Pengertian Model Thinking Aloud Pair Problem Solving TAPPS

kegiatan akhir. Sistem sosial menggambarkan peran dan hubungan antara guru dan peserta didik dalam aktifitas pembelajaran. Prinsip reaksi merupakan informasi bagi guru untuk merespon dan menghargai apa yang dilakukan oleh peserta didik. Sementara itu, sistem pendukung mendeskripsikan kondisi pendukung yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan model pembelajaran. Sebuah model pembelajaran juga memiliki efek atau dampak instruksional dan pengiring nurturant effect. Dampak instruksional merupakan dampak langsung yang dihasilkan dari materi dan keterampilan berdasarkan aktivitas yang dilakukan. Sementara itu, dampak pengiring merupakan dampak tidak langsung yang dihasilkan akibat interaksi dengan lingkungan belajar.

2.1.3.1 Pengertian Model Thinking Aloud Pair Problem Solving TAPPS

Salah satu model pembelajaran yang mengarahkan peserta didik untuk aktif dalam memecahkan masalah adalah model Thinking Aloud Pair Problem Solving TAPPS. Model Thinking Aloud Pair Problem Solving TAPPS merupakan pengembangan dari model pembelajaran kooperatif. Menurut Benham 2009: 150, model Thinking Aloud Pair Problem Solving TAPPS mempunyai sejarah panjang dalam penamaanya. Konsep model ini pertama kali diperkenalkan oleh Claparede dan kemudian digunakan oleh Bloom Broader pada studinya tentang proses pemecahan masalah pada mahasiswa perguruan tinggi. Kemudian model ini dikembangkan oleh Lochhead dan Whimbey pada tahun 1987 untuk meningkatkan kemampuan penyelesaian masalah peserta didik. Setelah sekian lama konsep model ini berkembang, nama “Thinking Aloud Pair Problem Solving” yang mempunyai akronim TAPPS diperkenalkan oleh Lochhead dan Whimbey. Dalam bahasa Indonesia thinking aloud artinya berpikir keras, pair artinya berpasangan dan problem solving artinya penyelesaian masalah. Sehingga, Thinking Aloud Pair Problem Solving TAPPS dapat diartikan sebagai teknik berpikir keras secara berpasangan dalam penyelesaian masalah. Tapi, perlu digarisbawahi dalam hal ini, bahwa model Thinking Aloud Pair Problem Solving TAPPS tidak hanya dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, tetapi model Thinking Aloud Pair Problem Solving TAPPS juga dapat mengembangkan kemampuan bernalar dan kemampuan komunikasi matematis yang mendalam. Seperti yang diungkapkan Whimbey Lochhead 1999: 342-3 43, “TAPPS develops mathematical communication skills as no other instructional method can. ... TAPPS builds reasoning skills while it fosters an extraordinarily deep level of mathematical communication ”. Menurut Whimbey Lochhead, sebagaimana dikutip oleh Pate, Wardlow, Johnson 2004: 5, “TAPPS requires two students, the problem solver and the listener, to work cooperatively in solving a problem, following strict role protocols ”. Maksudnya adalah TAPPS membutuhkan dua orang peserta didik, yang berperan sebagai problem solver dan listener, untuk berkerja sama dalam memecahkan masalah, mengikuti suatu aturan tertentu. Menurut Whimbey Lochhead 1999: 21-22, berpikir merupakan suatu keterampilan yang tidak dapat dilihat. Kemampuan untuk menganalisis materi kompleks dan pemecahan masalah tidak dapat diamati oleh orang lain, karena umumnya analisis materi kompleks umumya terjadi dalam pikiran atau di dalam kepala. Jadi seseorang tidak dapat mengamati bagaimana seorang ahli berpikir dan memecahkan suatu masalah. Ada salah satu cara, agar cara berpikir seseorang dalam memecahkan masalah dapat diamati, yaitu dengan mengungkapkan atau mengucapkan ketika mereka berpikir keras dalam memecahkan masalah. Jika terdapat dua orang, peserta didik dan orang yang sudah mahir atau lebih paham, mengucapkan apa yang mereka pikirkan ketika mereka bekerja dalam menyelesaikan ide-ide kompleks dan hubungannya, maka langkah-langkah yang mereka ambil dalam memecahkan masalah dapat dilihat, serta aktivitas mereka dapat diamati dan dikomunikasikan. Menurut Lochhead Pate Miller, 2011: 123, “the TAPPS strategy involves one student solving a problem while a listener asks questions to prompt the student to verbalize their thoughts and clarify their thinking ”. Hal ini berarti strategi TAPPS melibatkan satu peserta didik menyelesaikan masalah sementara itu listener menanyakan pertanyaan yang mendorong peserta didik tersebut untuk mengungkapkan pemikirannya dan menjelaskan pemikirannya tersebut. Menurut Benham 2009: 150, dalam pembelajaran TAPPS peserta didik dikelompokkan secara berpasangan. Satu orang berperan sebagai problem solver dan yang lain berperan sebagai listener. Setiap pasangan diberi suatu masalah yang harus dipecahkan. Problem solver bertugas memecahkan masalah dengan menyampaikan semua gagasan dan pemikirannya selama proses pemecahan masalah kepada listener, menjelaskan langkah-langkah yang digunakan dalam memecahkan masalah dan menjelaskan alasannya. Listener bertugas untuk menjaga problem solver untuk tetap bicara menjelaskan apa yang sedang dipikirkan. Jika problem solver terdiam dalam sejenak saja, listener harus menanyakan kepada problem solver apa yang sedang ia pikirkan. Kebutuhan listener adalah untuk memahami secara detail setiap langkah yang dilakukan problem solver, termasuk penyimpangan dan kekeliruan dalam pemecahan masalah. Listener tidak seharusnya membantu problem solver untuk memecahkan masalah. Setelah menyelesaikan masalah yang diberikan, pasangan tersebut diberikan masalah matematis lain yang sejenis dengan tingkat kesulitan yang sama. Keduanya bertukar peran, peserta didik yang sebelumnya berperan sebagai listener berganti peran menjadi problem solver, sebaliknya peserta didik yang sebelumnya berperan sebagai problem solver berganti peran menjadi listener, sehingga semua peserta didik memperoleh kesempatan menjadi problem solver dan listener. Peran Guru adalah memonitor seluruh aktivitas seluruh tim dan melatih listener mengajukan pertanyaan. Hal ini diperlukan karena keberhasilan model ini akan tercapai bila listener berhasil membuat problem solver memberikan alasan dan menjelaskan apa yang mereka lakukan untuk memecahkan masalah. TAPPS melatih konsep peserta didik, menghubungkannya pada kerangka yang ada, dan menghasilkan pemahaman materi yang lebih dalam. Jika terdapat kelompok yang mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah, guru dapat membantu dengan cara menjadi listener, dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya merupakan bantuan menuju sesuatu yang dibutuhkan peserta didik dan memberikan pertanyaan bantuan yang mengarahkan peserta didik ke sesuatu yang hendak dicari dan memberikan arahan tanpa mengungkapkan seluruh jawaban yang dibutuhan oleh peserta didik.

2.1.3.2 Tugas Problem Solver