besar non-finansial di Amerika Serikat selama periode 1990-1995, Allayanis dan Weston 2001 menemukan bukti bahwa kebijakan hedging meningkatkan nilai
perusahaan. Dengan menggunakan berbagai variabel kontrol diperoleh estimasi bahwa rata-rata nilai perusahaan yang memiliki eksposur valuta asing dan
menggunakan derivatif valuta asing adalah sekitar 4,87 persen lebih tinggi daripada nilai perusahaan dengan eksposur yang sama sekali tidak menggunakan
derivatif valuta asing.
2.2. Foreign Exchange Exposure
Foreign exchange exposure dapat diartikan sebagai suatu risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan yang timbul akibat fluktuasi kurs mata uang. Risiko
valuta ini memberikan pengaruh pada arus kas perusahaan dan pada akhirnya berpengaruh pada nilai perusahaan. Menurut Eiteman et al 2003, foreign
exchange exposure dibedakan menjadi 3 bentuk, yaitu : 1. Transaction exposure; 2. Operating exposure ; 3. Accounting exposure.
Transaction exposure
mengukur perubahan pada nilai transaksi yang disebabkan oleh perbedaan kurs valas pada saat transaksi disepakati sampai saat
transaksi diselesaikan, jadi exposure ini berhubungan dengan transaksi-transaksi yang sudah ada tetapi belum jatuh tempo.
Accounting Exposure , disebut juga translation exposure, yaitu mengukur
seberapa jauh laporan keuangan konsolidasi suatu perusahaan MNC dipengaruhi oleh fluktuasi kurs valas. Exposure ini muncul karena kegiatan pembuatan laporan
keuangan oleh anak perusahaan subsidiary yang dikonsolidasikan oleh perusahaan induk.
Economic Exposure ,
mengelompokkan economic exposure dan transaction exposure menjadi satu exposure yang disebut economic exposure.
Economic exposure pada dasarnya menunjukkan dampak fluktuasi kurs valuta terhadap arus kas perusahaan yang merupakan cerminan nilai perusahaan.
Perbandingan konseptual antara transaction exposure, economic exposure dan accounting exposure, dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2 Perbandingan konseptual antara transaction exposure, economic exposure, dan accounting exposure
2.2.1. Indikator Economic Exposure
Eksposur ekonomi menunjukkan dampak fluktuasi kurs terhadap arus kas perusahaan di masa depan Madura 2006. Arus kas perusahaan dapat dipengaruhi
oleh perubahan kurs dalam berbagai cara yang tidak langsung terkait dengan transaksi internasional. Karenanya, perusahaan tidak dapat hanya melakukan
lindung nilai atas utang atau piutang dalam valuta asing tetapi juga harus berusaha untuk menentukan bagaimana arus kas perusahaan akan dipengaruhi oleh
kemungkinan perubahan kurs. Eksposur ekonomi memiliki tiga variabel indikator yaitu Dummy Economic Eksposure DEE , Export Ratio ER dan Current Ratio
CR dengan definisi operasional sebagai berikut :
a. Dummy Economic Exposure DEE
Pada penelitian ini metode Sensitivity Of Stock Price To Exchange Rate menurut Madura 2006 dapat digunakan untuk merefleksikan economic
exposure. Selain menggunakan arus kas, ada juga beberapa perusahaan dan analisis-analisis yang menggunakan harga sahamnya sebagai proxy untuk nilai
perusahaan yang merupakan cerminan aliran kas dimasa mendatang, dan besarnya economic exposure dilihat dari sensitivitas harga saham perusahaan
terhadap perubahan kurs yang dapat diukur melalui persamaan sebagai berikut : ∆
Dimana : R
it
= Return realisasi saham perusahaan i pada periode ke t
Waktu dimana terjadinya perubahan kurs valuta
Transaction Exposure Accounting Exposure
Economic exposure
Sumber : Eiteman et al, 2003
β
= Konstanta
β
1i
= Koefisien regresi perubahan kurs
Δ
R
st
= Perubahan kurs Rupiah terhadap US Dollar
β
2i
= Koefisien regresi return pasar
R
mt
= Return pasar
t
= Error term Dimana besarnya economic exposure yang dihadapi oleh perusahaan
ditunjukkan oleh besarnya koefisien regresi
β
1i.
