Kandungan Vitamin pada Bahan Dasar MP-ASI Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras serta Sumbangannya Terhadap Angka Kecukupan Gizi Bayi

(1)

ANGKA KECUKUPAN GIZI BAYI

SKRIPSI

Oleh :

YUNITA HARAHAP NIM. 091000134

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

KANDUNGAN VITAMIN PADA BAHAN DASAR MP-ASI TEPUNG CAMPURAN PISANG AWAK DENGAN TEPUNG BERAS

SERTA SUMBANGANNYA TERHADAP ANGKA KECUKUPAN GIZI BAYI

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

YUNITA HARAHAP NIM. 091000134

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

(4)

ABSTRAK

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) diberikan pada anak berusia lebih dari 6 bulan. Asupan MP-ASI sebaiknya berasal dari berbagai jenis bahan dasar pembuatan yang disesuaikan dengan ketersediaan bahan pangan lokal. Pisang awak adalah salah satu bahan pangan lokal yang sudah sering dimanfaatkan sebagai MP-ASI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan vitamin dari tepung campuran pisang awak dengan tepung beras dan sumbangan vitamin terhadap Angka Kecukupan Gizi Bayi. Pada penelitian ini dilakukan analisis vitamin larut lemak dengan menggunakan metode UPLC dan vitamin larut air menggunakan metode HPLC.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa. Setiap 100 gram tepung campuran pisang awak matang dengan tepung beras mengandung vitamin larut lemak dengan 32,1 mcg vitamin A, 2,4 mcg vitamin D, 0,0036 mg vitamin E, 23393,6 mcg vitamin K, dan <2x10-4 mg beta karoten. Sedangkan vitamin larut air pada tepung campuran pisang awak dengan tepung beras mengandung <0,0025 mg tiamin, <0,0025 mg riboflavin, 0,0135 mcg vitamin B12, 20 mcg asam folat, 0,0172 mg piridoksin, , dan 0,0972 mg vitamin C.

Vitamin larut lemak pada tepung campuran pisang awak dengan tepung beras belum memenuhi standar MP-ASI, hanya pada kadar vitamin K yang sudah memenuhi standar. Dan kadar vitamin larut air juga belum memenuhi standar MP-ASI yang ditentukan. Sumbangan vitamin dari tepung campuran pisang awak dengan tepung beras terhadap angka kecukupan gizi anak usia 7-24 bulan belum memenuhi kebutuhan setiap harinya, sedangkan kadar vitamin K sangat tinggi sehingga melebihi kebutuhan per harinya. Disarankan perlu adanya penambahan bahan makanan lain seperti buah dan sayur yang kaya vitamin untuk dapat memenuhi kebutuhan vitamin sesuai standar MP-ASI.

Kata Kunci: Kandungan vitamin, pisang awak, tepung beras, angka kecukupan gizi bayi


(5)

complementary feeding different types of materials adapted to the manufacture of the local food supply. Awak banana has one of Indonesian eminent local food that used as complementary feeding.

This descriptive research aimed to know the vitamins content from mixed flour of awak banana and rice flour and the contribution of vitamins (RDA). In this research, analyzed the content of fat soluble vitamins by Ultra Performance Liquid Chromatography (UPLC) method and analyzed the content of water soluble vitamins by High Performance Liquid Chromatography (HPLC) method.

The result showed that mixed flour of banana ‘awak’ and rice flour content

fat soluble vitamins has 32,1 mcg vitamin A, 2,4 mcg vitamin D, 0,0036 mg vitamin E, 23393,6 mcg vitamin K, and <2x10-4 mg beta carotein. And content of water soluble vitamins has <0,0025 mg thiamin, <0,0025 mg riboflavin, 0,0135 mcg vitamin B12, 20 mcg folat acid, 0,0172 mg piridoksin, , and 0,0972mg vitamin C.

The fat soluble vitamins that mixed flour of banana ‘awak’ and rice flour not

fulfilled the standard of complementary feeding, only vitamin K has fulfilled the standard of complementary feeding. And content of water soluble vitamins has not fulfilled the standard of complementary feeding. Contribution of fat soluble vitamins

and water soluble vitamins of the mixed flour of banana ‘awak’ and rice flour has not

fulfilled that Recommended Dietary Allowance (RDA) for infant who aged 7-24 months, while the content of vitamin K more than RDA. The suggested has to need the combination of other materials food like fruits and vegetables that much of vitamins that can be fulfill the vitamins of complementary feeding standard.

Keywords: Vitamins content, awak banana, rice flour, recommended dietary allowance


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yunita Harahap

Tempat/Tanggal Lahir : Takengon/ 17 Juni 1990 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : Jl. Pinangan Dusun Hijrah Kecamatan Kebayakan, Takengon, Aceh Tengah

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. 1996-2000 : Madrasah Ibtidaiyah Negeri 1 Simpang Tiga 2. 2000-2002 : SD Negeri 2 Takengon

3. 2002-2005 : SMP Negeri 1 Takengon

4. 2005-2008 : Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan

5. 2008-2009 : Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya USU Medan 6. 2009-2014 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan


(7)

rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dengan judul “Kandungan Vitamin pada Bahan Dasar MP-ASI Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras serta Sumbangannya Terhadap Angka Kecukupan Gizi Bayi”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada orang tua tercinta, Ibunda tersayang Ifiarni dan Ayahanda Maratimbul Harahap, yang sangat menjadi inspirasi terbesar bagi penulis dan menjadi penyemangat dalam menjalani dan menyelesaikan kuliah. Penulis juga mengucapkan terima kasih untuk segala kasih sayang, doa, bimbingan, arahan, pengorbanan, dan segala yang mereka berikan sampai saat ini yang menjadi alasan penulis bisa menjadi yang terbaik untuk mereka. Dan juga untuk kedua saudara laki-laki penulis yaitu untuk Abangda Win Rizkan Harahap dan Ananda M.Hanif Ilmi Harahap.

Selama penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir selesainya skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara (FKM USU).

2. Prof.Dr.Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan


(8)

sekaligus juga menjadi Dosen Penguji I yang telah memberikan banyak masukan yang bermanfaat dalam skripsi ini.

3. Ibu Dra. Jumirah, Apt, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing I skripsi sekaligus sebagai Ketua Penguji yang juga telah banyak meluangkan waktu, tulus, dan ikhlas dalam membantu penulis dengan memberikan ilmu, saran, dukungan, serta nasihat dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak dr.Muhammad Arifin Siregar, MS, selaku Dosen Pembimbing II skripsi yang telah banyak meluangkan waktu, tulus, dan sabar memberikan saran, dukungan, nasihat bimbingan serta arahan dalam penyelesaian skripsi ini

5. Ibu Ernawati Nasution, SKM. M.Kes, selaku Penguji II yang telah banyak memberikan masukan yang sangat berguna dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Drs.Tukiman, MKM selaku dosen pembimbing akademik penulis.

