Mendidik Melalui Metode Keteladanan

20 menyukai perbuatan tersebut dan tidak mungkin lagi meninggalkannya. Anak- anak sejak kecil belum terbiasa melakukan perbuatan apapun, tapi kalau dibiasakan melakukan perbuatan baik maka ia akan terbiasa dengan perbuatan baik itu dan begitu pula sebaliknya karena terus menerus melakukan perbuatan buruk maka akan terbiasa dengan perbuatan buruk tersebut. 34 Berkenaan dengan ini Imam al-Ghazali mengatakan bahwa kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala usaha pembentukan melalui penbiasaan. Jika manusia membiasakan berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang jahat. Untuk ini al-Ghazali menganjurkan agar akhlak diajarkan, yaitu dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang mulia. Jika seseorang menghendaki agar ia menjadi pemurah, maka ia harus dibiasakan dirinya melakukan pekerjaan yang bersifat pemurah, hingga murah hati dan murah tangan itu menjadi tabi’atnya yang mendarah daging. 35 Anak-anak itu bak kertas putih kosong melayang-layang, siapapun bisa menggenggamnya dan menciptakannya menjadi anak-anak baik atau buruk melalui pembiasaan. Potensi yang ada di dalam dirinya akan aktif dengan pembiasaan. Alam anak-anak adalah alam yang masih bisa dibentuk, kebiasaan baik atau buruk itulah yang akan mencetak kepribadiannya. 36 Cara lain yang digunakan oleh al- Qur’an dalam memberikan materi pendidikan adalah melalui kebiasaan yang dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini termasuk merubah kebiasaan-kebiasaan yang negarif. Kebiasaan ditempatkan oleh manusia sebagai suatu yang istimewa. Ia menghemat banyak sekali kekuatan manusia, kerena sudah menjadi kebiasaan yang sudah melekat dan spontan, agar kekuatan itu dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan dalam berbagai bidang pekerjaan, berproduksi, dan kreativitas lainnya. Al- Qur’an menjadikan kebiasaan itu sebagai salah satu teknik atau metode pendidikan. Lalu ia mengubah seluruh sifat-sifat baik menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan itu tanpa terlalu payah, tanpa kehilangan banyak tenaga, dan tanpa menemukan banyak kesulitan. 37 34 Ibrahim Amini, op. Cit., h. 300. 35 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, h. 164. 36 Ibrahim Amini, op. Cit, h. 303. 37 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005, h. 153. 21

c. Mendidik dengan Nasihat

Al- Qur’an al-Karim juga menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendakinya. Inilah yang kemudian yang dikenal sebagai nasehat. Tetapi nasehat yang disampaikannya ini selalu disertai dengan panutan atau teladan dari si pemberi atau penyampai nasehat itu. Ini menunjukkan bahwa antara satu metode yakni nasehat dengan metode lain yang dalam hal ini keteladanan bersifat saling melengkapi. 38 Salah satu metode yang masih efektif dalam pembinaan karakter adalah memberi nasihat, nasihat memiliki pengaruh yang besar. Nasihat itu cukup ampuh dalam membangunkan kesadaran seseorang, bahkan lebih dari itu karena setiap orang secara alamiah memerlukan nasihat. 39 Sebagaimana al- Qur’an mengatakan,                Wahai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu nasihat dari Tuhanmu dan penyembah apa yang ada di dalam hati serta petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang beriman QS. Yunus: 57. 40 Menurut ayat di atas, nasihat itu terbagi kepada dua kategori: nasehat yang baik dan nasihat yang tidak baik. Seluruh nasihat-nasihat Rasulullah itu baik karena berkesan di hati dan tidak menimbulkan dampak yang buruk. 41

d. Mendidik dengan Metode Hukuman dan Ganjaran

Menurut Muhammad Qutbh yang dikutip oleh Abuddin Nata dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, mengatakan: “Bila teladan dan nasihat tidak mampu, maka pada waktu itu harus diadakan tindakan tegas yang dapat meletakkan persoalan di tempat yang benar. Tindalan itu tegas adalah hu kuman.” 38 Ibid., h. 150. 39 Ibrahim Amini, op. Cit., h. 327. 40 K ementrian Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahannya,....h. 289 41 Ibrahim Amini, op. Cit., h. 328.