Cina dengan rata-rata kontribusi ekspor minyak inti sawit Indonesia ke masing- masing negara tersebut adalah 27,89, 27,30, dan 20,29 dari jumlah ekspor
minyak inti sawit Indonesia ke dunia.
1.2. Perumusan Masalah
Pembangunan ekonomi pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, salah satu tolak ukur peningkatan kesejahteraan
tersebut adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak lepas dari peran ekspor. Di negara berkembang khususnya Indonesia, ekspor dapat
dijadikan andalan sebagai salah satu sumber penghasil devisa negara. Salah satu komoditas andalan ekspor Indonesia adalah produk turunan dari kelapa sawit
yaitu minyak sawit dan minyak inti sawit. Permintaan yang tinggi oleh negara-negara di dunia mendorong Indonesia
untuk terus memproduksi minyak sawit dan minyak inti sawit lebih banyak guna meningkatkan ekspor. Peningkatan volume produksi minyak sawit dan minyak
inti sawit dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan ekspor akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi,
Indonesia sebagai negara pengekspor minyak sawit dan minyak inti sawit tidak dapat terus menerus mengekspor minyak sawit dan minyak inti sawit yang bisa
dibilang bahan mentah. Perlu dikembangkannya industri hilir dari minyak sawit dan minyak inti sawit untuk meningkatkan nilai jual sehingga minyak sawit dan
minyak inti sawit Indonesia mempunyai nilai tambah. Disamping itu, minyak sawit dan minyak inti sawit tidak hanya dibutuhkan sebagai penghasil devisa saja
tetapi merupakan salah satu bahan baku penting untuk industri dalam negeri sehingga pemerintah harus menjaga ketersediaan minyak sawit dan minyak inti
sawit dalam negeri. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 128PMK.0112011 dalam rangka mendukung pelaksanaan hilirisasi industri sawit untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri serta untuk
menjamin terpenuhinya kebutuhan bahan baku industri dalam negeri menetapkan restrukturisasi tarif bea keluar minyak sawit, minyak inti sawit, dan produk
turunannya. Tarif bea keluar untuk minyak sawit dan minyak inti sawit dikenakan tarif tertinggi sebesar 22,5.
Dalam rangka memberikan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah terkait dengan industri hilir sehingga perlu dikaji bagaimana perkembangan
ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia ke masing-masing tiga negara tujuan utama dan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap ekspor
minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia sehubungan dengan kegunaan minyak sawit dan minyak inti sawit sebagai bahan baku dalam upaya
pengembangan industri hilirnya. Untuk itu perlu dilakukan analisis untuk melihat apakah variabel tarif pajak
ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit yang ditetapkan oleh pemerintah berpengaruh terhadap ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia ke
masing-masing tiga negara tujuan ekspor utama serta faktor-faktor lain apa saja yang berpengaruh nyata, selain itu perlu dilihat bagaimana perkembangan ekspor
minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia ke masing-masing tiga negara tujuan utama ekspor guna mengembangkan industri hilir minyak sawit dan
minyak inti sawit lebih lanjut. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan yang akan dianalisis dalam penelitian ini
adalah : 1. Bagaimanakah perkembangan ekspor minyak sawit Indonesia ke India,
Belanda, dan Singapura? 2. Bagaimanakah perkembangan ekspor minyak inti sawit Indonesia ke Malaysia,
Belanda, dan Cina? 3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor minyak sawit Indonesia ke
India, Belanda, dan Singapura? 4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor minyak inti sawit Indonesia
ke Malaysia, Belanda, dan Cina?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dibuat, penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari dan menganalisa faktor-
faktor yang mempengaruhi ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia ke
masing-masing tiga
negara tujuan
ekspor utama
dan melihat
perkembangannya. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis perkembangan ekspor minyak sawit Indonesia ke India, Belanda, dan Singapura.