Tahap selanjutnya adalah mengelompokkan perusahaan menjadi dua kelompok, yakni perusahaan yang signifikan terkena eksposur ekonomi dan
perusahaan yang tidak signifikan terkena eksposur ekonomi yang dilihat dari koefisien regresi. Perusahaan yang signifikan mengalami eksposur ekonomi
diberi nilai DEE sebesar 1 satu dan perusahaan yang tidak signifikan terkena eksposur ekonomi diberi nilai DEE sebesar 0 nol.
b.
Export Ratio ER
Ekspor merupakan penjualan yang dilakukan oleh perusahaan diluar negeri. Dari tingkat ekspor yang dilakukan oleh perusahaan kita dapat melihat
tingkat keterlibatan bisnis internasional yang dilakukan oleh suatu perusahan. Dari laba yang dihasilkan melalui transaksi luar negeri tersebut maka apabila
didenominasi dalam mata uang negara yang bersangkutan dalam hal ini adalah Rupiah, maka jika dihubungkan dengan fluktuasi kurs maka akan terjadi
perubahan. Perubahan akan bernilai positif jika mata uang negara asal mengalami depresiasi, sebaliknya apabila mata uang negara asal perusahaan
mengalami apresiasi maka perusahaan akan mengalami kerugian. Jorion 1990, diacu oleh He dan Lilian 1998, menunjukkan bahwa depresiasi US
berhubungan positif dengan ekspor. Export ratio sendiri dapat dirumuskan sebagai berikut :
c. Current RatioCR
Merupakan rasio antara aktiva lancar dengan hutang lancar yang dimiliki perusahaan. Rasio ini mengukur aktiva yang dimiliki perusahaan dalam hutang
lancarnya. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Bartram et al 1996,
perusahaan dapat mengalami kesulitan keuangan baik dimulai dari yang sifatnya ringan sampai kesulitan keuangan yang sifatnya parah. Sedangkan menurut
Weston et al1999 bahwa Current Ratio digunakan untuk mengukur penyelesaian jangka pendek. Sejauh mana tagihan kreditur jangka pendek dapat
dipenuhi oleh aktiva yang diharapkan dapat dikonversi ke kas dalam jangka waktu yang kira-kira sama dengan jatuh tempo tagihan.
Current Ratio yang terlalu tinggi menunjukkan kelebihan uang kas atau aktiva lancar lainnya dibandingkan dengan yang dibutuhkan sekarang. Rasio ini
dapat dirumuskan sebagai berikut :
2.2.2. Indikator Financial Distress
Apabila perusahaan lebih banyak menggunakan pendanaan dengan hutang, maka perusahaan tersebut akan menghadapi kemungkinan tekanan finansial
financial distress yang tinggi pada masa yang akan datang. Tekanan finansial dapat mengakibatkan penurunan penjualan, EBIT, nilai saham, nilai utang dan
meningkatkan biaya kepailitan bankrupty cost. Tekanan finansial bermula pada saat ada indikasi bahwa perusahaan tidak mampu memenuhi jadwal pembayaran
utangnya, atau ketika proyeksi arus kas perusahaan menunjukkan bahwa dalam waktu dekat kewajiban-kewajiban pembayaran utang tidak akan dapat dipenuhi.
