Modernisasi yang tejadi di kota-kota besar telah merangsang tingginya tindak urbanisasi di kalangan masyarakat desa. Mereka berbondong-bondong menuju
ke kota tanpa membekali diri dengan keterampilan dengan harapan agar dapat menciptakan taraf hidup yang layak. Maka kehadiran mereka hanya
memperbanyak daftar masyarakat miskin kota. Yang dalam hal ini dapat dikategorikan sebagai masyarakat marginal.
1. Definisi Masyarakat Marginal
Menuruta Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “marginal” diartikan sebagai hal yang berhubungan dengan batas tepi . Sedang kata “marginalisasi”
diartikan sebagai pembatas. Jadi, kata marginal dapat didefiniskan sebagai yang berkaitan dengan batas atau pembatasan.
35
Sedangkan dalam Kamus Sosiologi dan Kependudukan, Istilah “marginal” memiliki dua makna, yaitu,
pertama, suatu kelompok yang terasimilasi tidak sempurna. Kedua, suatu kelompok yang terdiri dari orang-orang yang memiliki kedudukan rendah.
36
Menurut istilah, marginal berarti adalah mereka yang tidak dapat menyesuaikan dan melibatkan diri dalam proses pembangunan. Mereka
masih berjuang melawan penderitaan, kelaparan, ketidakadilan, keterasingan dan diskriminasi.
37
Pernyataan tersebut dengan kata lain dapat dirumuskan, yaitu mereka yang dikategorikan sebagai yang memiliki budaya pinggiran
yang ditempatkan di luar sistem, apabila dikaitkan dan didasarkan pada persfektif pembangunan modern atau budaya modern.
David Berry mengartikan marginal sebagai suatu situsi dimana orang bercita- cita atau berkinginan pindah dari kelompok sosial yang satu ke kelompok
sosial yang lain, akan tetapi ditolak keduanya.
38
Secara singkat, definisi ini menggambarkan permasalahan relasi sosial-budaya yang ditanggung oleh
kaum marginal. Sedangkan, Menurut Wini Septriarti, pengertian marginalitas menunjukan kepada status seseorang atau sekelompok orang yang berbeda
kebudayaan.
39
2. Profil Kehidupan Masyarakat Marginal
Masyarakat marginal adalah masyarakat dalam kategori masyarakat miskin kota. Mereka miskin karena adanya hierarki atau struktur dalam masyarakat.
Kemiskinan tersebut karena mereka berada di lapisan bawah struktur ekonomi. dan sosial. Ini sebagai konsekuensi logis dari sistem mata pencaharian mereka
sebagai kategori unskilled labor, yang memiliki tingkat pendapatan rendah.
35
Depdikbud, Marginal, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 14
36
Kartasapoetra dan Hartini, Kamus Sosiologi dan Kependudukan, Jakarta: Bumi Aksara,1992,h. 244
37
Y. Argo Trikomo, Pemulung Jalanan Yogyakarta: Konstruksi Marginalitas dan Perjuangan Hidup dalam Budaya-Budaya Dominan Yogyakarta: Media Pressindo, 1999 , h.7
38
David Berry, Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1995 , h. 14
39
S. Wisni septriarti, Masyarakat kelompok Marginal dan Pendidkannya, dalam Cakrawala Pendidikan ,Mei,1994, h. 11-12
Masyarakat yang tergolong dalam kategori ini adalah mereka yang berprofesi sebagai pemulung, pedagang asongan, pengemis, dan buruh pekerja kasar.
Dalam Penelitian, ini karena peneliti tidak mungkin dapat meneliti semua bentuk masyarakat marginal, maka penelitian ini memfokuskan pada salah
satu bentuk masyarakat marginal. Masyarakat marginal yang menjadi perhatian peneliti adalah komunitas pemulung
Adapun definisi pemulung dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai orang yang memulung, memanfaatkan barang bekas seperti puntung rokok
dengan menjualnya kepada pengusaha yang akan mengolahnya kembali menjadi barang komoditi. Selain itu memulung diartikan mengumpulkan
barang-barang bekas limbah yang terbuang sebagai sampah umtuk dimanfaatkan sebagai bahan produksi dan sebagainya.
