Ritual Ibadah dan Amalan Keagamaan Komunitas Pemulung di Bulan

biasanya kita semua pergi ke makam kelurga untuk nyekar, bebersih, dan mengirimkan doa”. 103 Lain halnya dengan Wasni, ia menuturkan bahwa jika Ramadhan akan tiba ia hanya mempersiapkan kesucian dirinya. Dengan mandi besar pada satu hari sebelum kedatangan Ramadhan. Hal tersebut ia lakukan setiap tahunnya Sebagaimana yang diungkap olehnya:”…Biasanya saya cuma mandi besar, keramas di satu hari sebelum Ramadhan untuk pensucian diri menyambut Ramadhan. Saya selalu melakukanya tiap tahun, baik di kampung maupun di sini. Karena itu ajaran dari orang tua dan katanya adalah sudah jadi suatu keharusan”. 104 Sementara informan lainnya tidak melakukan persiapan khusus dalam menyambut kedatangan bulan Ramadhan. Meskipun mengakui keistimewaan bulan tersebut, namun mereka tetap bertindak seperti dalam bulan-bulan biasanya. Melihat dari pernyataan Edi Sudewo, Solihin dan Wasni, dapat dikatakan bahwa mereka memiliki ketaatan yang kuat terhadap tradisi keagamaan. Dalam konteks ini, mereka berkeinginn kuat dan terus berupaya untuk dapat menjalani tradisi keagamaan, khususnya tradisi dalam menyambut kedatangan bulan Ramadhan

3. Ritual Ibadah dan Amalan Keagamaan Komunitas Pemulung di Bulan

Ramadhan. Agama merupakan sistem keyakinan yang dipunyai secara individual yang melibatkan emosi-emosi dan pemikiran-pemikiran yang sifatnya pribadi, dan 103 Wawancara Pribadi dengan Bapak Solihin, Tangerang 27 September 2007 104 Wawancara Pribadi dengan’Mba Wasni, Tangerang,3 Oktoberr2007 diwujudkan dalam tindakan-tindakan keagamaan upacara, ibadat, dan amal ibadah yang sifatnya individual ataupun kelompok dan sosial yang melibatkan sebagian atau seluruh masyarakat. 105 Ritual ibadah merupakan media terbaik bagi pengejawantahan sikap keshalehan. Shaleh atau tidaknya seseorang dapat dilihat dari seberapa taatnya ia menjalankan ritual ibadah yang ada dalam agama tersebut. Standar evaluatif tersebut yang menentukan setiap orang berhak mendapat predikat shaleh atau tidak. Terlepas dari penilain tersebut, pembahasan ini akan menguraikan intensitas ibadah ritual komunitas masyarakat marginal. dalam bulan Ramadhan. . Dan agar lebih efisien dihantarkan model penulisan yang terlebih dahulu mendeskripsikan mengenai ibadah ritual yang dijalankan para informan dalam bulan Ramadhan. Kemudian, mendeskripsikan pengaruh Ramadhan terhadap intensitas ibadah para informan dalam bulan sesudahnya atau lainnya. Dalam setiap hati umat Muslim, Ramadhan menduduki peringat bulan teristimewa. Dikatakan istimewa karena, Ramadhan merupakan moment keagamaan yang di dalamnya mengandung ibadah khas bagi umat muslim. Seperti puasa dan taraweh yanag merupakan ibadah khas, yang diperintahkan dalam bulan tersebut. Status sosial bukanlah pilihaan manusia. Jika seandainya status sosial menjadi hak paten manusia, maka high status akan menjadi pilihan utama. Setiap manusia lebih suka menjadi orang berkecukupan supaya lebih akomodatif dan 105 Roland Robertson, ed, Agama Dalam Interpretasi sosiologis, h.VII fasilitatif dalam memenuhi kebutuhannya, termasuk memenuhi perintah agama. Dalam hal ini banyak perintah agama yang menuntut kondisi fasilitatif dan akomodatif