Masyarakat yang tergolong dalam kategori ini adalah mereka yang berprofesi sebagai pemulung, pedagang asongan, pengemis, dan buruh pekerja kasar.
Dalam Penelitian, ini karena peneliti tidak mungkin dapat meneliti semua bentuk masyarakat marginal, maka penelitian ini memfokuskan pada salah
satu bentuk masyarakat marginal. Masyarakat marginal yang menjadi perhatian peneliti adalah komunitas pemulung
Adapun definisi pemulung dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai orang yang memulung, memanfaatkan barang bekas seperti puntung rokok
dengan menjualnya kepada pengusaha yang akan mengolahnya kembali menjadi barang komoditi. Selain itu memulung diartikan mengumpulkan
barang-barang bekas limbah yang terbuang sebagai sampah umtuk dimanfaatkan sebagai bahan produksi dan sebagainya.
40
Sedangakan menurut Laurike dean Wempy, pemulung diartikan bahwa mereka sebagai pekerja pekerja sektor informal, datang secara individual atau
berkelompok, yang berasal dari desa sebagai kaum migran. Yang bekerja sebagai pekerja sektor informal, mereka termarginalisasi secara ekonomi,
politik, dan sosial.
41
Profesi sebagai pemulung yang mengumpulkan barang-barang bekas merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat marginal. Suatu komunitas
yang dalam masyarakat diberi stereotif orang kotor, dan tak dapat dipercaya. Komunitas pemulung yang menjadi titik fokus dalam penelitian ini adalah
komunitas pemulung yang berada di Jl. Bulak Wangi II RT08, RW 03, Kedaung, Ciputat-Tangerang
a. Pemukiman
Kemungkinan bagi komunitas marginal untuk mempunyai tempat tinggal yang layak tipis sekali. Kelompok masyarakat ini hidup dan tinggal di gubuk-
gubuk. Diantara gubuk-gubuk itu terdapat perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya, yaitu “gubuk setengah permanent” gubuk yang permanen, tetapi
dengan bahan bangunan yang kebanyakan tidak tahan lama, dan “gubuk setengah sementara” gubuk yang dibangun secara sederhana untuk tempat tinggal
40
Depdikbud, “Pemulung”, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 797
41
Laurike Moeliono dan Wempy Anggal, Remaja Marginalitas di Kota Besar Korban Kemiskinan,dalam Atmanan Jaya, XII, Diterbitkan oleh Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya,
Desember,2000
sementara .
42
Atau bagi mereka yang tidak mempunyai gubuk sama sekali dibagi dalam golongan mereka yang tidur dibawah atap langit. Namun, pada umumnya
kelompok tersebut hidup dan tinggal di dalam kumpulan gubuk kertas, plastik dan papan rombeng. Yang memiliki tingkat kebersihan, kebutuhan akan air minum,
dan sanitasi tidak memenuhi standar kehidupan. Mc Gee berpendapat, munculnya masalah sosial dan kantong-kantong
orang miskin dikota sebagai akibat urbanisasi semua atau urbanisasi yang kebanyakannya terjadi di dunia ketiga dan tidak berkaitan dengan perkembangan
ekonomi yang kemudian menimbulkan rakyat jelata Lumpen Proletariat yang merupakan massa miskin kota. Ia juga menggambarkan lingkungan masyarakat
marginal dengan kondisi-kondisi yang ada terdiri dari gubug-gubug lapuk tanpa fasilitas pokok yang mempermudah kehidupan seperti listrik, air, sanitasi dan
jalan-jalan yang wajar. Perkampungan itu juga dicemari oleh kotoran-kotoran, sampah-sampah atau masalah lingkungan yang lainya. Kampung masyarakat
marginal tumbuh secara tidak teratur, spontan dan tidak resmi. Di balik lingkungan tampak miskin infrastruktur yang masih kasar. Ketiadaan pelayanan
kondisi kebersihan yang menyedihkan dan jalan-jalan serta gang-gang yang becek terdapat masyarakat kampung yang beragam dan heterogen.
43
Komunitas Pemulung ummunya hidup dan tinggal dalam kumpulan gubug kertas, plastik dan papan rombeng. Pemukiman tersebut dikenal dengan istilah
lapak. Di lapak tersebut bertimbun berbagai tumpukan barang bekas yang sudah
42
Pasurdi Suparlan,Orang Gelandangan di Jakarta: Politik Pada Golongan Termiskin, Dalam Kemiskinan di Perkotaan, h. 183
43
Zsu Zsa Baros, Prospek Perubahan Bagi Golongan Miskin Kota Jakarta: Sianar Aharapan,1984 ,h.94
tidak terpakai lagi, mulai dari logam, aneka jenis plastik, alumunium, pecahan kaca, potongan-potongan kayu, dan aneka macam kertas.
b. Mata Pencaharian