7. Bapak Marihot Oloan Samosir, ST yang telah banyak membantu dalam segala urusan administrasi di Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat dan telah sabar menyelesaikan urusan surat-menyurat, dan juga atas masukan dan saran yang banyak diberikan, penulis ucapkan terima kasih.

8. Seluruh dosen Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU yang sudah menginspirasi dan memperkenalkan banyak ilmu tentang gizi kepada penulis. 9. Seluruh dosen di FKM USU yang telah banyak memberikan ilmu selama penulis

mengikuti pendidikan

Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:


(9)

Masria Sitompul, Audiary Mayangsari, Nurwahyu Utami, Masyaroh Siregar, Nasrin Nabila, Winda Zulfi, Nurmaida Sari Tanjung, serta semua teman-teman seperjuangan yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih banyak. 2. Kakak Ekstensi dan adik-adik stambuk 2010 yang juga banyak memberikan

bantuan, dukungan, dan doa kepada penulis, khususnya mahasiswa peminatan Gizi Kesehatan masyarakat kepada kak Evi Susanti, kak Yohana, kak Titin, dan untuk Mutia Salwa, Imaniar Hasibuan, Ria Solia Nainggolan, Pipit, Ranika Harahap, terima kasih banyak.

3. Sahabatku Tika Rezeki, Fadillah Safitri, Sirma Novita Nasrah, Rika, Dia Kurnia, terima kasih selama ini terus memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. 4. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

yang tidah bisa disebutkan namanya satu per satu.

Medan, Mei 2014 Penulis,

Yunita Harahap .


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1. Tujuan Umum ... 6

1.3.2. Tujuan Khusus ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) ... 8

2.1.1. Jenis MP-ASI ... 8

2.1.2. Syarat MP-ASI ... 9

2.1.3. Pola Pemberian MP-ASI Menurut Umur ... 9

2.1.4. Bahan Dasar MP-ASI ... 11

2.2. Vitamin ... 13

2.2.1. Kandungan Vitamin dalam MP-ASI ... 13

2.2.2. Metode Analisis Vitamin ... 14

2.3. Pisang ... 19

2.3.1. Pisang Awak (Musa paradisiaca var. Awak) ... 20

2.4. Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras ... 22

2.4.1. Tepung Beras ... 22

2.4.2. Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras .... 24

2.5. Angka Kecukupan Gizi ... 25

2.5.1 Angka Kecukupan Gizi Bayi ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 27

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

3.3. Alat dan Bahan Penelitian ... 27


(11)

dengan Tepung Beras ... 29

3.6.3. Analisis Vitamin Larut Air Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras ... 31

3.6.4. Analisis Vitamin Larut Lemak Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras ... 32

3.6.5. Menghitung Sumbangan Vitamin terhadap AKG ... 34

3.7. Analisis dan Pengolahan Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 36

4.1. Karakteristik Bahan Dasar MP-ASI Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras ... 36

4.2. Kandungan Vitamin Larut Lemak dalam Bahan Dasar MP-ASI Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras ... 36

4.3. Kandungan Vitamin Larut Air dalam Bahan Dasar MP-ASI Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras ... 37

BAB V PEMBAHASAN ... 39

5.1. Kadar Vitamin Larut Lemak pada Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras ... 39

5.1.1. Kadar Vitamin A pada Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras ... 39

5.1.2. Kadar Vitamin D pada Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras ... 41

5.1.3. Kadar Vitamin E pada Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras ... 42

5.1.4. Kadar Vitamin K pada Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras ... 44

5.2. Kadar Vitamin Larut Air pada Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras ... 46

5.2.1. Kadar Tiamin (B1) pada Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras ... 45

5.2.2. Kadar Vitamin Riboflavin (B2) pada Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras ... 47

5.2.3. Kadar Vitamin B12 pada Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras ... 49

5.2.4. Kadar Asam Folat pada Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras ... 51

5.2.5. Kadar Piridoksin (B6) pada Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras ... 52

5.2.6. Kadar Vitamin C pada Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras ... 53


(12)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

6.1. Kesimpulan ... 55

6.2. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57 LAMPIRAN


(13)

Tabel 2.1. Komposisi gizi dalam 100 gram Makanan Pendamping ASI

(MP-ASI) bubuk instan ... 12 Tabel 2.2. Metode Analisis Vitamin yang direkomendasikan AOAC

(Associatin of Official Agricultural Chemists) 2011 ... 14 Tabel 2.3. Kandungan Vitamin dalam 100 Gram Pisang Awak Matang ... 22 Tabel 2.4. Komposisi Vitamin dalam 100 Gram Tepung Beras ... 23 Tabel 2.5. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan dilihat dari Jenis

Vitamin ... 26 Tabel 4.1. Kandungan Vitamin Larut Lemak dalam 100 Gram Bahan Dasar

MP-ASI Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras. 37 Tabel 4.2. Kandungan Vitamin Larut Air dalam 100 Gram Bahan Dasar


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3.1. Tahapan Proses Penelitian... 30 Gambar 4.1. Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras ... 36


(15)

bulan. Asupan MP-ASI sebaiknya berasal dari berbagai jenis bahan dasar pembuatan yang disesuaikan dengan ketersediaan bahan pangan lokal. Pisang awak adalah salah satu bahan pangan lokal yang sudah sering dimanfaatkan sebagai MP-ASI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan vitamin dari tepung campuran pisang awak dengan tepung beras dan sumbangan vitamin terhadap Angka Kecukupan Gizi Bayi. Pada penelitian ini dilakukan analisis vitamin larut lemak dengan menggunakan metode UPLC dan vitamin larut air menggunakan metode HPLC.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa. Setiap 100 gram tepung campuran pisang awak matang dengan tepung beras mengandung vitamin larut lemak dengan 32,1 mcg vitamin A, 2,4 mcg vitamin D, 0,0036 mg vitamin E, 23393,6 mcg vitamin K, dan <2x10-4 mg beta karoten. Sedangkan vitamin larut air pada tepung campuran pisang awak dengan tepung beras mengandung <0,0025 mg tiamin, <0,0025 mg riboflavin, 0,0135 mcg vitamin B12, 20 mcg asam folat, 0,0172 mg piridoksin, , dan 0,0972 mg vitamin C.

Vitamin larut lemak pada tepung campuran pisang awak dengan tepung beras belum memenuhi standar MP-ASI, hanya pada kadar vitamin K yang sudah memenuhi standar. Dan kadar vitamin larut air juga belum memenuhi standar MP-ASI yang ditentukan. Sumbangan vitamin dari tepung campuran pisang awak dengan tepung beras terhadap angka kecukupan gizi anak usia 7-24 bulan belum memenuhi kebutuhan setiap harinya, sedangkan kadar vitamin K sangat tinggi sehingga melebihi kebutuhan per harinya. Disarankan perlu adanya penambahan bahan makanan lain seperti buah dan sayur yang kaya vitamin untuk dapat memenuhi kebutuhan vitamin sesuai standar MP-ASI.