seperti puasa, sedekah dan zakat. Bagi masyarakat marginal, problem ekonomi seringkali berimplikasi pada pengabaian perintah agama. Meskipun telah terbiasa dengan kondisi lapar, namun secara praktis hanya sebagian kecil yang melaksanakan ibadah puasa secara penuh dalam bulan Ramadhan. Berdasarkan wawancara dan observasi, hanya lima orang informan yang masih menjalankan ibadah puasa sampai saat penelitian ini berlangsung. Sedangkan para informan lainnya hanya berpuasa beberapa hari di awal bulan Ramadhan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Siti Fatimah:”…Alhamdulillah, sampai saat ini saya masih berpuasa dan belum bolong satu hari pun. 106 Hal yang sama juga diungkapkan oleh Edi sudewo, Sumarno, Denti, dan Solihin, mereka menyatakan bahwa dari awal Ramadhan sampai saat penelitian berlangsung mereka masih menjalankan ibadah puasa. Sedangkan, para informan lainnya mengungkapkan hal berbeda. Mereka hanya menjalankan ibadah puasa di hari-hari awal bulan Ramadhan. Kondisi yang tidak fasilitatif dan akomodatif serta tantangan kerja yanag berat menyebabakan mereka menangguhkan bahkan mengabaikan ibadah wajib, Misalnya seperti puasa ini, karena kurangnya asupan kalori yang di konsumsi serta jauhnya jarak yang mereka tempuh dalam bekerja menghantarkan mereka 106 Wawancara Pribadi dengan Siti Fatimah, Tangerang,2 Oktober 2007 pada kondisi dilematis, dimana mereka dihadakan pada pilihan ibadah atu bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun sebagian besar dari mereka lebih memilih menanggalkan ibadah puasa demi kenyamanan bekerja. Sebagaimana yang diungkapkan Tamiri: ”…Sudah hampir delapan hari saya ‘ngga puasa. Tapi, hari-hari pertama saya puasa. Terus ke sininya ‘ngga lagi. Saya ‘ngga kuat. Gimana mau puasa, sahur aja cuma makan pake’ ikan asin, terus siangnya harus keliling cari barang-barang di daerah BSD atau ke Pondok Indah. Ya… kalo’ begitu saya ngga kuat.” 107 Hal yang tidak berbeda juga diungkapkan oleh Wasem, ia menyatakan sudah sepuluh hari tidak menjalankan ibadah puasa. Ia mengaku tidak kuat bila bekerja dalam keadaan menjalankan ibadah puasa. Maka ia lebih memilih menangguhkan ibadah puasanya, demi aktivitas kerjanya supaya dapat memenuhi kebutuhan dalam bulan tersebut. 108 Selanjutnya yang juga merupakan ibadah jasmani, ruhaniah dan amaliah yang khas dalam dalam bulan Ramadhan dalah taraweh, tadarus Al-quran, infak dan zakat fitrah. Dalam pelaksanaan salat taraweh dan tadarus Al-qu’ran hanya tiga orang informan yang melakukannya secara rutin, sedangkan yang lainnya jarang melakukannya. Bahkan ada beberapa informan yang tidak melakukannya sama sekali. Solihin dan Edi Sudewo misalnya, mereka mengatakan meskipun taraweh dan tadarus adalah ibadah yang hukumnya sunat, tapi sedapat mungkin mereka berusaha melaksanakannya seperti ibadah wajib. 107 Wawancara pribdi dengan Bapak Tasman, Tangerang, 25 September 2007 108 Wawancara pribadi dengan Ibu Wasem, Tangerang, 30 September 2007 Hal senada juga diungkapkan oleh Siti Fatimah:“…Walaupun terasa cape’ banget setelah buka puasa, tapi tiap malamnya saya selalu usahakan buat ngerjain teraweh walaupun cuma 11 raka’at. Untuk tadarus Al-quran juga begitu, biasanya saya kerjain saat nunggu masuk waktu subuh.” 