2.2. Perkembangan Ekspor Minyak Sawit Indonesia
Ekspor kelapa sawit Indonesia dilakukan dalam wujud minyak sawit, minyak sawit lainnya, minyak inti sawit, dan minyak inti sawit lainnya, yang
sebagian besar ekspor dilakukan dalam bentuk minyak sawit. Ekspor minyak sawit Indonesia menjangkau lima benua yakni Asia, Afrika, Australia, Amerika,
dan Eropa dengan pangsa utama di Asia Kementerian Pertanian 2012b. Gambar 3 menunjukkan perkembangan ekspor minyak sawit Indonesia sejak tahun 1990
hingga tahun 2011. Pada tahun 1990 nilai ekspor minyak sawit sebesar US. 164,90 juta meningkat 51 kali lipatnya menjadi US. 8,42 milyar pada tahun
2011. Jumlah ekspor minyak sawit cenderung mengalami peningkatan, hanya pada tahun 1998 terjadi penurunan jumlah ekspor sebesar 1.044,51 ribu ton
dikarenakan pada saat itu terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan harga minyak sawit dalam negeri tidak stabil sehingga minyak sawit hanya diperuntukkan untuk
pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Pada tahun 1990 jumlah ekspor minyak sawit sebesar 681,99 ribu ton mengalami kenaikan hingga 12 kali lipatnya pada
tahun 2011 dengan jumlah ekspor sebesar 8.777,01 ribu ton. Peningkatan ekspor minyak sawit yang tinggi baik dari sisi nilai maupun jumlah disebabkan oleh
kenaikan permintaan minyak sawit dunia, naiknya permintaan minyak sawit dunia secara langsung akan meningkatkan ekspor minyak sawit Indonesia.
Sumber: Badan Pusat Statistik 2012
Gambar 3. Perkembangan Ekspor Minyak Sawit Indonesia Tahun 1990-2011
2000 4000
6000 8000
10000 12000
V ol
um e
000 T
on
Tahun
Sejak tahun 1999 ekspor minyak sawit Indonesia meningkat sangat pesat, hal ini disebabkan adanya kebijakan dari pemerintah untuk mendorong ekspor
guna meningkatkan devisa negara. Fluktuasi ekspor minyak sawit Indonesia ke negara-negara importir minyak sawit lainnya cenderung dipengaruhi oleh isu-isu
yang dibuat oleh negara penghasil produk kompetitif dari minyak sawit, menurut hasil kajian International Contact Business System ICBS dalam Agustian dan
Hadi 2004 bahwa American Soybean Association ASA melakukan kebijakan unfair trade
tidak adil dengan mengkampanyekan bahwa minyak sawit mengandung lemak jenuh saturated fatty acid dan kolesterol tinggi yang kurang
baik bagi kesehatan. Hal ini tentunya akan membangun brand image negatif terhadap produk minyak sawit khususnya dari Indonesia. Hal ini, sesungguhnya
disebabkan karena minyak kedelai yang diproduksi negara-negara Amerika lebih mahal dari minyak sawit sehingga tidak mampu bersaing dengan minyak sawit,
bahkan pangsa ekspor minyak kedelai sudah mulai diambil alih oleh minyak sawit. Biaya produksi minyak sawit hanya US 180ton, sedangkan minyak kedelai
soybean oil US 315ton dan rapeseed oil US 750ton. Melihat kondisi ini, ASA yang dimotori oleh USA mengkampanyekan isu negatif terhadap minyak
sawit dengan harapan konsumen akan kembali mengkonsumsi minyak kedelai.
2.3. Perkembangan Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia
Perkembangan ekspor minyak inti sawit Indonesia sejak tahun 1990 hingga tahun 2011 ditunjukkan pada Gambar 3. Pada tahun 1990 nilai ekspor minyak inti
sawit sebesar US. 39,13 juta meningkat 28,14 kali lipatnya menjadi US. 1,10 milyar pada tahun 2011. Jumlah ekspor minyak inti sawit cenderung mengalami
peningkatan, hanya pada tahun 1998 terjadi penurunan jumlah ekspor minyak inti sawit sebesar 192,10 ribu ton dikarenakan pada saat itu terjadi krisis ekonomi
yang menyebabkan harga minyak inti sawit dalam negeri tidak stabil sehingga minyak inti sawit hanya diperuntukkan untuk pemenuhan kebutuhan dalam
negeri.Pada tahun 1990 jumlah ekspor minyak inti sawit sebesar 122,28 ribu ton mengalami kenaikan hingga 13,41 kali lipatnya pada tahun 2011 dengan jumlah
ekspor sebesar 1.640,07 ribu ton. Tiga negara tujuan ekspor utama minyak inti sawit Indonesia adalah Malaysia, Belanda, dan Cina.