Kata Kunci: Kandungan vitamin, pisang awak, tepung beras, angka kecukupan gizi bayi


(16)

ABTRACT

The complementary feeding given to babies older than 6 months. The complementary feeding different types of materials adapted to the manufacture of the local food supply. Awak banana has one of Indonesian eminent local food that used as complementary feeding.

This descriptive research aimed to know the vitamins content from mixed flour of awak banana and rice flour and the contribution of vitamins (RDA). In this research, analyzed the content of fat soluble vitamins by Ultra Performance Liquid Chromatography (UPLC) method and analyzed the content of water soluble vitamins by High Performance Liquid Chromatography (HPLC) method.

The result showed that mixed flour of banana ‘awak’ and rice flour content

fat soluble vitamins has 32,1 mcg vitamin A, 2,4 mcg vitamin D, 0,0036 mg vitamin E, 23393,6 mcg vitamin K, and <2x10-4 mg beta carotein. And content of water soluble vitamins has <0,0025 mg thiamin, <0,0025 mg riboflavin, 0,0135 mcg vitamin B12, 20 mcg folat acid, 0,0172 mg piridoksin, , and 0,0972mg vitamin C.

The fat soluble vitamins that mixed flour of banana ‘awak’ and rice flour not

fulfilled the standard of complementary feeding, only vitamin K has fulfilled the standard of complementary feeding. And content of water soluble vitamins has not fulfilled the standard of complementary feeding. Contribution of fat soluble vitamins

and water soluble vitamins of the mixed flour of banana ‘awak’ and rice flour has not

fulfilled that Recommended Dietary Allowance (RDA) for infant who aged 7-24 months, while the content of vitamin K more than RDA. The suggested has to need the combination of other materials food like fruits and vegetables that much of vitamins that can be fulfill the vitamins of complementary feeding standard.

Keywords: Vitamins content, awak banana, rice flour, recommended dietary allowance


(17)

1.1. Latar Belakang

Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

Untuk mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan yaitu; pertama memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah lahir, kedua memberikan hanya Air Susu Ibu (ASI) saja atau pemberian ASI eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan,

ketiga memberikan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan keempat meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih. Rekomendasi tersebut menekankan, secara sosial budaya MP-ASI hendaknya dibuat dari bahan pangan yang murah dan mudah diperoleh di daerah setempat (Depkes, 2006).

Tumbuh kembang anak sangat dipengaruhi oleh kecukupan zat-zat gizi yang dikonsumsi. ASI berperan sebagai sumber zat yang ideal dan seimbang serta memiliki komposisi zat gizi yang sesuai untuk kebutuhan masa pertumbuhan. ASI


(18)

2

juga merupakan makanan yang paling sempurna, baik kualitas maupun kuantitas dapat memenuhi kebutuhan bayi sampai usia 4-6 bulan. Pada usia mulai dari 6 bulan bayi harus sudah diperkenalkan dan diberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) karena ASI tidak lagi mencukupi kebutuhan fisiologis untuk tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, pemberian MP-ASI sebagai makanan pelengkap ASI merupakan hal yang penting. Pemberian makanan pendamping ASI yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi bayi dan anak merupakan salah satu kendala untuk mencapai tumbuh kembang anak yang optimal (Saraswati, 1999).

Secara umum, kurangnya asupan makanan dapat menyebabkan defisiensi gizi pada balita sehingga dapat menyebabkan gangguan sistem kekebalan tubuh. Masalah gizi timbul karena tidak tersedianya zat-zat gizi dalam jumlah dan kualitas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan anak balita yang sedang dalam masa pertumbuhan yang cepat sehingga kebutuhan relatif lebih besar bila dibandingkan dengan orang dewasa. Kebutuhan gizi anak balita meliputi kebutuhan energi, protein, vitamin dan mineral (Sediaoetama, 1993).

Hasil penelitian yang dijelaskan Survey Pemantauan Status Gizi dan Kesehatan pada tahun 2007 menunjukkan, sekitar 10 juta anak balita yang berusia enam bulan hingga lima tahun berarti setengah dari populasi anak balita di Indonesia berisiko menderita kekurangan vitamin A. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Depkes setiap tiga bulan sekali, makanan mereka sehari-hari di bawah angka kecukupan vitamin A yang ditetapkan untuk anak balita, yaitu 350-460 Retinol Ekivalen per hari (Rangkuti, 2007).


(19)

Menurut Depkes RI (2002) salah satu indikator penting dalam menentukan gizi balita adalah konsumsi vitamin A. Meskipun sejak tahun 1992 Indonesia dinyatakan bebas dari xeropthalmia, akan tetapi masih dijumpai 50% dari balita mempunyai serum retinol<20 mcg/100 ml. Tingginya proporsi balita dengan serum retinol<20 mcg/100 ml ini menyatakan anak balita di Indonesia berisiko tinggi untuk terjadinya xeropthalmia dan menurunnya tingkat kekebalan tubuh sehingga mudah terserang penyakit infeksi.

Menurut Lubis (2010), sampai saat ini masih banyak ditemukan masalah gizi pada anak-anak baik masalah gizi mikro maupun masalah gizi makro. Prevalensi anemia pada anak balita 47,0%, kekurangan vitamin A subklinis yang ditandai dengan serum retinol < 20 mcg/dl 50 % anak balita (Depkes, 2005). Kasus defisiensi vitamin B12 khususnya pada anak-anak di Indonesia belum ada dilaporkan, namun dari beberapa penelitian di negara lain prevalensi defisiensi vitamin B12 cukup tinggi pada anak-anak.

Defisiensi vitamin B12 berhubungan dengan fungsi kognitif yang diduga melalui fungsinya sebagai kofaktor dalam metabolisme zat-zat gizi yang berperan dalam sistem syaraf pusat dan pembentukan sel-sel darah merah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa status vitamin B12 yang rendah berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif (Bryan J et al 2002; Black 2003; Morris MS et al 2007). Selain itu beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pada keadaan defisiensi vitamin B12 pemberian intervensi dengan vitamin B12 dapat memperbaiki status vitamin B12 (Eussen SJ et al 2006; Hin H et al 2006; Dhonukshe-Rutten RAM et al 2005;


(20)

4

Siekmann JH et al 2003), sementara pengaruhnya terhadap perbaikan fungsi kognitif masih belum konsisten.

Pemberian MP-ASI yang berkualitas merupakan cara penyelamatan bayi dan anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Manfaat MP-ASI adalah untuk intelegensia, imunitas, dan ketahanan fisik anak. Pemberian makanan yang sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan organ pencernaan bayi akan menghindarkannya dari kekurangan gizi (Moehji, 1998).

Setiap bayi memerlukan zat gizi yang baik dan seimbang. Artinya, setiap bayi memerlukan zat gizi dengan menu seimbang dan porsi yang tepat, tidak berlebihan dan disesuaikan dengan kebutuhan tubuhnya. Jika pemberian zat gizi pada bayi kurang baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya maka pertumbuhan dan perkembangannya akan berjalan lambat. Sebaliknya, jika pemberian zat gizi melebihi kapasitas yang dibutuhkan akan menyebabkan kegemukan yang mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan bayi menjadi terganggu (Krisnatuti,2006).

