Sebagaimana yang diungkapkan oleh Wasni:”...Zakat wajib yang di bayarkan sebelun Lebaran. Yaitu, beras sebanyak tiga liter setengah. Yang di
berikan pada orang miskin, seperti kita…”
99
Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan dalam tingkat pengetahuan keagamaan yang dimiliki para informan.
Selain itu juga ditemukan perbedaan tingkat kecerdasan yang cukup signifikan dari para informan. Di mana perbedaan tersebut disebabkan karena latar belakang
pendidikan yang berbeda pada tiap-tiap informan.
3. Tradisi Ritual Dalam Menyambut Kedatangan Bulan Ramadhan
Adalah sesuatu kekeliruan bila menganggap bahwa antara agama dan budaya terus menyimpan benih hubungan antagonistic. Agama dan budaya
memanag terlahir sebagai dua sisi yang berbeda, namun dalam kehidupan praktis keduanya selalu dituntut untuk saling bernegasi dan berdialektik. Di belahan dunia
manapun agama dan budaya selalau diusahakan mempunyai hubungan yang bersifat kohesif. Dalam konteks ini, ketika suatu agama telah dipilih untuk
menjadi keyakinan yang hidup dalam suatu masayarakat, maka proses dialektik dan asimilasi akan berperan penting dalam menentukan proses adaptasi agama
tersebut. Lebih jelasnya, agama harus melakukan berbagai proses perjuangan dalam menyesuaikan nilai-nilai hakikinya dengan nilai-nilai budaya dan unsur-
unsur dari kebudayaan yang ada. Akumalasi dari proses tersebut akan memberikan corak lokal terhadap agama tersebut.
99
Wawancara Pribadi dengan ‘Mba Wasni, Tangerang, 3 Oktober 2007
Maka adalah suatu hal yanag mafhum bila perbedaan tempat telah melahirkan tata cara ritual dan moment keagamaan yang bersifat khas pada setiap
umat. Ini merupakan konsekuensi logis dari agama yang menjadi bercorak lokal. Di Indonesia sendiri, Islam merupakan agama yang telah berhasil berdialektika
dengan kebudayaan setempat. Banyak moment-moment keagamaan yang disambut atau diperingati dengan tata cara khas kelokalan yang sebenarnya ajaran
Islam sendiri tidak pernah menganjurkan untuk diaplikasikan, yakni mengikuti tata cara tradisi atau kebudayaan setempat. Misalnya tardisi sekaten dan upacara
“tabut” di Sumatra untuk memperingati Mawlid nabi. Serta tradisi munggah, nyadran atau nyekar dalam menyambut bulan Ramadhan.
Berdasarakan studi literatur, “munggah” diartikan dalam bahasa sederhana sebagai suatu bentuk untuk mengawali atau memulai
100
. Dalam masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Sunda munggah dianggap suatu hari yang
sangat penting bagi masyarakat Muslim dalam menyambut kedatangan Ramadhan. Saat itu mereka akan berkumpul dengan keluarga atau masyarakat
sekitar sambil menyantap hidangan bersama. Menurut K.H. Drs. Aminuddin Saleh, adanya budaya munggah merupakan
salah satu cara ulama-ulama terdahulu dalam menyebarkan Islam di tengah-tengah masyarakat yang masih kuat tradisinya. Yakni tradisi kumpul-kumpul dalam
rangka memperat persaudaran.
101
100
Drs. Aminuddin Saleh, “Munggah Kerinduan Spritual”, Artikel diakses tanggal 8 Setember, 2007, dari Http:www .Google.com
101
Drs. Aminuddiin Saleh ,”Munggah Kerinduan Spritual”, Artikel diakses tanggal 8 ASeptember 2007, dari Htt:www.google.com
Berkenaan dengan persiapan menyambut kedatangan Ramadhan, para pemulung tidak melakukan persiapan-persiapan seperti kebanyakan masyarakat
lainnya. Misalnya merenovasi rumah atau mempersiapkan sejumlah kegiatan rohani. Sebagian informan hanya terlibat kegiatan tata cara tradisi keagamaan
dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Seperti pulang ke kampung halaman untuk munggah, nyekar atau nyadran ke makam-makam keluarga, atau hanya
sekedar keramas yang dilakukan satu hari sebelum Ramadhan, sebagai tanda pensucian diri. Sebagaimana yang diungkap oleh Edi Sudewo:
”…Biasanya orang-orang di sekitar sini menyambut datangnya Ramadahan dengan memperbaiki rumah mereka. Saya di sini tidak
melakukan apa-apa dalam menyambut kedatangan bulan Ramadhan. Biasanya saya dan istri setiap seminggu sebelum bulan Ramadhan pulang
kampung ke Banyumas. Sudah menjadi kebiasaan setiap tahunnya dalam menyambut Ramadhan seluruh keluarga besar berkumpul di rumah
kerabat tertua. Untuk silaturahmi, bermaaf-maafan untuk melebur dosa nyambut bulan suci. Dan yang terpenting adalah melakukan nyadran ke
makam-makam leluhur untuk mendoakanya memohon supaya diampunkan dosanya”.
102
Hal yang tidak berbeda juga diungkapkan oleh Solihin, ia menyatakan
bahwa jika ada rezeki ia menyambut kedatangan Ramadhan dengan acara munggahan bersama keluarga besarnya di kampung halaman. Sebagaimana yang
diungkap olehnya: ”...Saya di sini ‘ngga ada persiapan apa-apa. Tapi, karena kemaren
ada rezeki, lima hari sebelum bulan Ramadhan saya pulang kampung ke Tasikmalaya untuk munggahan nyambut Ramadhan. Biasanya orang-
orang di kampung saya nyambut Ramadhan dengan acara munggah bersama keluarga besar. Adik, kakak, paman dan keponakan saya yang
tinggal di kota juga pulang ke kampung untuk munggahan bersama. Munggahan biasanya diadakan dua hari sebelum Ramadhan di rumah
orang tertua. Untuk silaturahmi dan menikmati makan bersama. Setelah itu
102
Wawancara Pribadi dengan Bapak Edi Sudewo, Tangerang, 29 September 2007
biasanya kita semua pergi ke makam kelurga untuk nyekar, bebersih, dan mengirimkan doa”.
103
Lain halnya dengan Wasni, ia menuturkan bahwa jika Ramadhan akan tiba ia hanya mempersiapkan kesucian dirinya. Dengan mandi besar pada satu hari
sebelum kedatangan Ramadhan. Hal tersebut ia lakukan setiap tahunnya Sebagaimana yang diungkap olehnya:”…Biasanya saya cuma mandi besar,
keramas di satu hari sebelum Ramadhan untuk pensucian diri menyambut Ramadhan. Saya selalu melakukanya tiap tahun, baik di kampung maupun di sini.
Karena itu ajaran dari orang tua dan katanya adalah sudah jadi suatu keharusan”.
104
Sementara informan lainnya tidak melakukan persiapan khusus dalam menyambut kedatangan bulan Ramadhan. Meskipun mengakui keistimewaan
bulan tersebut, namun mereka tetap bertindak seperti dalam bulan-bulan biasanya. Melihat dari pernyataan Edi Sudewo, Solihin dan Wasni, dapat dikatakan
bahwa mereka memiliki ketaatan yang kuat terhadap tradisi keagamaan. Dalam konteks ini, mereka berkeinginn kuat dan terus berupaya untuk dapat menjalani
tradisi keagamaan, khususnya tradisi dalam menyambut kedatangan bulan Ramadhan
3. Ritual Ibadah dan Amalan Keagamaan Komunitas Pemulung di Bulan