Salah satu akibat dari tekanan finansial adalah kepailitan. Indikator Financial distress terdiri dari tiga variabel yaitu ROA, DER dan
Liability
a. Return on Asset ROA
Mengukur seberapa efisien laba dapat dihasilkan dari asset yang digunakan atau dimiliki perusahaan. ROA yang rendah mengindikasikan
pendapatan perusahaan yang rendah terhadap jumlah aset yang dimilikinya. Jadi ROA yang rendah jika dibandingkan dengan rata-rata industrinya menunjukkan
adanya penggunaan aset perusahaan yang tidak efisien. Berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia BI rumus untuk menghitung ROA adalah
sebagai berikut :
b. Debt to Equity Ratio DER
Debt on equity ratio didefinisikan sebagai nilai total hutang jangka panjang dibagi dengan total aktiva. Rasio ini menunjukkan tingkat solvabilitas
perusahaan, dimana merupakan gambaran kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Dari pernyataan tersebut maka debt on
equity ratio dapat dirumuskan sebagai berikut :
Smith dan Stulz 1985 mengemukakan bahwa hedging dapat mengurangi risiko kebangkrutan akibat fluktuasi kurs, dan juga mengurangi tingkat biaya
ekspektasi dari financial distress. Debt on equity ratio merupakan variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat financial distress perusahaan. Perusahaan
dengan tingkat DE Ratio yang tinggi cenderung akan menghadapi tingkat biaya financial distress yang tinggi dan atas faktor inilah perusahaan harus melakukan
hedging.
c. Total Liability
Liability merupakan kewajiban atau utang yang dimiliki oleh perusahaan sebagai akibat dari proses kegiatan usaha. Liability dikelompokkan ke dalam dua
bagian, yaitu current liability atau kewajiban jangka pendek dan long-term liability atau kewajiban jangka panjang. Nilai total liability diambil dari neraca
laporan keuangan perusahaan.
2.2.3. Indikator Underinvestment Cost
Masalah underinvestment terjadi pada saat pemegang saham menolak melakukan investasi pada proyek yang menguntungkan tetapi berisiko rendah,
sehingga tidak terjadi perpindahan nilai dari pemegang saham kepada kreditor. Dengan hutang berisiko, pemegang saham akan kehilangan nilai jika melakukan
investasi berisiko rendah, walaupun investasi itu memiliki NPV positif. Pada hutang berisiko, investasi berisiko tinggi menguntungkan pemegang saham,
sebaliknya, investasi berisiko rendah menguntungkan kreditor Emery dan Finnerty 1997.
a. Price Earning Ratio PER
PER adalah salah satu ukuran paling dasar dalam analisis saham secara fundamental. PER digunakan oleh para investor untuk memprediksi kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba dimasa yang akan datang. Oleh karena itu maka apabila nilai PER semakin tinggi maka dapat dikatakan perusahaan semakin
berisiko. Perhitungan PER dilakukan dengan membagi harga saham dengan Earning per Share EPS perusahaan yang tertulis pada laporan keuangan.
b. Market Value MV
Market value adalah harga saham yang terjadi di pasar bursa yang ditentukan oleh pelaku pasar. Market value ini ditentukan oleh permintaan dan
penawaran saham barsangkutan di pasar bursa. Market merupakan harga jual saham sebagai konsekuensi dari posisi tawar antara penjual dan pembeli saham
sehingga nilai pasar menunjukkan fluktuasi dari harga saham. Market value yang tinggi di satu sisi akan mencerminkan kenaikan laba bagi perusahaan.
Laba yang diperoleh perusahaan dipakai untuk keputusan investasi dan operasi. Untuk keputusan investasi, investor lebih menyukai perusahaan yang
melaporkan laba yang lebih besar dengan asumsi perusahaan sama dan berada dalam satu industri. Ini bermakna bahwa perbedaan dalam laba mencerminkan
perbedaan kinerja perusahaan yang sesungguhnya dan bukan semata-mata karena perbedaan artifisial sebagai akibat pemilihan teknik-teknik akuntansi. Penentuan
besarnya investasi atau alokasi modal dalam persediaan mempunyai efek yang langsung terhadap profit margin perusahaan yang akan direspon oleh investor.
Market value yang diambil sebagai data adalah harga penutupan akhir dikalikan dengan jumlah saham yang beredar untuk dirata-rata dalam satu periode. Market
value dihitung dengan rumus: MV = harga saham x jumlah lembar saham beredar
Dimana: Harga saham
= harga penutupan closing price Saham beredar
= jumlah saham beredar pada periode tersebut