Menurut Jumirah, dkk (2011), pisang awak (Musa paradisiacal Var.Awak) merupakan jenis bahan pangan yang sering dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat sebagai bahan makanan tambahan untuk bayi khususnya di daerah Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, baik digunakan tersendiri maupun dicampur dengan bubur beras atau nasi yang dihaluskan. Dari hasil penelitian terdapat kandungan zat gizi yang terdapat dalam 100 gram pisang awak antara lain zat besi 0,3 mg, magnesium 29 mg, seng 0,2 mg, fosfor 20 mg, mangan 0,15 mg, tembaga 0,1 mg dan natrium 1 mg. Pisang awak juga mengandung sejumlah vitamin seperti vitamin A 8 mg, vitamin C 9 mg, vitamin


(21)

B1 0,05 mg, vitamin B2 0,1 mg, niasin, 0,5 mg, asam folat 19 mg, vitamin B6 0,58 mg, dan asam pantotenat 0,26 mg.

Hasil penelitian Widodo (2003), yang dilakukan di daerah pedesaan Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah, dimana praktek-praktek pemberian makan pada bayi sebelum usia 1 bulan mencapai 32,4% dan 66,7% jenis makanan yang diberikan adalah pisang. Hal yang sama juga diperoleh dari penelitian Saragih (2008) yang dilakukan di Kabupaten Nias Selatan 87,0% jenis MP-ASI yang diberikan kepada bayi adalah dalam bentuk bubur dan buah. Bubur yang diberikan berupa nasi tim dan ditambah dengan lauk-pauk, dan buah sering diberikan adalah pisang.

Buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan energi yang cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buah yang lain. Pisang kaya akan vitamin dan mineral, oleh karena itu buah pisang kerap digunakan sebagai makanan pemula yang diberikan pada bayi (Puspita, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian Jumirah, dkk (2011), dalam pembuatan bahan dasar MP-ASI dari pisang awak yang dicampur dengan tepung beras yang kemudian dibuat menjadi tepung. Tepung pisang awak (per 100 g) mengandung sejumlah zat gizi, diantaranya karbohidrat 13,8 %, protein 1,18 %, lemak 0,14 %, serat kasar 1,35 % dan mineral seperti besi <0,03 mg/kg, seng <0,002 mg/kg, kalsium 8,45 mg/kg, selenium <0,90 mg/kg, dan kalsium 57,43. Menurut pedoman standar MP-ASI bubuk instan sesuai SK Menkes No.224 tahun 2007 disyaratkan juga untuk produk MP-ASI harus mengandung vitamin. Oleh sebab itu, peneliti ingin mengetahui kandungan


(22)

6

vitamin pada bahan dasar tepung campuran pisang awak dengan tepung beras dan juga melihat sumbangan vitamin terhadap angka kecukupan gizi bayi.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan diteliti adalah bagaimana kandungan vitamin dalam tepung campuran pisang awak dengan tepung beras serta sumbangannya terhadap angka kecukupan gizi bayi.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisa kandungan vitamin dalam tepung campuran dari pisang awak matang dengan tepung beras dan sumbangan vitamin terhadap angka kecukupan gizi bayi.

1.3.2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kandungan vitamin larut lemak pada tepung campuran pisang awak dengan tepung beras sesuai SK Menkes No.224 tahun 2007 yaitu vitamin A, D, E, dan K.

2. Untuk mengetahui kandungan vitamin larut dalam air pada tepung campuran pisang awak dengan tepung beras sesuai SK Menkes No.224 tahun 2007 yaitu tiamin, riboflavin, niasin, B12, asam folat, B6, asam pantotenat dan vitamin C. 3. Untuk melihat sumbangan vitamin tepung campuran pisang awak dan tepung


(23)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Sebagai salah satu cara pemanfaatan pangan lokal seperti tanaman pisang yang banyak terdapat di beberapa daerah Indonesia.

2. Memberikan informasi tentang pengolahan atau pembuatan makanan bayi dari bahan pangan lokal yang dapat dijadikan bubuk instan.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Makanan bayi dan anak usia 6-24 bulan adalah terdiri dari Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). Makanan Pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Depkes RI, 2006).

Makanan Pendamping ASI merupakan proses transisi dari asupan yang semata berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat. Untuk proses ini juga dibutuhkan keterampilan motorik oral. Keterampilan motorik oral berkembang dari refleks menghisap menjadi menelan makanan yang berbentuk bukan cairan dengan memindahkan makanan dari lidah bagian depan ke lidah bagian belakang.

Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi/anak. Pemberian MP-ASI yang cukup dalam hal kualitas dan kuantitas penting untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan anak yang bertambah pesat pada periode ini (Ariani, 2008).

2.1.1. Jenis MP-ASI

Jenis MP-ASI yang dianjurkan yaitu:

a. Makanan lumat halus yaitu makanan yang dihancurkan dari tepung dan tampak homogen (sama/rata). Contoh: bubur susu, bubur sumsum, biskuit ditambah air panas, papaya saring.


(25)

b. Makanan lumat yaitu makanan yang dihancurkan atau disaring tampak kurang rata. Contoh: papaya dihaluskan dengan sendok, pisang dikerik dengan sendok, nasi tim saring, bubur kacang hijau saring, kentang rebus. c. Makanan lunak yaitu makanan yang dimasak dengan banyak air dan

tampak berair. Contoh: bubur nasi, bubur ayam, bubur kacang hijau. d. Makanan padat yaitu makanan lunak yang tidak nampak air. Contoh:

lontong, nasi tim, kentang rebus, biskuit (Nadesul, 2001). 2.1.2. Syarat MP-ASI

Beberapa syarat MP-ASI yang baik yaitu:

a. Kaya energi, protein dan zat besi, vitamin A, vitamin C, kalsium dan folat.

b. Bersih dan sehat, yaitu tidak mengandung kuman penyakit atau bahan berbahaya lain. Tidak keras sehingga tidak menyebabkan bayi tersedak, mudah dimakan oleh bayi, tidak terlalu asin atau terlalu pedas serta disukai bayi.

c. Merupakan makanan lokal yang mudah didapat dengan harga terjangkau serta mudah disiapkan (Ariani, 2008).

2.1.3. Pola Pemberian MP-ASI Menurut Umur

Pemberian MP-ASI baik jenis, porsi, dan frekuensinya tergantung dari usia dan kemampuan bayi. Sulistyoningsih (2011) menjelaskan hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian MP-ASI agar kebutuhan gizi bayi terpenuhi dengan baik yaitu:


(26)

10

1. Memberikan ASI terlebih dahulu kemudian memberikan MP-ASI

2. Makanan padat atau MP-ASI pertama harus bertekstur sangat halus dan licin 3. Bubur nasi diberikan 3 kali sehari dengan porsi disesuaikan menurut umur. Bayi

usia 6 bulan sebanyak 6 sendok makan, bayi usia 7 bulan sebanyak 7 sendok makan, bayi usia 8 bulan sebanyak 8 sendok makan, bayi usia 9 bulan sebanyak 9 sendok makan, bayi usia 10 bulan sebanyak 10 sendok makan, dan bayi usia 11 bulan sebanyak 11 sendok makan.