40
Sedangakan menurut Laurike dean Wempy, pemulung diartikan bahwa mereka sebagai pekerja pekerja sektor informal, datang secara individual atau
berkelompok, yang berasal dari desa sebagai kaum migran. Yang bekerja sebagai pekerja sektor informal, mereka termarginalisasi secara ekonomi,
politik, dan sosial.
41
Profesi sebagai pemulung yang mengumpulkan barang-barang bekas merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat marginal. Suatu komunitas
yang dalam masyarakat diberi stereotif orang kotor, dan tak dapat dipercaya. Komunitas pemulung yang menjadi titik fokus dalam penelitian ini adalah
komunitas pemulung yang berada di Jl. Bulak Wangi II RT08, RW 03, Kedaung, Ciputat-Tangerang
a. Pemukiman
Kemungkinan bagi komunitas marginal untuk mempunyai tempat tinggal yang layak tipis sekali. Kelompok masyarakat ini hidup dan tinggal di gubuk-
gubuk. Diantara gubuk-gubuk itu terdapat perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya, yaitu “gubuk setengah permanent” gubuk yang permanen, tetapi
dengan bahan bangunan yang kebanyakan tidak tahan lama, dan “gubuk setengah sementara” gubuk yang dibangun secara sederhana untuk tempat tinggal
40
Depdikbud, “Pemulung”, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 797
41
Laurike Moeliono dan Wempy Anggal, Remaja Marginalitas di Kota Besar Korban Kemiskinan,dalam Atmanan Jaya, XII, Diterbitkan oleh Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya,
Desember,2000
sementara .
42
Atau bagi mereka yang tidak mempunyai gubuk sama sekali dibagi dalam golongan mereka yang tidur dibawah atap langit. Namun, pada umumnya
kelompok tersebut hidup dan tinggal di dalam kumpulan gubuk kertas, plastik dan papan rombeng. Yang memiliki tingkat kebersihan, kebutuhan akan air minum,
dan sanitasi tidak memenuhi standar kehidupan. Mc Gee berpendapat, munculnya masalah sosial dan kantong-kantong
orang miskin dikota sebagai akibat urbanisasi semua atau urbanisasi yang kebanyakannya terjadi di dunia ketiga dan tidak berkaitan dengan perkembangan
ekonomi yang kemudian menimbulkan rakyat jelata Lumpen Proletariat yang merupakan massa miskin kota. Ia juga menggambarkan lingkungan masyarakat
marginal dengan kondisi-kondisi yang ada terdiri dari gubug-gubug lapuk tanpa fasilitas pokok yang mempermudah kehidupan seperti listrik, air, sanitasi dan
jalan-jalan yang wajar. Perkampungan itu juga dicemari oleh kotoran-kotoran, sampah-sampah atau masalah lingkungan yang lainya. Kampung masyarakat
marginal tumbuh secara tidak teratur, spontan dan tidak resmi. Di balik lingkungan tampak miskin infrastruktur yang masih kasar. Ketiadaan pelayanan
kondisi kebersihan yang menyedihkan dan jalan-jalan serta gang-gang yang becek terdapat masyarakat kampung yang beragam dan heterogen.
43
Komunitas Pemulung ummunya hidup dan tinggal dalam kumpulan gubug kertas, plastik dan papan rombeng. Pemukiman tersebut dikenal dengan istilah
lapak. Di lapak tersebut bertimbun berbagai tumpukan barang bekas yang sudah
42
Pasurdi Suparlan,Orang Gelandangan di Jakarta: Politik Pada Golongan Termiskin, Dalam Kemiskinan di Perkotaan, h. 183
43
Zsu Zsa Baros, Prospek Perubahan Bagi Golongan Miskin Kota Jakarta: Sianar Aharapan,1984 ,h.94
tidak terpakai lagi, mulai dari logam, aneka jenis plastik, alumunium, pecahan kaca, potongan-potongan kayu, dan aneka macam kertas.
b. Mata Pencaharian
Bagi kelompok pemulung, tumpuan sektor mata pencaharian mereka adalah mengumpulkan barang-barng bekas. Dalam komunitas pemulung sendiri
ada dua cara dalam mengumpulkan barang bekas, mereka yang sudah memepunyai leveransir atau sumber tempat tetap mencari barang-barang bekas,
dan mereka yang mencari barang bekas di mana-mana dengan cara sendiri-sendiri. Barang-barang bekas yang mereka cari dikelompokan sesuai dengan jenisnya,
kemudian dijual kepada seseorang yang bertindak sebagai agen dalam lingkungan tersebut.
c. Kehidupan Beragama
Soelaiman menjelaskan bahwa karena latar belakang sosial yang berbeda di masyarakat agama, maka masyarakat agama akan memiliki sikap dan nilai yang
berbeda pula. Kebutuhan dan pandangan terhadap prinsip keagamaan berbeda- beda, kadangkala kepentingan terhadap agama dapat tercermin atau tidak sama
sekali.