2. Menganalisis perkembangan ekspor minyak inti sawit Indonesia ke Malaysia, Belanda, dan Cina.
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor minyak sawit Indonesia ke India, Belanda, dan Singapura.
4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor minyak inti sawit Indonesia ke Malaysia, Belanda, dan Cina.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah khususnya dalam menetapkan kebijakan tarif bea
keluar untuk minyak sawit dan minyak inti sawit guna menghasilkan kebijakan yang meliputi seluruh pihak dengan melakukan perencanaan yang baik sehingga
akan diperoleh solusi yang optimal. Manfaat lainnya untuk penulis juga berbagai pihak, antara lain memperoleh gambaran yang jelas mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi ekpor minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia ke tiga negara tujuan ekspor utama Indonesia. Serta suatu pembelajaran bagi penulis dalam hal
mengamati, mengumpulkan, dan menganalisis data serta berlatih berpikir ilmiah dalam memecahkan permasalahan, serta sebagai bahan pertimbangan, rujukan,
referensi, dan literatur untuk penelitian-penelitian selanjutnya bagi yang tertarik meneliti minyak sawit dan minyak inti sawit kedepannya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia ke tiga
negara tujuan ekspor utama dari sisi penawaran ekspor serta melihat perkembangannya. Lingkup penelitian dibatasi pada tiga negara tujuan ekspor
utama minyak sawit Indonesia yaitu India, Belanda, dan Singapura serta tiga negara tujuan ekspor utama minyak inti sawit Indonesia yaitu Malaysia, Belanda,
dan Cina. Minyak sawit yang dibahas memiliki kode HS 15.11.10.00.00 dan minyak inti sawit yang dibahas memiliki kode HS 15.13.21.00.00. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data time series dari tahun 1990 hingga tahun 2011.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Profil Kelapa Sawit Indonesia
Tanaman kelapa sawit Elaeis guineensis jacq merupakan tanaman yang berasal dari Afrika dan Amerika Selatan tepatnya Brasilia, di Brasilia tanaman ini
tumbuh secara liar di sepanjang tepi sungai. Kelapa sawit termasuk dalam ordo Palmales,
famili Palmae, dan sub famili Cocoideae Pahan 2008. Kelapa sawit di Indonesia berasal dari Afrika dan ditanam di Kebun Raya Bogor pada tahun 1848
sebanyak 4 pohon dipelopori oleh Adrien Hallet, yang selanjutnya pada tahun 1864 dimulai uji coba ditanam di berbagai tempat di seluruh Indonesia antara lain
di Banyumas, Palembang, dan kemudian secara luas di Jawa Barat. Peluang budidayanya menjadi perkebunan terbuka dimulai sejak dikeluarkannya
Agrarische Wet tahun 1870, yang membuka kesempatan bagi perusahaan asing
untuk mengembangkan usaha perkebunan Tarigan dan Sipayung 2011. Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia menjadi sangat pesat karena
didukung oleh kondisi iklim dan jenis tanahnya yang memang sangat sesuai untuk tanaman kelapa sawit, dan hal ini yang menjadi salah satu keunggulan komparatif
Indonesia di industri kelapa sawit Elisabeth dan Ginting dalam Kementerian Pertanian 2012b.
Kelapa sawit di Indonesia merupakan salah satu komoditas andalan sub sektor perkebunan karena mempunyai peran cukup penting dalam perekonomian.