4. Berikan makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan, berupa biskuit, pisang, bubur kacang hijau, nagasari, ataupun sari buah manis yang disaring. 5. Bubur saring hanya boleh diberikan jika bayi telah tumbuh gigi, sedangkan

makanan yang dicincang diberikan setelah bayi pandai mengunyah.

6. Setiap kali makan perkenalkan satu jenis makanan apa saja dalam jumlah kecil. Jika bayi alergi terhadap jenis makanan tertentu maka hentikan pemberian. 7. Tambahkan telur ayam/ikan/tahu/tempe/daging sapi/wortel/bayam/santan/minyak

pada MP-ASI

8. Memperkenalkan sayuran dan buah yang rendah serat seperti bayam, wortel, tomat, jeruk, pisang, pepaya, alpukat, dan pir.

9. Makanan sebaiknya tidak dicampur karena bayi harus mempelajari perbedaan tekstur dan rasa makanan.

10. Makanan padat jangan dimasukkan ke dalam botol susu atau membuat lubang dot lebih besar sehingga mengesankan seperti bayi menyusu


(27)

2.1.4. Bahan Dasar MP-ASI

Pada umumnya bahan penyusun Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) bubur bayi terbuat dari tepung terigu. Kandungan gizi pada tepung terigu menurut SNI 01-3751-2006 (1991) adalah kadar air maksimal 14,5%, kadar abu 1,83%, kadar lemak 2,09%, protein 7% - 14,45%, pati 78,74%, karbohidrat 82,35% dan serat kasar 1,92%.

Untuk mengurangi ketergantungan terhadap tepung terigu sebagai bahan dasar pembuatan MP-ASI bubur bayi maka diperlukan komoditi lain yang bisa dipakai sebagai alternatif. Menurut SK Menkes (2007), MP-ASI bubuk instan terbuat dari campuran beras. Untuk mengoptimalkan kandungan gizi pada bubur bayi sesuai dengan SK Menkes (Tabel 2.1.), maka perlu ditambahkan bahan penyusun lain seperti pisang yang merupakan salah satu dari tiga rasa yang disukai oleh bayi.

Pisang juga memiliki aroma khas yang harum dan mempunyai kandungan gizi sangat baik, antara lain menyediakan energi dari karbohidrat cukup tinggi dibandingkan buah-buahan lain. Pisang mengandung vitamin dan mineral seperti vitamin C, B kompleks, B6, serotonin, kalium, magnesium, fosfor, besi, dan kalsium.

Pemanfaatan buah pisang selama ini belum optimal masih terbatas sebagai buah konsumsi segar dan produk olahan tradisional baik dari buah masih mentah maupun dari buah yang sudah masak. Hal ini perlu diantisipasi adalah lonjakan produksi pada saat panen raya di sentra-sentra produksi pisang sedangkan serapan pasar yang tidak berimbang menyebabkan banyaknya buah yang terbuang. Pisang terutama yang sudah masak, dapat sebagai penyedia energi dalam makanan dan minuman (Ardhianditto, 2013).


(28)

12

Bahan makanan tambahan pada bayi dibedakan atas 2 golongan yaitu hewani dan nabati. Golongan hewani terdiri dari ikan, telur, dan daging. Golongan nabati terdiri dari buah-buahan, sayur-sayuran, padi-padian. Makanan tambahan yang baik adalah makanan yang mengandung sejumah kalori atau energi (karbohidrat, protein, dan lemak), vitamin, mineral, dan serat untuk pertumbuhan dan energi bayi, disukai oleh bayi, mudah disiapkan, dan harga terjangkau (Judarwanto, 2004).

Tabel 2.1 Komposisi Zat Gizi dalam 100 Gram MP-ASI Bubuk Instan

No Zat Gizi Satuan Kadar

1. Energi kkal 400 – 440

2. Protein (kualitas protein tidak kurang dari 70% kualitas kasein)

g 15 – 22

3. Lemak (kadar asam linoleat minimal 300 mg per 100 kkal atau 1,4 gram per 100 gram produk)

g 10 – 15

4. Karbohidrat:

- Gula (sukrosa) g maksimum 30

- Serat g maksimum 5

5. Vitamin A mcg 250 – 350

6. Vitamin D mcg 7 – 10

7. Vitamin E mg 4 – 6

8. Vitamin K mcg 7 – 10

9. Tiamin mg 0,3 – 0,4

10. Riboflavin mg 0,3 – 0,5

11. Niasin mg 2,5 – 4,0

12. Vitamin B12 mcg 0,3 – 0,6

13. Asam folat mcg 40 – 100

14. Vitamin B6 mg 0,4 – 0,7

15. Asam pantotenat mg 1,3 – 2,1

16. Vitamin C mg 27 – 35

17. Besi mg 5 – 8

18. Kalsium mg 200 – 400

19. Natrium mg 240 – 400

20. Seng mg 2,5 – 4,0

21. Iodium mcg 45 – 70

22. Fosfor mg perbandingan

Ca:P = 1,2 – 2,0

23. Selenium mcg 10 – 15


(29)

Sumber: SK Menkes RI nomor 224/Menkes/SK/II/2007

2.2. Vitamin

Vitamin adalah suatu senyawa organik yang terdapat di dalam makanan dalam jumlah yang sedikit, dan dibutuhkan dalam jumlah yang besar untuk fungsi metabolisme yang normal. Vitamin dapat larut dalam air dan lemak. Vitamin yang larut lemak adalah A, D, E, dan K, dan yang larut dalam air adalah vitamin B kompleks dan C (Dorland, 2006).

2.2.1. Kandungan Vitamin dalam MP-ASI

Kandungan vitamin dalam MP-ASI sesuai SK Menkes RI nomor 224/Menkes/SK/II/2007 tentang spesifikasi teknis MP-ASI bubuk instan untuk bayi 6-12 bulan dapat dilihat pada tabel 2.1 diantaranya:

a. Vitamin Larut Lemak

Vitamin larut lemak menurut SK Menkes RI nomor 224/Menkes/SK/II/2007 yaitu vitamin A, D, E, dan K. Vitamin larut lemak mempunyai peranan faali tertentu di dalam tubuh. Sebagian besar vitamin larut diabsorbsi bersama lipida lain. Absorbsi membutuhkan cairan empedu dan pankreas. Vitamin larut lemak diangkut ke hati melalui sistem limfe sebagai bagian dari lipoprotein, disimpan di berbagai jaringan tubuh dan biasanya tidak dikeluarkan melalui urin (Almatsier, 2004).

b. Vitamin Larut Air

Vitamin larut air menurut SK Menkes RI nomor 224/Menkes/SK/II/2007 yaitu tiamin, riboflavin, niasin, vitamin B12, asam folat, vitamin B6, asam pantotenat dan Vitamin C. Vitamin B-kompleks terdiri atas sepuluh faktor yang saling berkaitan


(30)

14

fungsinya di dalam tubuh dan terdapat di dalam bahan makanan yang hampir sama (Almatsier, 2004).

