Teori Residual Solow Impact of world oil price shock on domestic rice price (cointegration analysis)

kompetensi organisasi, yang digambarkan oleh pergeseran kurva produksi ke kanan atas dari A ke B dan B ke C. Sumber : Nicholson, 2000 Gambar 4 Kurva kemungkinan produksi 2.5 Total Faktor Produktivitas Produktivitas merupakan sebuah ukuran efisiensi, yakni konsep teknis yang mengacu pada perbandingan output terhadap input Supriyanto, 2002. Semakin besar nilai perbandingan tersebut menunjukkan semakin tingginya tingkat produktivitas, misalnya produktivitas tenaga kerja QL. Dengan demikian, konsep produktivitas mengacu pada kemampuan satu unit input untuk menghasilkan tingkat output tertentu pada periode waktu tertentu statis. Sedangkan konsep pertumbuhan mengacu pada perubahan rasio input-output atau produktivitas menurut dimensi waktu dinamis. Pendekatan pertumbuhan berdasarkan produktivitas akan lebih tepat bila menggunakan acuan pekerja dibandingkan populasi. Konsep terakhir ini disebut sebagai growth of employment value added ratio. Namun demikian, definisi terakhir ini masih mengacu pada konsep produktivitas parsial, yakni tenaga kerja. Konsep total faktor produktivitas TFP akan lebih tepat untuk menggambarkan kondisi perusahaan, sektor, maupun agregat ekonomi yang memiliki lebih dari satu input peubah. Sumber-sumber pertumbuhan umumnya dibagi dua kelompok, yakni 1 pertumbuhan yang berasal dari sisi permintaan dan 2 pertumbuhan yang berasal dari sisi penawaran. Kelompok pertama menyatakan bahwa sumber-sumber pertumbuhan berasal dari pasar, yakni konsumsi masyarakat, investasi swasta, government expenditure , dan ekspor. Sedangkan kelompok kedua menyatakan bahwa sumber pertumbuhan ekonomi berasal dari : 1 kontribusi modal fisik physical capital , 2 modal manusia human capital, 3 pertumbuhan K unit C B A L jam penduduk atau tenaga kerja, serta 4 inovasi dan kemajuan teknologi. Pada kelompok kedua ini, analisis sumber-sumber pertumbuhan yang umum digunakan adalah Total Factor Productivity Growth Kogel, 2003 Konsep pertumbuhan yang digunakan umumnya relatif sama PDB per kapita, namun yang berbeda adalah sumber-sumber pertumbuhan, yakni dapat berasal dari sisi penawaran atau permintaan. Jika analisis sumber pertumbuhan bersifat sektoral umumnya digunakan pendekatan sisi penawaran, sedangkan pada makroekonomi secara agregat umumnya digunakan analisis sumber pertumbuhan dari sisi permintaan. Oleh karena itu, analisis sumber pertumbuhan dipengaruhi atau tergantung dari ketersediaan data dan tujuan analisis dari studi empiris yang dilakukan. Dalam membicarakan pertumbuhan produksi jangka panjang, paling tidak ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu masalah penemuan sumber pertumbuhan baru dan kelestarian sustainability dari pertumbuhan tersebut. Produktivitas merupakan suatu ukuran efisiensi produksi yang mengacu pada perbandingan antara besar output yang dapat dihasilkan dalam satu proses produksi terhadap jumlah penggunaan input. Produktivitas dapat dibagi atas dua konsep pengukuran yaitu : partial factor productivity dan total factor productivity. Konsep partial factor productivity mengacu kepada kemampuan satu unit input untuk menghasilkan tingkat output pada satu periode produksi tertentu. Partial factor productivity hanya mengukur dari satu faktor produksi terhadap output dengan mengabaikan pengaruh dari input lain yang digunakan dalam proses produksi. Kelemahan yang mencolok dari pendekatan partial factor productivity adalah, konsep ini tidak mengukur seluruh kontribusi produktivitas seluruh faktor produksi yang terlibat dalam satu proses produksi padahal dalam proses pengukuran efisiensi proses produksi diperlukan suatu analisis yang komprehensif untuk mengukur pengaruh dari keseluruhan input yang digunakan. Atas dasar inilah dalam konsep pengukuran produktivitas yang lebih komprehensif diperkenalkan konsep Total Factor Productivity TFP yang digunakan untuk mengukur dampak input agregat terhadap output agregat. Metode penghitungan TFP dapat dilakukan dengan dua cara yaitu the growth accounting framework dan pendugaan parametrik atau ekonometrik. Kedua pendekatan ini memiliki kelebihan dan kekurangan satu sama lainnya. Pendekatan growth accounting lebih praktis dibandingkan dengan pendugaan ekonometrik tetapi pendekatan ini memiliki keterbatasan antara lain : pendekatan ini hanya dapat menghitung efisiensi teknis; menggunakan asumsi constant return to scale; tidak dapat menghitung efisiensi harga dan tidak dapat menghitung elastisitas baik elastisitas permintaan input maupun penawaran. Sementara itu, dengan menggunakan pendekatan ekonometrika, kelemahan dari growth accounting dapat dihilangkan sebab dengan pendekatan ekonometrika akan dapat ditangkap semua komponen efisiensi efisiensi teknis dan harga, dapat menentukan besaran elastisitas permintaan dan penawaran output. Menurut konsep neoklasik, pertumbuhan output bersumber dari faktor akumulasi penggunaan input kapital dan input tenaga kerja serta dari produktivitas, tetapi juga disebabkan oleh kemajuan teknologi. Mengingat betapa pentingnya kemajuan teknologi sebagai sumber dari pertumbuhan output maka tidaklah mengherankan jika peningkatan produktivitas lebih banyak dilakukan melalui pengembangan teknologi. Pengukuran TFP dengan pendekatan accounting growth mengasumsikan bahwa fungsi produksi bersifat constant return to scale dan neutral technical progress . Secara umum, fungsi produksi neo classical mengasumsikan proses produksi menggunakan input kapital K dan input tenaga kerja L yang dapat diformulasikan sebagai berikut : Q = f K, L 4 Dengan menggunakan variabel waktu t sebagai proksi atas technical progress yang diduga juga berpengaruh terhadap jumlah output yang dapat dihasilkan.