109 Sedangkan Denti, Lasmidi dan Wasni mengungkapkan hal berbeda. Mereka menyatakan bahwa dalam hal pelaksanaan salat taraweh dan tadarus mereka melakukanya, namun intensitasnya relatif rendah. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Wasni:”…Biasanya kalo’ lagi ‘ngga cape’ banget, jarang-jarang saya masih juga melakukan salat teraweh. Itu juga harus tahan kuping, denger hinaan dari orang-orang sekitar sini. Kalo’kita ikut terweh sama-sama di masjid orang-orang sekitar sini ‘ngga mau dekat-dekat kita. Katanya bau sampah, kayanya jiji banget….” 110 Hal yang sama juga diungkapkan oleh Denti:”…Iya,…kadang-kadang saya salat taraweh, kalo’ lagi ‘ngga cape dan ‘ngga ada PR dari sekolah. Kalo’ tadarus Al-Qur’an setiap hari di sekolah setiap sebelum pelajaran pertama. Tapi kalo’ di rumah jarang.” 111 Sementara, Wasem, Tasman , dan Tamiri mengungkapkan bahwa mereka tidak melakukan salat Taraweh dan Tadarus Al-quran sama sekali, karena mereka mengaku tidak dapat membaca Al-quran dan kurang hapal bacaan dalam salat. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Tamiri:”…Bagaimana mau tadarus Al- qur’an, lah wong…hafal huruf Arab juga’ngga, gimana mau bacanya. Begitu juga 109 Wawancara Pribadi dengan ibu Siti Fatimah, Tangerang, 2007 110 Wawancara Pibadi dengan ‘Mba Wasni, Tangerang,3 Oktober 2007 111 Wawancara Pribadi dengan Denti, Tangerang, 5 Otober2007 teraweh, .bacaan salat juga saya ‘ngga hafal banget. Jadi juga sama’ngga saya kerjain…” 112 Hal yang tidak berbeda juga diungkapkan Wasem:”…Kalo’ tahun kemaren jarang-jarang masih dikerjain. Tapi sekarang ‘ngga. Males…, habisnya orang-orang sini kalo’ shalat ‘ngga mau deket-deket kita. Jiji banget kayanya. Kalo’ baca qur’an ‘ngga, ibu ‘ngga bisa ngaji….” 113 Ibadah salat lima waktu merupakan perintah mutlak dari Tuhan. Dalam konteks ini, salat merupakan ibadah yang tidak dapat ditawar kewajiban hukumnya bagi siapa pun dan dalam kondisi apa pun. Maka, tiap Muslim dituntut untuk selalu taat dan tertib dalam pelaksnaanya. Ketersediaan akan adanya tata cara qadha, jamak, dan qasar merupakan implikasi dari betapa urgennya pelaksanaan ibadah kontemplasi tersebut. Solihin adalah pemulung yang berasal dari Tasikmalaya. Menurut Penulis berdasarkan wawancara mendalam dan observasi yang dilakukan terhadap Solihin. Ia adalah orang yang sangat taat melaksanakan salat lima waktu. Ini terlihat dari kebiasaannya yang selalu membawa baju koko dalam bekerja untuk dipakainya dalam melaksanakan salat wajib di siang hari. Hal tersebut yang membuat ia berbeda dibanding informan yang lain, disebabkan karena ia pernah mengenyam pendidikan di pondok pesantren, yang dalam lingkungannya selalu menerapkan tertib pada pelaksanaan salat lima waktu. Sebagaimana yang diungkapkannya: “…Kalo’ masalah salat lima waktu, Alhamdulillah ‘ngga pernah saya tinggalkan, baik di bulan Ramadhan dan bulan lainnya. Yang berbeda 112 Wawancara Pribadi dengan Bapak Tamiri, Tangerang, 28 September 2007 113 Wawanacra Pribadai dengan Ibu Wasem, Tangerang,30 September 2007 mungkin kekhusuyu’annya, dalam bulan Ramadhan sengaja saya lebih melamakan waktu salat saya dari biasanya, supaya lebih khusyu”. 