Hubungan antara Risiko Pekerjaan dengan Keluhan MSDs

pengkategorian merokok dan tidak merokok. Pekerja yang termasuk tidak merokok jika tidak pernah ataupun sudah berhenti merokok lebih dari satu tahun. Berdasarkan hasil analisis univariat dapat diketahui bahwa responden yang merokok adalah sejumlah 39 pekerja 52 dan responden yang tidak merokok sejumlah 36 pekerja 48. Menurut Croasmun 2003, kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah.

6.2.7. Kesegaran Jasmani

Kesegeran jasmani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya keluhan MSDs. Menurut Mitchell 2008, tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat akibat kurangnya kelenturan otot sejalan dengan bertambahnya aktivitas fisik tanpa kesegaran jasmani. Berdasarkan hasil uji univariat dapat dilihat bahwa 64 pekerja memiliki kesegaran jasmani yang kurang, sedangkan 36 lainnya memiliki kesegaran jasmani yang cukup.

6.3. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan MSDs

6.3.1. Hubungan antara Risiko Pekerjaan dengan Keluhan MSDs

Hasil analisis hubungan antara pekerjaan dengan keluhan MSDs di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia, Cileungsi 2010 diperoleh bahwa dari 39 pekerja dengan risiko pekerjaan sedang dan mengalami keluhan MSDs ringan adalah sebesar 31 orang 79,5, sedangkan dari 36 pekerja dengan risiko pekerjaan rendah dan mengalami keluhan MSDs ringan adalah sejumlah 27 orang 75. Berdasarkan hasil uji chi-square tabel 5.9 diperoleh p value 0,000 0,05 hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan MSDs. Dari 75 welder, 85,2 welder yang bekerja di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia mengalami keluhan MSDs. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendra dan Raharjo 2008 bahwa 83,7 pekerja merasakan keluhan MSDs pada leher dan punggung bawah dengan skor risiko pekerjaan REBA 8-10high risk. Menurut Grandjen 1993, keluhan MSDs terjadi karena sikap kerja tidak alamiah yang menyebabkan bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi, semakin tinggi pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah pada umumnya karena ketidaksesuaian pekerjaan dengan kemampuan pekerja. Berdasarkan hasil pemantauan di lapangan diperoleh bahwa masih ada beberapa welder yang bekerja dengan postur janggal yang berisiko untuk menyebabkan MSDs seperti kemiringan punggung ataupun leher yang melebihi 20 , jongkok, membungkuk dan posisi pengelasan di atas kepalaoverhead Neville Santon 2005. Menurut supervisior di bagian Fabrikasi WTD, keadaan di atas terjadi karena beberapa workshop belum memiliki meja kerja sehingga pekerja harus melakukan pengelasan secara bebas dan tidak dapat dipungkiri jika mereka bekerja dengan posisi-posisi yang berisiko untuk menimbulkan keluhan MSDs. Selain postur kerja yang tidak alamiah, keluhan MSDs akan meningkat bila dalam pekerjaan melakukan gerakan berulang dengan beban yang berat. Menurut Buckle 2005, beban yang diperbolehkan untuk diangkat secara manual dikategorikan menjadi 4 bagian yaitu ringan ≤ 5 kg, sedang 6 - 10 kg, berat 11 – 20 kg dan sangat berat ≥ 21 kg. Sedangkan berat alat kerja yang digunakan dengan satu tangan dikategorikan menjadi 3 yaitu, low 1 kg, medium 2 - 4 kg dan high 4 kg, sehingga dapat disimpulkan semakin berat alat yang digunakan dengan intensitas yang tinggi sering maka akan semakin meningkatkan risiko untuk mengalami MSDs. Hasil survei oleh European Campaign On Musculoskeletal Disorders terhadap 235 juta pekerja di beberapa negara Eropa pada tahun 2008, diperoleh 18 pekerja telah mengalami MSDs diakibatkan pekerjaan memindahkan benda berat dari container setiap hari. Berdasarkan standar QEC, berat alat kerja yang digunakan termasuk kategori high, hal tersebut dapat dilihat dari alat kerja seperti gerinda yang memiliki berat sampai 4,5 kg dan alat pengencang baut yang memiliki berat mencapai 15 kg. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari supervisior di bagian Fabrikasi, perusahaan menginstruksikan kepada pekerja yang akan mengangkat benda dengan berat minimal 15 kg agar menggunakan crane yang telah disediakan. Penggunaan alat pengencang baut yang beratnya melebihi standar terpaksa digunakan karena alat yang lebih ringan yang biasa digunakan sedang mengalami kerusakan. Gambar 6.3. Penggunaan alat kerja yang beratnya mencapai 15 kg Sumber: Dokumentasi Peneliti Seluruh pekerjaan yang ada di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia telah memiliki standard work sheet SWS guna memudahkan pekerja dalam pencapaian target produksi. SWS tersebut mengatur setiap detail pekerjaan yang akan dikerjakan, sehingga setiap pekerja dituntut harus dapat melakukan pekerjaannya sesuai target serta dengan mempertimbangkan keselamatan pekerja. Namun melihat beratnya pekerjaan yang dilakukan di bagian Fabrikasi, risiko untuk terkena MSDs tetap tidak dapat dihilangkan hingga 0, Hal tersebut dapat dikarenakan tidak ada pekerjaan yang tidak memiliki risiko, apalagi jenis pekerjaan yang ada adalah pembuatan komponen dasar alat berat yang mayoritas berbahan dasar dari baja sehingga diperlukan tenaga yang ekstra ketahanan fisik yang baik dalam mengerjakannya. Oleh karena itu, melihat besarnya dampak yang muncul maka perusahaan dapat menerapkan sistem job rotation dan perusahaan menghimbau kembali kepada pekerja untuk menggunakan back support guna meminimalisir keluhan MSDs, serta perusahaan mewajibkan kepada pekerja agar melakukan senam pagi secara rutin. Hal tersebut sesuai dengan teori yang disebutkan dalam Parkes et al. 2005 bahwa otot yang tegang dapat dipulihkan apabila ada jeda waktu istirahat yang digunakan untuk peregangan otot. Selain himbauan untuk beristirahat, perusahaan juga menyediakan back support yang berfungsi menyokong pinggang dan punggung guna menghindari risiko ketika dalam posisi membungkuk. Akan tetapi banyak pekerja yang tidak memakainya karena merasa kurang nyaman dan ruang geraknya terbatas ketika bekerja. Adapun jenis back support yang biasa digunakan adalah sebagai berikut : Gambar 6.4. Back Support Sumber : www.ergoweb.com

6.3.2. Hubungan antara Usia dengan Keluhan MSDs