44
Karena itu kebhinekaan dalam kelompok masyarakat akan mencerminkan perbedaan jenis kebutuhan agama.
Masyarakat marginal sebagai masyarakat strata bawah memiliki tingkat pemahaman dan refleksi ajaran agama yang berbeda dengan kelompok
masyarakat lainnya. Pada masyarakat ini, agamanya belum difahami sebagai way
44
M. Munandar Soelaiman, Ilmu Sosial Dasar, Teori dan Konsep Ilmu Sosial, Bandung: Etersco, 1993, h, 51
of life pedoman hidup yang mengandung nilai-nilai yang sangat tinggi. Namun, sebagai tata cara praktis atau resep jitu, yang mereka gunakan untuk memecahkan
problem kehidupan. Misalnya ayat Al-quran tertentu dianggap mempunyai daya magis untuk menyembuhkan penyakit, mendatangkan rezeki, menjaga
keselamatan, dan sebagainya. Pada umumnya ajaran agama dipahami secara sederhana dan praktis.
45
Dalam praktik kehidupan, konsep halal dan haram, benar dan salah tidak mereka pahami sebagai adanya. Oleh karena itu, untuk memahami agama dalam
kehidupan sosial, mereka ini perlu dikaitkan dengan konteks kehidupan sosial budaya, yaitu ajaran agama yang telah direduksi dan diseleksi oleh pemeluknya.
Kemudian difungsikan dalam kehidupan sosial mereka sebagai instrumen dalam memecahkan berbagai persoalan hidup.
46
3. Kemiskinan dalam masyarakat marginal
Kemiskinan merupakan masalah yang selalu memotivasai setiap orang untuk berupaya mencari jalan pemecahnya baik melalui pemikiran atau tindakan
nyata. Hingga kini permasalahan tersebut masih menjadi agenda besar dunia yang menuntut sebuah penyelesaian. Sebab, implikasi hal tersebut melibatkan
seluruh aspek kehidupan manusia, walaupun kehadirannya seringkali tidak disadari bagi manusia bersangkutan.
Sar. A. levitan menjelaskan bahwa kemiskinan adalah kekurangan barang- barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu
standar hidup layak. Karena standar hidup berbeda-beda, maka tidak ada definisi kemiskinan yang diterima secara universal.
47
45
Surjanto, Keberagamaan Komunitas Pemulung di Lembah Sungai Gajah Wong Yogyakarta, dalm Jurnal Penelitian Agama, VIII, 21 Januari-April, 1999 ,h. 75
46
Surjanto, Keberagamaan Komunitas Pemulung di Lembah Sunagi Gajah Wong Yogyakarta, dalam Jurnal Penelitian Agama, VIII, 21 Januari-April, 1999 ,h. 75
47
Nabil Subhi al-Tahwil, Kemiskinan dan Keterbelakangan di Negara-negara Berkembang, Bandung; Mizan, 1985, h. 36
Menurut Pasurdi Suparlan, kemiskinan adalah suatu standar hidup rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan
orang dibandingkan dengan standar kehidupan umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan rendah ini secara langsung
nampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong miskin.
48
Sedangkan Soerjono Soekanto, mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai
dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.
49
Berdasarkan data sensus tahun 1998, meyatakaan bahwa semenjak krisis ekonomi yang menimpa bangsa Indonesia tahun 1997, jumlah penduduk
miskin di Indonesia berjumlah 79, 4 juta jiwa 39, 1 dari total penduduk indonesia.
50
Kondisi ekonomi nasional yang tidak membaik tiap tahunnya akan menyebabkan kemiskinan bertambah. Pada bulan Juli 2007 BPS
memperkirakan angka kemiskinan di Indonesia akan meningkat menjadi 42-48 juta dari 39,01 orang pada tahun lalu. Hal ini terlihat dari pendapatan yang
terus menurun.