2.2.2. Metode Analisis Vitamin

Dalam persiapan analisis pangan perlu dipertimbangkan beberapa hal, antara lain berkaitan dengan pemilihan metode analisis, pengambilan sampel, dan langkah-langkah analisis. Apabila persiapan analisis telah dilakukan dengan baik maka pelaksanaan analisis diharapkan dapat berjalan dengan baik, sehingga hasil yang diperoleh juga akan memuaskan.

Dalam memilih metode analisis, sedikitnya ada tiga hal yang harus diketahui, yaitu pengetahuan dasar komposisi suatu bahan, tingkat ketelitian yang dikehendaki, dan jumlah atau banyaknya sampel yang tersedia (Legowo, dkk, 2004).

Tabel 2.2 Metode Analisis Vitamin yang direkomendasikan AOAC (Associatin of Official Agricultural Chemists) 2011

No. Jenis Vitamin Metode yang direkomendasikan

1. Vitamin A HPLC dan Colorimetry

2 . Vitamin D HPLC

3. Vitamin E HPLC dan Fluorimetry

4. Vitamin K HPLC

5. Thiamin HPLC dan Fluorimetry

6. Riboflavin HPLC dan Fluorimetry

7. Niacin HPLC

8. Asam Pantotenat HPLC

9. Piridoksin HPLC

10. Asam Folat HPLC

11. Vitamin C HPLC

Sumber: AOAC 2011

1. High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

Metode HPLC disebut juga KCKT (kromatografi Cair Kinerja Tinggi) merupakan salah satu metode pemisahan yang menggunakan fase diam yang


(31)

ditempatkan dalam suatu kolom tertutup dan juga fase geraknya berupa pelarut yang dialirkan dengan cepat ke dalam kolom dengan bantuan pompa/tekanan.

Komponen pokok yang terdapat dalam alat HPLC diantaranya adalah gradient controller yang berfungsi untuk menampung fase gerak yang akan dialirkan ke dalam kolom dengan pompa, pompa berfungsi untuk mendorong fase gerak masuk, injector

berfungsi untuk memasukkan sampel, kolom merupakan jantung dari sistem HPLC karena di dalam kolomlah terjadi pemisahan komponen, detector untuk mendeteksi komponen hasil pemisahan kolom, dan terakhir adalah data output fungsinya untuk menampilkan hasil yang diperoleh.

Keuntungan dari metode HPLC adalah kerja lebih mudah dengan automatisasi dalam prosedur analisis dan pengolahan, daya pisah yang tinggi, cepat, akurat, peka, tepat, dan juga preparatif. Dapat juga digunakan untuk analisis sampel organik dan anorganik, bersifat volatil dan non-volatil, stabil secara termal, serta pilihan fase diam dan fase geraknya luas (LKBAL, 2007).

Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang leluasa, dipakai secara luas untuk pemisahan analitik dan preparatif. Biasanya, kromatografi analitik dipakai pada tahap pemulaan untuk semua cuplikan, dan kromatografi preparatif hanya dilakukan jika diperlukan fraksi murni dan campuran. Pemisahan kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul.

Pemisahan dan permunian kandungan tumbuhan terutama dilakukan dengan menggunakan salah satu dari teknik kromatografi atau gabungan teknik tersebut.


(32)

16

Teknik kromatografi itu adalah Kromatografi Kertas (KKt), Kromatografi Lapis Tipis (KLP), Kromatografi Gas Cair (KGC), Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT/HPLC), dan Kromatografi cair kinerja ultra tinggi (UPLC) (Roy, dkk, 1991).

Metode UPLC adalah varian dari HPLC menggunakan kolom dengan ukuran partikel <2 um (biasanya 1,8 um) yang menyediakan pemisahan secara signifikan lebih baik daripada metode konvensional (5 um) kolom dan memungkinkan analisis lebih cepat. UPLC dapat memisahkan senyawa dengan akurasi dan limit deteksi yang lebih tinggi dibandingkan metode konvensional.

2. Kolorimetri

Kolorimetri adalah cara analisis yang didasarkan atas kesamaan warna sampel dengan larutan standar menggunakan sinar polikromatis dengan pengamatan secara visual (mata). Untuk mendapatkan kesamaan warna dapat digunakan metode deret larutan standar, misalnya dengan cara Nessler dan Du-Boscq. Pengamatan secara visual dengan mata dapat digantikan dengan metode fotolistrik yang didasarkan pada hukum Lambert-Beer, yang menyatakan bahwa harga penyerapan sinar (absorbans) oleh suatu larutan sebanding dengan konsentrasi dari tebalnya sel.

Secara umum kolorimetri terdiri dari kolorimetri visual dan kolorimetri fotolistik. Kolorimetri visual biasanya digunakan tabung gelas tak berwarna yang memiliki keseragaman ukuran yang disebut dengan tabung Nessler. Larutan sampel yang akan ditentukan konsentrasinya dibuat dengan volume tertentu, kemudian warna sampel dibandingkan dengan warna seri larutan standar. Sejumlah 50 atau 100 ml larutan sampel dan standar dimasukkan ke dalam tabung nessler, kemudian warna


(33)

larutan sampel dibandingkan dengan seri larutan standar yang sesuai dengan cara melihat secara tegak lurus terhadap tabung.

Pemilihan prosedur kolorimetri untuk penetapan zat akan bergantung pada pertimbangan sebagai berikut:

1. Metode kolorimetri seringkali akan memberikan hasil yang lebih tepat pada konsentrasi rendah dibandingkan prosedur titrimetri ataupun gravimetrik. Selain itu prosedur kolorimetri lebih sederhana dilakukan daripada prosedur titrimetri ataupun gravimetrik.

2. Suatu metode kolorimetri seringkali dapat diterapkan pada kondisi-kondisi dimana terdapat prosedur gravimetrik ataupun titrimetri yang memuaskan, misalnya untuk zat-zat hanya hayati tertentu.

3. Prosedur kolorimetri mempunyai keunggulan untuk penetapan rutin dari beberapa komponen dalam sejumlah contoh yang serupa dapat dilakukan dengan cepat (Widyastomo, dkk, 2010).

3. Fluorimetri

Fluorimetri adalah metode analisa yang erat hubungannya denga spektofotometri. Energi yang diserap oleh molekul untuk transisi elektronik ke level energi yang lebih tinggi harus dilepaskan kembali pada waktu kembali ke level energi terendah. Energi yang dilepaskan ini dapat berupa panas dan untuk beberapa molekul tertentu sebagian dari energi yang diserap dipancarkan kembali berupa cahaya (fluorensensi). Apabila terjadi transisi dari energi yang lebih tinggi ke energi yang lebih rendah maka elektronik disebut fosforesensi.


