Jesuit ini melihat kepemimpinan itu ada dalam hal hidup sehari-hari, yaitu seperti hal
berikut; 1
Setiap manusia adalah pemimpin, dan manusia memimpin sepanjang waktu dengan berbagai cara.
Bagi pendidikan kepemimpinan Jesuit, setiap orang adalah pemimpin dan setiap orang memimpin sepanjang waktu dengan
cara langsung, jelas nyata, dan cara halus, sulit diukur. Dampak karya seorang pemimpin tidak harus dikenali pada masa hidup
mereka, tetapi bisa terwujud satu generasi kemudian melalui orang-orang yang mereka besarkan, didik, nasihati, dan dilatih.
2 Kepemimpinan itu muncul dari dalam pribadi individu.
47
Pendidikan Jesuit lebih berfokus pada siapa sebetulnya seorang pemimpin itu. Bagi pemimpin, alat kepemimpinan yang
paling menarik perhatian adalah siapa dirinya. Seorang pribadi yang memahami apa yang dianggapnya bernilai dan yang
diinginkannya. Kekuatan terbesar seorang pemimpin adalah visi pribadinya yang dikomunikasikan dalam hidupnya sehari-hari.
3 Kepemimpinan bukan suatu tindakan, tetapi merupakan cara
hidup seseorang. Kepemimpinan menurut pendidikan Jesuit yaitu kehidupan
nyata seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang mengetahui apa yang dianggapnya bernilai dan apa yang ingin dicapainya
maka mampu mengorientasikan dirinya pada lingkungan yang baru, dengan keyakinan diri beradaptasi dengan lingkungannya.
4 Menjadi pemimpin merupakan proses pengembangan diri yang
berlangsung terus-menerus tanpa akhir. Kepemimpinan pribadi merupakan sebuah karya dan bersumber
pada pemahaman diri yang senantiasa berkembang. Semua perubahan ini menuntut perkembangan atau evolusi yang seimbang dan konsisten
sebagai pemimpin. Pendidikan kepemimpinan Jesuit menggunakan prinsip kepemimpinan yang muncul dari tindakan mereka untuk
menemukan tema yang mengobarkan jiwa mereka dipuncak kesuksesan mereka, prinsip yang harus diupayakan sebagai berikut;
1 Memahami kekuatan, kelemahan, nilai-nilai, dan pandangan
hidup mereka
48
2 Berinovasi dan beradaptasi dengan penuh keyakinan diri untuk
merangkul dunia 3
Melibatkan oranglain dengan sikap positif dan penuh kasih 4
Menyemangati diri sendiri dan orang lain dengan ambisi heroik. Pendidikan kepemimpinan mengajari siswanya agar mampu
memahami siapa diri mereka dan apa yang mereka anggap bernilai, menjadi sadar akan kelemahan yang membuat mereka menyimpang,
dan memelihara kebiasaan refleksi diri dan belajar tanpa henti. Para Jesuit mendidik melalui latihan yang mengerahkan energi untuk
menilai diri sendiri. Melalui pelatihan rohani sebagai hal yang penting dalam mengembangkan, dalam pelatihan wajib yang mencakup segala
sesuatu mulai dari pekerjaan kasar sampai meminta makan dan penginapan dalam suatu perjalanan ziarah jarak jauh dengan berjalan
kaki. Selesai dari pelatihan itu calon anggota mengerti apa yang dibutuhkan dalam hidupnya, cara mencapainya, kelemahan yang
dialami, dan cara menyelesaikan, serta solusi untuk permasalahan tersebut. Pada dasarnya keterampilan nonteknis yang tercakup dalam
kesadaran diri itu lebih diutamakan Student Handbook JB 2013- 3014.
Pemimpin sebaiknya mampu mengekspresikan gagasan, pendekatan, dan budaya baru ditengah dunia yang selalu berubah.
Pendiri Jesuit, Ignatius Loyola mendidik calon pemimpin agar mampu mengelola dengan penuh cinta kasih dan kesantunan sehingga mampu
berkembang dalam lingkungan yang penuh semangat “cinta kasih lebih besar daripada ketakutan”. Mereka memperoleh semangat
49
melalui kerjasama yang saling menghargai, mempercayai, dan mendukung mereka. Bagi para Jesuit yang mendidik di berbagai
kolese, memfokuskan pada upaya menyediakan hal yang konsisten sebagai pendidikan sekolah lanjutan paling bermutu didunia Student
Handbook JB 2013-2014. Seorang tokoh Jesuit bernama Pater Beek, SJ bdk. Kathy
Paterson, 55 Teaching Dilemmas, Jakarta: Grasindo, 2007:54-55 2008:262 yang memberi pendidikan kepemimpinan bagi kaum muda
melalui kegiatan khalawat sebulan, bertujuan melatih diri pemuda agar;
1 Dapat dipercaya menerima dan mensyukuri kehidupan, memiliki
kejujuran, loyalitas tinggi, melakukan yang benar 2
Berkarakter baik hormat, toleransi, anti kekerasan, dan sopan santun
3 Pribadi yang bertanggungjawab penguasaan diri, akuntabilitas,
mampu menyelesaikan tugas 4
Berperilaku adil dan terbuka 5
Sikap peduli dan berbuat kasih 6
Menjadi warga negara yang baik 7
Mempunyai pribadi yang pemberani 8
Mandiri, tekun, dan cerdas 9
Pribadi yang bisa diandalkan dan berintegritas tinggi Berdasarkan teori dari beberapa ahli di atas maka dapat di
simpulkan bahwa Pendidikan kepemimpinan Jesuit pada dasarnya mendidik agar siswa mampu mengenal diri sendiri dan orang lain.
Adanya kesadaran diri, ingenuitas, cinta kasih, dan heroisme menjadi prinsip yang menjadi cara hidup serta cara bertindak sebagai
pemimpin yang sejati.
50
B. Penelitian yang Relevan
1. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Y. Rimawan Prihartoyo 2014
dengan judul “Manajemen Pendidikan Karakter di SMA Kolese De Britto” menunjukkan bahwa:
a. SMA De Britto merencanakan pendidikan karakter dengan berpegang
pada pedoman kolese yang ditetapkan oleh pemimpin tertinggi pemilik yayasan SMA Kolese De Britto Yogyakarta.
b. Dalam pengorganisasian pendidikan karakter SMA De Britto melalui 3
tahap yaitu: pendidikan eks-kursi bagi kelas X, live in bagi kelass XI, dan retretgladi rohani bagi kelas XII
c. Pada tahap pelaksanaan, SMA De Britto menerapkan aktivitas dan
program keteladanan, ekstrakurikuler, perwalian, tata tertib siswa, pendidikan nilai-nilai, dan bimbingan konseling.
d. Pada tataran kontrol, SMA De Britto menempatkan pamong siswa
sebagai penanggungjawab pendidikan karakter. e.
Pada tahap evaluasi, SMA De Britto menyelenggarakan kegiatan gladi rohani untuk evaluasi diri.
Penelitian ini berhasil mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana manajemen pendidikan karakter yang dilakukan di SMA Kolese De Britto
Yogyakarta, faktor pendukung, dan faktor penghambatnya. Pendidikan karakter SMA Kolese De Britto dibagi dalam tiga tahapan besar yaitu
pendidikan ekskursi, live in, dan retret. Faktor penghambatnya adalah orangtua siswa yang meragukan program pendidikan karakter SMA