Pada era tahun 1980-an hingga pertengahan 1990-an kelapa sawit mengalami pertumbuhan yang paling pesat dibandingkan sub sektor perkebunan lainnya, pada
periode ini laju pertumbuhan luas areal mencapai 14,68 dan produksinya meningkat 12,73. Data Produk Domestik Bruto PDB tahun 2010 dari Badan
Pusat Statistik BPS menunjukkan kontribusi perkebunan kelapa sawit Indonesia mencapai 52,64 dari total PDB sub sektor perkebunan atau 1,11 dari total
PDB Indonesia Kementerian Pertanian 2012b. Perkembangan perkebunan kelapa sawit tidak lagi hanya sebatas usaha
budidaya kelapa sawit on-farm namun sudah jauh berkembang dan lebih modern menjadi sistem agribisnis. Menurut Tarigan dan Sipayung 2011 kelapa sawit
terdiri dari empat subsistem yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda
namun merupakan suatu orkestra ekonomi. Pertama, subsistem hulu kelapa sawit merupakan penghasil barang-barang modal bagi usaha perkebunan kelapa sawit
yakni benih, pupuk, pestisida dan mesin perkebunan. Kedua, subsistem usaha perkebunan kelapa sawit yang menggunakan barang modal tersebut untuk
budidaya. Ketiga, subsistem hilir kelapa sawit yang mengolah minyak sawit atau Crude Palm Oil
CPO dan minyak inti sawit atau Palm Kernel Oil PKO menjadi produk produk setengah jadi semi-finish maupun produk jadi finish
product . Keempat, subsistem penyedia jasa bagi subsistem hulu hingga hilir
kelapa sawit. Industri hulu perkebunan kelapa sawit menghasilkan produk primer berupa
minyak sawit dan minyak inti sawit. Minyak sawit dan minyak inti sawit dapat dilihat pada Gambar 1, pada sebelah kiri merupakan gambar minyak sawit yang
berwarna kemerahan dan yang sebelah kanan merupakan gambar minyak inti sawit yang berwarna kekuningan.
Sumber: PT. Global Interinti Industry 2014
Gambar 1. Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit
Dari produk minyak sawit dan minyak inti sawit dapat dikembangkan menjadi bermacam-macam produk industri hilir. minyak sawit dan minyak inti
sawit mengandung ester asam lemak dan gliserol yang disebut trigliserida. Trigliserida minyak sawit kaya akan asam palmitat, linoeleat, stearat, dan gliserol.
Sedangkan Trigliserida minyak inti sawit mengandung asam laurat, miristat, stearat, gliserol, dan sedikit palmitat. Minyak sawit dan minyak inti sawit
merupakan sumber energi pangan, seperti minyak goreng, margarine, shortening,
dan vanaspati serta sumber karbon untuk industri oleokimia. Senyawa karbon asal minyak nabati lebih mudah terurai di alam dibandingkan dengan senyawa turunan
minyak bumi Pahan 2008. Hasil dari industri hulu kelapa sawit yang diproduksi di Indonesia sebagian
kecil diolah menjadi minyak sawit dan minyak inti sawit untuk dikonsumsi didalam negeri sebagai bahan mentah dalam pembuatan minyak goreng,
oleokimia, sabun, margarin, dan sebagian besar lainnya diekspor dalam bentuk minyak sawit dan minyak inti sawit Ermawati dan Saptia 2013. Hasil olahan
dari minyak sawit dan minyak inti sawit dapat dilihat pada pohon industri kelapa sawit pada Gambar 2.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit 2009 menyatakan bahwa produk hulu dari kelapa sawit minyak sawit dan minyak inti sawit merupakan komoditas ekspor
non migas andalan dari kelompok agroindustri. Hal ini dapat dilihat dari kondisi: 1 secara komparatif terdapat ketersediaan lahan yang dapat digunakan untuk
perluasan produksi, berbeda halnya dengan negara pesaing terberat Indonesia, Malaysia yang luas areal produksinya telah mencapai titik jenuh; 2 secara
kompetitif pesaing Indonesia hanya sedikit; 3 kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang memiliki produktivitas tertinggi dibandingkan tanaman
perkebunan lainnya. Kontribusi minyak sawit terhadap ekspor nasional adalah yang tertinggi dibandingkan ekspor hasil perkebunan lainnya. Selain itu 4
minyak sawit dan minyak inti sawit dapat digunakan sebagai bahan baku industri seperti industri minyak goreng, biodiesel, shortening, kosmetika, farmasi, dan
sebagainya. Berbagai manfaat minyak sawit dan minyak inti sawit inilah yang mendorong tingginya permintaan akan minyak sawit dan minyak inti sawit.
