meningkat hampir dua kali lipat dari harga saat ini. Harga minyak mentah dunia yang akan ditransmisikan terhadap harga beras dunia yang kemudian dilanjutkan
ditransmisikan terhadap harga beras domestik akan menjadikan tingginya harga beras domestik. Dengan dimulainya harga beras yang tinggi dan sangat
berfluktuasi, telah menjadi ancaman serius bagi kehidupan jutaan rakyat miskin di Indonesia.
Selain itu, dari gambar 1 juga dapat dilihat bahwa setelah krisis ekonomi terjadi yaitu setelah tahun 1998, harga beras domestik terus meningkat dan
peningkatannya telah melebihi harga beras dunia. Hal ini mengindikasikan, bahwa kenaikan yang dialami oleh harga beras domestik setelah krisis ekonomi lebih
dipengaruhi oleh supply dan demand di pasar domestik. Kenaikan harga beras pada tahun 1998 sangat drastis bila dibandingkan dengan kenaikan harga gabah
kering panen GKP setelah itu tampak fluktuasi harga beras lebih besar daripada harga gabah. Pada Tahun 2006, harga rata-rata beras kualitas medium di seluruh
Indonesia adalah Rp 3615kg dengan kisaran harga antara Rp 3500kg sampai dengan Rp 4200kg. Harga gabah rata-rata di seluruh Indonesia adalah Rp
1978kg dengan kisaran harga antara Rp 1837kg sampai dengan Rp 2066kg. Sementara harga beras dunia rata-rata adalah Rp 1418kg dengan kisaran harga
antara Rp 539kg sampai dengan Rp 2363kg Bulog, 2006.
Kondisi harga beras di tahun 2011 sudah jauh mengalami perubahan. Harga beras domestik, yaitu harga beras kualitas medium telah mengalami peningkatan
menjadi Rp 7231kg, naik dua kali lipatnya atau naik sebesar 100 persen. Harga gabah meningkat sebesar 71 persen menjadi Rp 3378kg sementara harga beras
dunia naik menjadi Rp 4795kg. Range antara harga gabah dengan harga beras domestik terus semakin meningkat dan diprediksi akan terus mengalami
peningkatan.
Dilihat dari sisi produktivitas Gambar 2, produktivitas padi dari tahun 1983- 2011 terus berfluktuasi dan memiliki tren yang terus meningkat meskipun
peningkatannya relatif stabil, berkisar antara angka 4-5 ton per hektar padahal peningkatan produktivitas merupakan kunci utama peningkatan pertumbuhan
ekonomi. Selain produktivitas, penyerapan tenaga kerja juga merupakan faktor pendorong pertumbuhan ekonomi. Penyerapan tenaga kerja pada usahatani padi
Sumber : BPS, 1983 - 2011 Gambar 2 Produktivitas padi tahun 1983-2011 tonha
1 2
3 4
5 6
1 9
8 3
_ Q1
1 9
8 4
_ Q1
1 9
8 5
_ Q1
1 9
8 6
_ Q1
1 9
8 7
_ Q1
1 9
8 8
_ Q1
1 9
8 9
_ Q
1
1 9
9 _
Q1 1
9 9
1 _
Q1 1
9 9
2 _
Q1 1
9 9
3 _
Q1 1
9 9
4 _
Q1 1
9 9
5 _
Q1 1
9 9
6 _
Q1
1 9
9 7
_ Q
1
1 9
9 8
_ Q1
1 9
9 9
_ Q1
2 _
Q1 2
1 _
Q1 2
2 _
Q1 2
3 _
Q1 2
4 _
Q1 2
5 _
Q1 2
6 _
Q1 2
7 _
Q1 2
8 _
Q1 2
9 _
Q1 2
1 _
Q1
TonHa
Produktivitas Padi
merupakan sektor usaha yang banyak menyerap tenaga kerja. Berdasarkan data BPS tahun 2009, jumlah rumah tangga petani padi sebesar 65 persen dari total
rumah tangga usahatani.
Berdasarkan beberapa alasan seperti yang telah diuraikan di latar belakang permasalahan, maka perumusan masalah yang akan dikembangkan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut : 1 Bagaimana pola dan karakteristik pergerakan harga beras domestik?
2 Bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh guncangan harga minyak mentah
dunia terhadap dinamika harga beras domestik? 3 Berapa besar pengaruh guncangan harga minyak mentah dunia terhadap harga
beras domestik ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis dampak guncangan harga minyak mentah dunia terhadap harga beras domestik. Secara khusus
tujuannya adalah : 1. Mengkaji pola dan karakteristik pergerakan harga beras domestik
2. Menganalisis dampak guncangan harga minyak mentah dunia terhadap
dinamika harga beras domestik. 3. Mengukur besar pengaruh guncangan harga minyak mentah dunia terhadap
harga beras domestik. Hasil penelitian diharapkan memberikan manfaat kepada berbagai pihak.