2.6 Analisis Pass-Through Effect

Analisis efek perubahan pass-through effect analysis umumnya digunakan untuk mengetahui efek perubahan nilai tukar terhadap perubahan tingkat harga, baik harga ekspor-impor maupun harga di tingkat konsumen. Pass-through effect akan menimbulkan efek langsung dan tidak langsung direct and indirect pass through effect . Svensson 2000 mengembangkan model pengaruh lintasan kurs terhadap perekonomian. Analisis yang dilakukan oleh Svensson menyatakan bahwa pengaruh lintasan kurs terhadap perekonomian data melalui efek langsung maupun tidak langsung. Perubahan nilai tukar akan berpengaruh langsung terhadap inflasi melalui perubahan harga barang-barang impor merupakan jalur yang terjadi pada efek langsung direct pass through, sedangkan jalur yang terjadi pada efek tidak langsung, perubahan nilai tukar akan mempengaruhi melalui jalur output, yaitu melalui perubahan permintaan agregat dan penawaran agregat. Dampak langsung lintasan nilai tukar terhadap inflasi adalah melalui perubahan harga barang-barang impor. Depresiasi mata uang akan menyebabkan kenaikan harga barang-barang impor. Barang-barang impor yang dapat mengalami kenaikan harga dapat berupa bahan baku, barang modal, dan barang konsumsi. Hartati 2004 menyatakan bahwa dampak langsung perubahan nilai tukar mempengaruhi inflasi melalui perubahan indeks harga barang domestik yang berasal dari impor barang-barang konsumsi final goods. Majardi 2000 menyatakan bahwa dampak perubahan nilai tukar yang langsung mempengaruhi inflasi dapat digolongkan ke dalam dua kategori. Pertama, first direct pass through , yaitu dampak melalui barang konsumsi. Barang konsumsi terpengaruh karena perubahan harga barang impor dapat langsung mempengaruhi harga jual produk di dalam negeri. Kelompok barang ini memiliki nilai elastisitas yang tinggi terhadap perubahan kurs. Kedua, dampak tidak langsung second direct pass-through , yaitu dampak melalui impor bahan baku dan barang modal. Dampak tidak langsung lintasan kurs dapat dilihat dari pergerakan nilai tukar. Nilai tukar akan mempengaruhi tingkat harga domestik melalui guncangan permintaan dan penawaran agregat. Secara teoritis, jalur tidak langsung biasanya melalui transmisi demand pull, yaitu ketika kenaikan harga luar negeri ataupun kenaikan mata uang asing terhadap rupiah mengakibatkan kenaikan pendapatan eksportir dalam negeri. Hasil akhirnya adalah akan meningkatkan permintaan eksportir terhadap barang dan jasa di dalam negeri.