51
Menurut Adi Sasono Kemiskinan rakayat Indonesia tidak disebabkan sejak semula mereka tidak mempunayai faktor-faktor kultural yang dinamis. Mereka
terbelakang dan miskin karena kesempatan-kesempatan tidak diberikan kepada mereka atau mereka miskin oleh karena kesempatan-kesempatan telah
dihancurkan dari mereka. Keterbelakangan dan kemiskinan bangsa Indonesia di sebabkan oleh oleh proses penghancuran kesempatan yang terjadi sebagai
akibat dari proses eksploitasi.
Sejak era kolonial hingga hari ini, eksploitasi merupakan penyebab utama kemiskinan di kepulauan Nusantara. Saat Ini, pintu investasi asing yang dibuka
lebar yang semula bertujuan memperbaiki sistem perekonomian negara, justru lebih mempermulus proses eksploitasi dan memperkuat hegomoni asing dalam
perekonomian dalam negeri. Sebagian sumber daya alam Indonesia justru dinikmati oleh perusahaan-perusahaan dan orang-orang asing, bukan mayoritas
indonesia. Karena sistem ekonomi kapitalis yang berlebihan ini, kemiskinan terus laju meningkat tiap tahunnya.
Selain buruknya sistem ekonomi, masih terdapat beberapa faktor lain yang semakin memelihara kemiskinan di Indonesia. Faktor-faktor tersebut antara
lain: tekanan internasional melalui hutang luar negeri , korupsi, serta
48
Pasurdi Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,1984 , h.12
49
Soerjono Soekanto, sosiologi Suatu Pengantar, h. 406
50
Taufik Abdullah, Indonesia menapak abad 21 dalam Kajian Sosial dan Budaya, Jakarta: Peradaban , 2001, h. 120
51
Aria Yudistira,”Kemiskinan Di Indonesia Diyakini Bertambah “, artikel diakses tanggal 5 Agustus 2007, dari http: www.media_Indonesia.com
masyarakat yang telah lama terjerat dalam lingkaran setan kemiskinan dan kebodohan.
Kemiskinan dalam masyarakat marginal tidak cukup diterangkan sebagai konskuensi logis dari realitas ekonomi dan struktur. Akibat rentan waktu yang
cukup panjang dalam lingkaran kebiasaan dan terabaikan. Kini ia sudah menjadi realitas budaya yang berbentuk sikap menyerah kepada keadaan.
Kemiskinan yang telah mendarah daging dalam masyarakat marginal telah menjadikan mereka terbiasa dengan keadaan yang dijalaninnya. Sehingga
kemiskinan dipandang sebagai kebudayaan yang umumnya terwariskan antara generasi. Hal ini dapat dilihat dari kehidupan kaum marginal yang kebanyakan
berprofesi sebagai pemulung, kemudian profesi mereka terwarisi kepada anak cucu sehingga menjadikan kehidupannya sukar untuk keluar dari garis
kemiskinan.
BAB III PROFIL DAERAH PENELITIAN DAN SUBJEK PENELITIAN
A. Kondisi Geografis dan Demografis Daerah Penelitian
Kelurahan Kedaung merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Ciputat yang bernaung di bawah kesatuan kota Tangerang propinsi
Banten. Wilayah Kedaung terletak pada jarak 3 km dari pusat pemerintahan kecamatan, 70 km dari kota kabupaten, 170 km dari ibu kota provinsi, dan 30 km
dari ibu kota negara. Secara geografis kelurahan Kedaung mempunyai luas wilayah 287.67
hektar, yang terdiri dari 212,37 hektar tanah darat dan 65,30 hektar sawah tadah hujan. Wilayah ini berada pada 35 m di atas laut, dengan curah hujan 20002500
mil, dan mempunyai suhu rata-rata 29 derajat celcius. Berdasarkan kelembagaan desa, wilayah kelurahan ini terbagi dalam 15 buah rukun warga RW dan 55
buah rukun tetangga RT. Berdasarkan data demografis, daerah yang mempunyai luas wilyah 287,67
hektar ini dihuni oleh 17.891 jiwa, yang terdiri 9.180 jiwa laki-laki dan 8.711 jiwa penduduk perempuan. Data demografi kelurahan Kedaung menujukan bahwa
prosentase jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari perempuan. Secara lebih rinci data kependudukan ini dapat dilihat dari tabel di bawah ini