Bagi akademisi penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk pengembangan penelitian lanjutan yang sejenis. Bagi pengambil kebijakan
diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan pengambilan keputusan dalam penentuan kebijakan dan alokasi dana bagi investasi serta perencanaan
pembangunan bagi pemerintah.
1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Data yang dipergunakan dalam penelitian merupakan data deret waktu time series tahunan, yaitu dari periode 1969-2011.
Data yang dipergunakan merupakan data resmi pemerintah dan tidak mencakup data yang tidak resmi, ilegal, dan tidak tercatat atau
penyelundupan. Harga beras domestik yang digunakan adalah harga beras eceran dengan
kualitas medium karena merupakan beras yang banyak dikonsumsi masyarakat.
Harga beras dunia menggunakan harga FOB Thailand karena Thailand merupakan eksportir terbesar beras di dunia.
Analisis yang digunakan adalah analisis kointegrasi dengan metode Vector Error Correctin Model
VECM yang terlebih dahulu menggunakan metode Total Faktor Produktivitas TFP
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Volatilitas Harga Komoditas dan Inflasi
Harga yang terbentuk untuk suatu komoditas merupakan hasil interaksi antara penjual dan pembeli. Harga yang terjadi sangat dipengaruhi oleh kuantitas barang
yang ditransaksikan. Dari sisi pembeli demand, D semakin banyak barang yang ingin dibeli akan meningkatkan harga, sementara dari sisi penjual supply, S
semakin banyak barang yang akan dijual akan menurunkan harga. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku permintaan maupun penawaran dalam
interaksi pembentukan harga. Namun untuk komoditas pangan atau pertanian, pembentukan harga disinyalir lebih dipengaruhi oleh sisi penawaran supply
shock
dibandingkan sisi permintaan demand shock. Sisi penawaran lebih berpengaruh karena sisi permintaan cenderung lebih stabil dibanding sisi
penawaran yaitu mengikuti perkembangan trennya. Faktor-faktor yang mempengaruhi sisi penawaran komoditas pangan atau pertanian cenderung sulit
untuk dikontrol.
Perubahan penawaran pangan dengan nilai elastisitas penawaran dan permintaan yang inelastis akan menyebabkan besarnya fluktuasi harga
Nicholson, 2000. Fluktuasi harga beras seringkali lebih merugikan petani daripada pedagang karena petani umumnya tidak dapat mengatur waktu
penjualannya untuk mendapatkan harga jual yang lebih menguntungkan. Hal ini dikarenakan sistem tanam padi masih tergantung terhadap musim dan para petani
belum memiliki kemampuan dalam teknik penyimpanan pasca panen. Terjadinya ketidakstabilan harga beras juga dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda. Pertama,
ketidakstabilan antar musim, yaitu musim panen dan musim paceklik. Kedua, ketidakstabilan antar tahun, karena pengaruh iklim seperti kekeringan atau
kebanjiran dan fluktuasi harga beras di pasar internasional yang keduanya relatif sulit diramalkan.
Ketidakstabilan harga tersebut dapat merugikan produsen pada musim panen dan sebaliknya memberatkan konsumen pada musim paceklik. Disamping itu juga
akan berakibat luas pada kondisi ekonomi makro khususnya peningkatan inflasi. Globalisasi juga menyebabkan harga komoditas pertanian di pasar domestik
semakin terbuka terhadap gejolak pasar Simatupang, 2000. Dengan pendekatan lain, dinamika harga produk domestik dipengaruhi oleh keadaan pada tiga jenis
pasar secara simultan, yaitu 1 pasar komoditas internasional, 2 pasar komoditas domestik, dan 3 pasar valuta asing. Artinya intervensi pemerintah
untuk kebijakan stabilisasi harga di pasar domestik semakin mengecil.
Menurut Irawan 2004 pada umumnya harga beras merupakan acuan bagi harga komoditas pangan lainnya dan tingkat upah pertanian, sehingga perubahan
pangan lain dan upah tenaga kerja cenderung sejalan dengan perubahan harga gabah. Dengan demikian seberapa jauh fluktuasi harga beras mempengaruhi
stabilitas ekonomi makro perlu menjadi perhatian, terutama pada kondisi pasar yang derajat liberalisasinya semakin meningkat. Dalam kaitannya antara
perubahan harga komoditas dan inflasi, Furlong dan Ingenito 1996 meyakini bahwa harga komoditas dapat dijadikan sebagai leading indicators inflasi.
Alasannya adalah, pertama, harga komoditas mampu merespon secara cepat shock