Sejak tahun 1999 ekspor minyak sawit Indonesia meningkat sangat pesat, hal ini disebabkan adanya kebijakan dari pemerintah untuk mendorong ekspor
guna meningkatkan devisa negara. Fluktuasi ekspor minyak sawit Indonesia ke negara-negara importir minyak sawit lainnya cenderung dipengaruhi oleh isu-isu
yang dibuat oleh negara penghasil produk kompetitif dari minyak sawit, menurut hasil kajian International Contact Business System ICBS dalam Agustian dan
Hadi 2004 bahwa American Soybean Association ASA melakukan kebijakan unfair trade
tidak adil dengan mengkampanyekan bahwa minyak sawit mengandung lemak jenuh saturated fatty acid dan kolesterol tinggi yang kurang
baik bagi kesehatan. Hal ini tentunya akan membangun brand image negatif terhadap produk minyak sawit khususnya dari Indonesia. Hal ini, sesungguhnya
disebabkan karena minyak kedelai yang diproduksi negara-negara Amerika lebih mahal dari minyak sawit sehingga tidak mampu bersaing dengan minyak sawit,
bahkan pangsa ekspor minyak kedelai sudah mulai diambil alih oleh minyak sawit. Biaya produksi minyak sawit hanya US 180ton, sedangkan minyak kedelai
soybean oil US 315ton dan rapeseed oil US 750ton. Melihat kondisi ini, ASA yang dimotori oleh USA mengkampanyekan isu negatif terhadap minyak
sawit dengan harapan konsumen akan kembali mengkonsumsi minyak kedelai.
2.3. Perkembangan Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia
Perkembangan ekspor minyak inti sawit Indonesia sejak tahun 1990 hingga tahun 2011 ditunjukkan pada Gambar 3. Pada tahun 1990 nilai ekspor minyak inti
sawit sebesar US. 39,13 juta meningkat 28,14 kali lipatnya menjadi US. 1,10 milyar pada tahun 2011. Jumlah ekspor minyak inti sawit cenderung mengalami
peningkatan, hanya pada tahun 1998 terjadi penurunan jumlah ekspor minyak inti sawit sebesar 192,10 ribu ton dikarenakan pada saat itu terjadi krisis ekonomi
yang menyebabkan harga minyak inti sawit dalam negeri tidak stabil sehingga minyak inti sawit hanya diperuntukkan untuk pemenuhan kebutuhan dalam
negeri.Pada tahun 1990 jumlah ekspor minyak inti sawit sebesar 122,28 ribu ton mengalami kenaikan hingga 13,41 kali lipatnya pada tahun 2011 dengan jumlah
ekspor sebesar 1.640,07 ribu ton. Tiga negara tujuan ekspor utama minyak inti sawit Indonesia adalah Malaysia, Belanda, dan Cina.
Sumber: Badan Pusat Statistik 2012
Gambar 3. Perkembangan Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia Tahun 1990- 2011
2.4. Perkembangan Kebijakan Ekspor Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Indonesia
Pemasaran minyak sawit Indonesia pada tahun 1984 dikendalikan oleh pemerintah
melalui Keputusan
Menteri Keuangan
KMK Nomor
47KMK01184, tentang pengenaan pajak ekspor minyak sawit telah menetapkan persentasi tarif pajak ekspor minyak sawit sebesar 5. Setelah dua tahun
peraturan ini dibuat, pada tanggal 20 Juni 1986 pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 549KMK.01186 menetapkan pembebasan tarif ekspor
perdagangan kelapa sawit, minyak sawit, dan turunannya. Hal ini dilakukan dalam rangka menjaga kesinambungan ekspor minyak sawit.
Pada tahun 1994 pemerintah mengeluarkan kebijakan pajak ekspor minyak sawit melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 439KMK.0171994, tentang
penetapan pajak ekspor minyak sawit secara progresif. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi kelangkaan minyak sawit dalam negeri sebagai akibat naiknya
harga minyak sawit di pasar internasional. Pada tanggal 3 Desember 1996 pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 666KMK.0171996
mengeluarkan penetapan tarif terhadap ekspor minyak sawit. Tarif ekspor yang dikenakan besarnya berdasarkan harga ekspor. Besarnya tarif yang dikenakan
menurut KMK Nomor 439KMK.0171994 dan Nomor 666KMK.0171996 dapat dilihat dalam Tabel 9.
200 400
600 800
1000 1200
1400 1600
1800
V ol
u m
e 000
T on
Tahun