(34)

18

Perbedaan fluorensi dengan spektofotometri adalah kepekaan analisis pada spektrofluorimetri dipertinggi dengan menaikkan intensitas cahaya, dan pada analisis spektrofluorimetri lebih selektif dan sensitif. Kelebihan fluorimetri dalam analisis kuantitatif adalah metode ini selektif dan tidak terjadi intervensi spektral, intervensi ini bila timbul dapat diatasi dengan pemilihan panjang gelombang yang tepat baik pada eksistensi maupun pemendarannya, dan juga metode ini sensitif (Paingan, 2007).

4. Spektrofotometri Ultraviolet

Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet, cahaya tampak, infra merah dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang untuk daerah ultraviolet adalah 190-380 um, daerah cahaya tampak 380-780 um, daerah infra merah dekat 780-3000 um, dan daerah inframerah 4000-250 cm-1 (Ditjen POM, 1995).

Kegunaan spektrofotometri ultraviolet dalam analisis kualitatif sangat terbatas, karena rentang daerah radiasi yang relatif sempit hanya dapat mengakomodasi sedikit sekali puncak absorbs maksimum dan minimum, karena itu identifikasi senyawa yang tidak diketahui, tidak memungkinkan.

Penggunaan utama spektrofotometri ultraviolet adalah dalam analisis kuantitatif. Apabila dalam alur spektrofotometri terdapat senyawa yang mengasorbsi radiasi, akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang mencapai detektor. Parameter


(35)

dalam batas konsentrasi rendah nilainya sebanding dengan banyaknya molekul yang mengabsorpsi radiasi dan merupakan dasar analisis kuantitatif (Satiadarma, 2004). 2.3. Pisang

Tjitrosoepomo (1988) di dalam buku sistematika tumbuhan mengelompokkan tanaman pisang ke dalam kelompok divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, bangsa scitaminae atau zingiberales, suku musaceae, marga

Musa, dan spesies Musa sp (Endra, 2006).

Pisang adalah tanaman yang berasal dari kawasan Asia Tenggara. Tanaman pisang menyukai daerah alam terbuka yang cukup sinar matahari, cocok tumbuh di dataran rendah sampai pada ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Pada dasarnya tanaman pisang merupakan tumbuhan yang tidak memiliki batang sejati. Batang pohonnya terbentuk dari perkembangan dan pertumbuhan pelepah-pelepah yang mengelilingi poros lunak panjang. Batang pisang yang sebenarnya terdapat pada bonggol yang tersembunyi di dalam tanah (Puspita, 2011).

Berdasarkan manfaatnya bagi kepentingan manusia, pohon pisang dibedakan atas tiga macam, yaitu:

1. Pisang serat

Pisang serat adalah tanaman pisang yang tidak untuk diambil buahnya, tetapi diambil seratnya. Serat pisang dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pakaian. 2. Pisang hias

Seperti halnya pisang serat, pisang hias juga tidak dimanfaatkan untuk diambil buahnya. Jenis pisang ini memiliki morfologi daun yang indah sehingga cocok dijadikan tanaman penghias halaman rumah atau pinggir jalan.


(36)

20

3. Pisang buah

Pisang jenis ini sudah tidak asing lagi karena paling banyak dijumpai. Pisang buah ditanam dengan tujuan untuk dimanfaatkan buahnya. Pisang buah dapat dibedakan menjadi 4 golongan, diantaranya:

a. Golongan pertama adalah pisang yang dapat dimakan langsung setelah masak, misalnya pisang susu, pisang barangan, pisang mas, dan pisang raja. b. Golongan kedua adalah pisang yang dapat dimakan setelah diolah terlebih

dahulu, misalnya pisang tanduk, pisang uli, pisang kapas, dan pisang bangkahulu.

c. Golongan ketiga adalah pisang yang dapat dimakan langsung setelah masak maupun diolah telebih dahulu, misalnya pisang kepok, pisang raja, dan pisang awak.

d. Golongan keempat adalah pisang yang dapat dikonsumsi sewaktu masih mentah, misalnya pisang klutuk dan pisang batu yang sering dijadikan bahan untuk membuat rujak (Supriyadi dan Suyanti, 2008).

2.3.1. Pisang Awak (Musa paradisiaca var. Awak)

Pisang awak tergolong pisang yang dapat dimakan langsung setelah masak maupun diolah terlebih dahulu. Pisang jenis ini memiliki panjang sekitar 15 cm dengan diameter 3,7 cm. Dalam satu tandan, jumlah sisir ada 18 yang masing-masing terdiri 11 buah. Bentuk buah lurus dengan pangkal bulat. Warna daging buah putih kekuningan dengan kulit yang tebalnya 0,3 cm. Lamanya buah masak dari saat berbunga adalah 5 bulan (Supriyadi dan Suyanti, 2008).


(37)

Menurut data BPS (2009), Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu provinsi yang banyak menghasilkan pisang, diantaranya adalah pisang awak. Di Aceh pisang awak sering dimanfaatkan oleh ibu-ibu sebagai makanan untuk bayinya, karena mereka beranggapan bahwa pemberian ASI saja tidak cukup untuk mengenyangkan bayi. Terkadang karena bayi sering mengangis dianggap lapar dan ibu juga menginginkan bayinya cepat gemuk. Biasanya bayi diberi pisang awak yang dikerok maupun dilumutkan dan dicampur dengan nasi. Hal ini sudah dilakukan oleh ibu-ibu di Aceh sejak bayi berumur tujuh hari dan pemberian pisang awak ini sudah menjadi tradisi turun-temurun.

Pisang awak tergolong pisang yang dapat dimakan langsung setelah masak maupun diolah terlebih dahulu. Pisang jenis ini memiliki panjang sekitar 15 cm dengan diameter 3,7 cm. Dalam satu tandan, jumlah sisir ada 18 yang masing-masing terdiri11 buah. Bentuk buah lurus dengan pangkal bulat. Warna daging buah putih kekunungan dengan kulit yang tebalnya 0,3 cm. Lamanya buah masak dari saat berbunga adalah 5 bulan (Puspita, 2011).

Penggunaan pisang awak untuk makanan bayi di daerah Aceh sudah merupakan hal yang umum, baik digunakan tersendiri maupun dicampur dengan bubur/nasi tim yang dihaluskan. Keadaan ini ternyata juga dilakukan oleh sebagian masyarakat di beberapa daerah di Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Tanjung Balai Utara menemukan sebanyak 69,2 persen bayi pernah diberikan pisang awak sebagai MP-ASI dan dari hasil penelitian di Desa Dewantara Kabupaten Aceh Utara ditemukan


(38)

22

angka yang lebih tinggi yakni sebesar 83,3 persen bayi diberikan pisang awak (Jumirah, dkk, 2011).