2.7 Tinjauan Studi Terdahulu

Penelitian yang membahas mengenai pasar beras maupun perdagangan beras telah banyak dilakukan, baik di tingkat nasional maupun internasional. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Harianto 2001. Harianto berfokus pada impor beras. Menurut Harianto, impor beras merugikan produsen, disisi lain menguntungkan konsumen beras. Penurunan harga beras akan menguntungkan konsumen yang ada di pedesaan. Konsumen di pedesaan juga adalah petani padi akan menghadapi dilema. Turunnya harga akan menguntungkan jika konsumen adalah petani subsisten yang menjadi net buyer. Perubahan penawaran pangan dengan nilai elastisitas penawaran dan permintaan yang inelastis akan menyebabkan besarnya fluktuasi harga. Fluktuasi harga komoditas pada dasarnya terjadi fluktuatifnya sisi permintaan dan atau penawaran. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sitepu 2002, menyatakan bahwa harga beras dunia selain dipengaruhi oleh jumlah ekspor dan impor beras dunia, juga dipengaruhi oleh jumlah produksi beras dunia. Dalam hasil penelitiannya, harga beras dunia tidak berpengaruh nyata secara positif terhadap jumlah impor beras dunia, dan responnya juga inelastis baik jangka pendek maupun jangka panjang. Hal yang sama ditunjukkan pula oleh jumlah ekspor beras dunia, tetapi arahnya berlawanan. Respon harga beras dunia terhadap perubahan jumlah ekspor beras dunia juga inelastis baik jangka pendek maupun jangka panjang. Artinya peningkatan jumlah ekspor beras dunia sebesar satu persen, cateris paribus, akan mengurangi harga beras dunia sebesar 0.06 persen dalam jangka pendek dan 0.08 persen dalam jangka panjang. Disamping kedua faktor tersebut, harga beras dunia dipengaruhi secara nyata oleh produksi beras dunia, bahkan responnya elastis baik jangka pendek -1.91 maupun jangka panjang -2.73. Artinya, peningkatan volume produksi beras dunia sebesar satu persen, cateris paribus, maka harga beras dunia akan berkurang sebesar 1.19 persen pada jangka pendek dan 2.73 persen pada jangka panjang. Sitepu juga memasukkan faktor bedakala dalam penelitiannya. Faktor peubah bedakala menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap harga beras dunia. Hal ini mengindikasikan bahwa, harga beras dunia relatif lambat untuk menyesuaikan diri kembali pada titik keseimbangannnya dalam merespon situasi perubahan ekonomi yang berkaitan dengan perberasan dunia. Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Aryani 2009 yang menganalisis pasar beras di tiga negara yaitu Thailand, Filipina dan Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian, telah terjadi integrasi dengan tingkat integrasi yang sangat lemah antara pasar beras Indonesia, Thailand, dan Filipina. Artinya apabila terjadi perubahan di dalam pasar beras dan gula suatu negara akan mempengaruhi pergerakan pasar beras dan gula negara lainnya dengan perubahan yang sangat kecil dilihat dari nilai koefisiennya yang lebih kecil dari satu. Kondisi ini disebabkan masih adanya kebijakan pengendalian impor baik tarif maupun nontarif yang diterapkan oleh tiga negara ASEAN tersebut terhadap komoditi beras dan gula. Penelitian lain mengenai integrasi pasar beas dilakukan oleh Hidayat 2012. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pasar beras Indonesia terintegrasi dengan pasar beras dunia dengan derajat yang sangat lemah. Perubahan di pasar dunia ditransmisikan ke pasar beras domestik namun tidak sempurna. Peningkatan harga