Selain untuk memenuhi kebutuhan dunia akan minyak sawit dan minyak inti sawit, Indonesia tidak dapat terus menerus mengekspor produk hulu kelapa sawit
yaitu minyak sawit dan minyak inti sawit. Perlu adanya hilirisasi produk kelapa sawit dalam negeri sehingga lebih berdaya saing dan memiliki nilai jual yang
tinggi. Ketersediaan minyak sawit dan minyak inti sawit dalam negeri dalam upaya mendukung hilirisasi industri kelapa sawit sangatlah penting, untuk itu
pasokan minyak sawit dan minyak inti sawit dalam negeri harus senantiasa terjaga.
Sumber: Pusat Penelitian Kelapa Sawit 2010
Gambar 2. Pohon Industri Kelapa Sawit
14
Tandan Buah Segar TBS Kelapa Sawit Buah Kelapa Sawit
Tandan Kosong Rayon
Mesocarp
Minyak Sawit CPO Inti Sawit
Minyak Inti Sawit PKO Pulp
Paper Karbon
Komposit
Serat Ampas Sawit
Cangkang Bahan Bakar
Karbon Pakan Ternak
Medium Density Fibre-board
Bahan Bakar
Produk Pangan Produk Non Pangan Oleokimia
Emulsifier Margarin
Minyak Goreng
Shortening Susu
Kental Manis
Minyak Goreng
Merah Vanaspati
-Confectioneries -Ice Cream
-Yoghurt
-Asam Lemak Sawit -Fatty alkohol
-Fatty Amina -Senyawa epoksi
-Senyawa Hidroksi Pelumas
Biodiesel Senyawa Ester
Lilin Kosmetik
Farmasi
2.2. Perkembangan Ekspor Minyak Sawit Indonesia
Ekspor kelapa sawit Indonesia dilakukan dalam wujud minyak sawit, minyak sawit lainnya, minyak inti sawit, dan minyak inti sawit lainnya, yang
sebagian besar ekspor dilakukan dalam bentuk minyak sawit. Ekspor minyak sawit Indonesia menjangkau lima benua yakni Asia, Afrika, Australia, Amerika,
dan Eropa dengan pangsa utama di Asia Kementerian Pertanian 2012b. Gambar 3 menunjukkan perkembangan ekspor minyak sawit Indonesia sejak tahun 1990
hingga tahun 2011. Pada tahun 1990 nilai ekspor minyak sawit sebesar US. 164,90 juta meningkat 51 kali lipatnya menjadi US. 8,42 milyar pada tahun
2011. Jumlah ekspor minyak sawit cenderung mengalami peningkatan, hanya pada tahun 1998 terjadi penurunan jumlah ekspor sebesar 1.044,51 ribu ton
dikarenakan pada saat itu terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan harga minyak sawit dalam negeri tidak stabil sehingga minyak sawit hanya diperuntukkan untuk
pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Pada tahun 1990 jumlah ekspor minyak sawit sebesar 681,99 ribu ton mengalami kenaikan hingga 12 kali lipatnya pada
tahun 2011 dengan jumlah ekspor sebesar 8.777,01 ribu ton. Peningkatan ekspor minyak sawit yang tinggi baik dari sisi nilai maupun jumlah disebabkan oleh
kenaikan permintaan minyak sawit dunia, naiknya permintaan minyak sawit dunia secara langsung akan meningkatkan ekspor minyak sawit Indonesia.
Sumber: Badan Pusat Statistik 2012
Gambar 3. Perkembangan Ekspor Minyak Sawit Indonesia Tahun 1990-2011
2000 4000
6000 8000
10000 12000
V ol
um e
000 T
on
Tahun