114 Hal tersebut juga diungkapkan oleh Edi Sudewo dan Siti Fatimah. Mereka menyatakan bahwa selalu melakukan salat lima waktu secara rutin baik dalam bulan Ramadhan maupun bulan lainnya Sedangkan Lasmidi, Denti, Sumarno dan Wasni dalam hal salat lima waktu mereka mengungkapkan untuk berusaha meningkatkan intensitas pelaksanaannya di bulan Ramadhan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sumarno:”…Setiap hari-harinya bapak salat, tapi bolong-bolong. Kalo’ dalam bulan Ramadhan sih, bapak ngerjainnya lima waktu. Soalnya bulan Ramadhan itu bulan ibadah, jadi bapak juga ‘ngga mau ketinggalan, walaupun cuma bisa ngerjain salat lima waktu….” 115 Sementara Wasem, Tasman, dan Tamiri mengungkapkan hal yang berbeda. Dalam hal salat, mereka menyatakan sama dengan bulan biasanya. Mereka melakukan salat lima waktu, namun tidak melakukannya secara penuh. Hal tersebut diungkapkan oleh Tasman:”… Soal salat ‘ngga ada perbedaan, sama seperti hari-hari biasa. Tetap bolong-bolong, kadang salat kadang ‘ngga. Dalam bulan biasanya cuma ngerjain dua waktu, atau kadang ‘ngga sama sekali. Tapi dalam bulan Ramadhan saya ngerjain tiga sampai empat waktu…” 116 Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan penulis, dapat dikatakan bahwa dalam bulan Ramadhan seluruh informan melakukan salat lima waktu, namun ada perbedaan intensitas pelaksnaannya dalam bulan Ramadhan. 114 Wawancara Pribadi dengan Bang Solihin, Tangerang,27 September 2007 115 Wawancara Pribadi dengan Bapak Sumarno, Tangerang, 7 Oktober2007 116 Wawancara Pribadi dengan Bapak Tasman, Tangerang, 8 Oktober 2007 Ramadhan telah membawa pengaruh yang cukup signifikan bagi pelaksanaan salat lima waktu seluruh informan, dimana dalam bulan tersebut mereka melakukan peningkatan intensitas ibadah salat lima waktu. Ramadhan merupakan bulan penuh karunia dan rahamat, dimana pahala dan segala amal kebaikan dilipatgandakan sampai 70 kali lipat dari bulan lainnya. Bahkan ibadah sunat yang dikerjakan dalam bulan ini dibalas dengan pahala ibadah fardu dan dilipatgandakan sampai 70 kali lipat. 117 Bagi komunitas pemulung ibadah sunat kurang memiliki tempat dalam kedudukan pelaksanaan ibadah ritual mereka. Maka dalam kehidupan sehari-hari pelaksanaannya cenderung diabaikan. Namun dalam bulan Ramadhan, ada beberapa informan yang melaksanakannya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Solihin:”…Dalam bulan Ramadhan terkadang saya melakukan salat sunat tahajud, tapi ‘ngga setiap malam. Kalo’ lagi ‘ngga cape dan kebetulan terbangun tengah malam…” Hal senada juga diungkapkan oleh Edi Sudewo dan Siti Fatimah. Mereka menyatakan bahwa dalam bulan Ramadhan melaksanakan ibadah sunat, namun tidak dilakukun secara rutin. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Siti Fatimah:”…Kadang kalo’ waktu sahur masih panjang saya ngerjain tahajud sambil nuggu waktu subuh juga, tapi ‘ngga setiap malam. Pokoknya dalam bulan ini saya berusaha perbanyak ibadah….” 118 117 Drs. Dedi Junaedi, Pedoman Puasa, h. 104 118 Wawanacara Pribadi dengan Ibu Siti Fatimah,Tangerang, 2 Oktober 2007 Hal tersebut juga diungkapkan oleh Edi Sudewo:”… Dalam bulan Ramadhan salat ba’diyah dan qabliyah sering saya kerjakan, tahajud juga.Tapi kalo’ salat dhuha ‘ngga…” 119 Sedangkan informan lainnya menyatakan tidak melakukan ibadah sunat, karena tidak ada waktu dan tidak tahu bacaan-bacaan salat sunat. Sebagaimana yang diungkapan oleh Lasmidi:”…’Ngga pernah, kalo’lagi waktunya dhuha saya keliling cari barang, ‘ngga sempat.Gimana mau ngerjain…” 120 Hal yang sama juga diungkapkan oleh: Tamiri:”…Salat wajib aja kadang ngerjain kadang ‘ngga, bolong-bolong. Itu juga bacaannya kurang tau. Apa lagi salat sunat, ‘ngga pernah…” 121 Hal yang tidak berbeda juga diungkapkan oleh Wasem:”…Kalo’ saya tahu pasti saya kerjain. Salat sunat macam-macamnya apa saja kurang tau, apalagi bacaan-bacaanya. Jadi ngga pernah saya kerjakan…” 122 Selanjutnya yang merupakan ibadah khas bulan Ramadhan adalah zakat fitrah. Zakat fitrah merupakan ibadah amaliah yang wajib dikeluarkan oleh tiap muslim menjelang hari raya Idul Fitri. Meskipun tergolong sebagai massa miskin, namun dalam hal mengeluarkan zakat fitrah para informan tidak mengabaikan kewajiban ibadah amaliah tersebut. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Lasmidi:”…Biar pun saya susah, tapi kalo’ soal zakat fitrah sih saya ‘ngga pernah melewatinya setiap tahun. 119 Wwanacaar Pribadi dengan Bapak Edi Sudewo, Tangerang,29 September 2007 120 Wawancara Pribadi dengan Bapak Lasmidi, Tangerang, 1 Oktober 2007 121 Wawancara pribadi dengan Bapak Tamiri, Tangerang, 28 September 2007 122 Wawancara Pribadi dengan Ibu Wasem, Tangerang, 30 September2007 Zakat fitrah itu sedekah yang wajib di bulan Ramadhan. Jadi mesti diusahain bagaimana cara untuk bisa membayarnya…” 123 Hal yang sama juga diungkapkan oleh Wasni:”…Zakat fitrah itu ‘kan hukumnya wajib, bagi orang mampu ataupun ‘ngga. Jadi kalo’ zakat fitrah saya selalu membayarnya setiap tahun…” 124 Sedangkan Sumarno, Wasem, Tasman, Denti, dan Tamiri menyatakin bahwa dalam hal mengeluarkan zakat fitrah mereka tidak rutin mengeluarkannya tiap tahun. Mereka mengeluarkannya jika ada rezeki yang cukup. Namun, jika tidak ada, maka mereka tidak menunaikan ibadah amaliah tersebut Selain zakat fitrah, sadadoh dan infak merupakan ibadah amaliah yang juga lazim di keluarkan masyarakat dalam bulan Ramadhan. Dalam hal tersebut, seluruh informan menyatakan bahwa mreka mengeluarkannya, walaupun tak besar nilainya. Sebagaimana yanag diungkapkan olehWasem:”…Soal bersedekah sih saya sering melakukannya. Bukan cuma di bulan Ramadhan, tapi juga di hari- hari biasa. Tapi, ya ..’ngga gede seperti orang lain…” 125 Hal senada juga diungkapkan oleh Sumarno:”… Kata orang-orang bulan puasa itu harus banyak sedekah. Maka itu walaupun cuma sedikit, tapi bapak ngelaksanainnya. Ya, lima ratus perak mah bapak suka ngasih pengemis di jalan…” 126 123 Wawancara Pribadi dengan Bapak Lasmidi, Tangerang, 1 Oktober2007 124 Wawancara pribadidengan ‘Mba Wasnii, Tangerang,3 Oktober, 2007 125 Wawancara Pribadi dengan Ibu Wasem, Tangerang,30 September 2007 126 Wawancara Pribadi dengan Bapak Sumarno, Tangerang, 7 Oktober 2007 Dari pernyatan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun kondisi kekurangan sangat lekat dengan kehidupan mereka, namun dalam pelaksanaan ibadah amaliah mereka tak mengabaikannya.

4. Pengalaman Keagamaan Berkenaan dengan Ramadhan Atau Yang