Tabel 2.3. Kandungan Vitamin dalam 100 Gram Pisang Awak Matang

No Vitamin Kandungan (Satuan)

1. Vitamin A 0,08 mg

2. Vitamin C 0,09 mg

3. Tiamin 0,0005 mg

4. Riboflavin 0,001 mg

5. Niasin 0,005 mg

6. Piridoksin 0,0058 mg

7. Asam folat 0,19 mg

8. Kobalamin 0

9. Asam pantotenat 0,0026 mg

Sumber: Penelitian Jumirah, dkk (2011)

2.4. Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras 2.4.1 Tepung Beras

Tepung beras merupakan tepung yang diperoleh dari hasil proses penggilingan beras. Beras sendiri adalah bagian butir padi atau gabah yang telah dipisah dari sekam. Pada salah satu tahap pemrosesan hasil panen padi, gabah ditumbuk atau digiling sehingga bagian luarnya terlepas dari isinya. Beras secara biologi merupakan bagian biji padi yang terdiri dari aleuron yang merupakan lapis terluar yang sering kali ikut terbuang dalam proses pemisahan kulit, kemudian endosperma yaitu tempat sebagian besar pati dan protein beras berada, dan embrio yang merupakan calon tanaman baru. Sebagaimana butir serealia lain, bagian terbesar beras didominasi oleh pati (sekitar 80-85%) (Kusumartanti, 2010).

Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi utama dan amilopektin. Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibagi


(39)

menjadi empat bagian yaitu beras ketan (1-2%), beras beramilosa rendah (9-20%), beras beramilosa sedang (20-25%) dan beras beramilosa tinggi (25-33%) (Winarno, 1997).

Proses pembuatan tepung beras dilakukan dengan cara:

1. Beras diayak atau ditampi untuk menghilangkan kotoran seperti kerikil, sekam, dan gabah.

2. Beras dapat dicuci dahulu sampai bersih, kemudian direndam di dalam air sekitar 2-3 jam.

3. Setelah itu beras ditiriskan dan dikeringkan sehingga dihasilkan beras lembab. Selanjutnya beras lembab ini digiling sampai halus. Beras lembab ini lebih mudah dihaluskan sehingga lebih cepat penggilingannya dan hemat energi. 4. Setelah digiling, tepung beras perlu dijemur atau dikeringkan (Jumirah, dkk,

2011).

Tabel 2.4. Komposisi Vitamin dalam 100 Gram Tepung Beras

No. Jenis Vitamin Kandungan (Satuan)

1. Beta karoten 0

2. Tiamin 0,12 mg

3. Riboflavin 0

4. Niasin 0

5. Vitamin C 0


(40)

24

2.4.2. Tepung Campuran Pisang Awak dan Tepung Beras

Proses pembuatan tepung pisang awak dilakukan dengan cara berikut: 1. Pembuatan adonan pisang awak:

a. Pemilihan pisang awak matang

b. Mengambil bagian daging pisang (tanpa kulit dan biji) dengan pisau stainless steel

c. Menghaluskan daging pisang dengan blender

d. Menimbang pisang yang telah dihaluskan sejumlah 100 gram e. Menimbang tepung beras sebanyak 50 gram

f. Mencampurkan dan mengaduk campuran pisang yang telah dihaluskan dan tepung beras sehingga terbentuk pasta yang homogen

2. Pengerikan adonan dengan tahapan:

a. Memindahakan pasta ke talam yang dialasi kertas roti, dengan cara granulasi sederhana, buat merata dan tidak terlalu tebal agar mudah dikeringkan

b. Masukkan ke oven, atur suhu sekitar 55oC sampai 60oC. Panaskan hingga mengering (24 jam)

c. Timbang hasil pengeringan (setelah didinginkan hingga suhu kamar) 3. Penggilingan tepung pisang awak dengan blender, kemudian dilanjutkan

dengan pengayakan dengan ayakan 80 Mesh hingga diperoleh tepung pisang awak yang halus.


(41)

2.5. Angka Kecukupan Gizi (AKG)

Menurut Proverawati (2009), angka kecukupan gizi adalah nilai yang meunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua penduduk menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis seperti hamil dan menyusui.

Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua populasi, menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, tingkat kegiatan fisik agar hidup sehat dan dapat melakukan kegiatan sosial yang diharapkan (Hardiansyah dan Tampubolon, 2004).

2.5.1. Angka Kecukupan Gizi Bayi

Angka kebutuhan gizi bayi merupakan banyaknya zat-zat gizi yang secara fisiologis dibutuhkan untuk mencapai dan mempertahankan status gizi cukup. Kecukupan gizi untuk bayi akan mendorong perkembangan bayi secara optimal, dan sebaliknya jika jika kekurangan gizi akan menimbulkan berbagai risiko bagi kesehatan bayi seperti hambatan pertumbuhan tulang, lemah otot, degeneratif otak serta gangguan mental. Bayi di usia 0-6 bulan, sumber gizinya adalah Air Susu Ibu (ASI) karena ASI mengandung gizi lengkap yang mencukupi standar kebutuhan gizi bayi. Sementara bayi di usia lebih dari 6 bulan memerlukan asupan makanan pendamping ASI sebagai tambahan sumber gizi bayi (Elvida, 2012).

Kebutuhan gizi bayi dan anak balita Indonesia dapat diketahui pada tabel Angka Kecukupan Gizi dari Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG, 2004). Beberapa nilai kecukupan gizi anak usia 0-6 bulan sampai 7-9 tahun diantaranya


(42)

26

mineral (kalsium, fosfor, besi, seng, iodium, selenium), sedangkan kadar kalium dan natrium tidak tertera pada AKG menurut WNPG (2004).

Tabel 2.5. Angka Kecukupan Vitamin yang dianjurkan menurut WNPG Kelompok Umur Vit. A (RE) Vit. D (ug) Vit. E (mg) Vit. K (ug) Tia-min (mg) Ribofla -vin (mg) Nia- sin (mg) Piri- doksin (mg) Vit. B12 (ug) Asam folat (ug) Vit. C

0-6 bulan 350 5 4 5 0,3 3 2,5 0,1 0,1 22 30

7-12 bulan 350 5 5 10 0,4 0,4 3,8 0,3 0,1 32 35

1-3 tahun 350 5 6 15 0,5 0,6 5,4 0,5 0,5 40 40

4-6 tahun 360 5 7 20 0,7 0,9 7,6 0,6 0,7 60 45

7-9 tahun 406 5 7 25 0,7 0,9 8,1 1 0,9 81 45


(43)

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan tahapan penelitian berupa analisis laboratorium untuk mengetahui kandungan vitamin larut lemak dan vitamin larut air pada tepung campuran pisang awak dengan tepung beras.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM USU). Pelaksanaan yang dilakukan adalah membuat tepung beras dan tepung campuran pisang awak dengan tepung beras. Kemudian pelaksanaan uji untuk menganalisis kadar vitamin larut lemak dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS/RISPA) Medan dan vitamin larut air dilakukan di dua laboratorium yaitu di Laboratorium BBIA (Balai Besar Industri Agro) Bogor untuk menganalisis vitamin B1, B2, B6, asam folat, dan vitamin C dan di Laboratorium Saraswanti Bogor untuk menganalisis vitamin B12, niasin, dan asam pantotenat.

Penelitian dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2014. 3.3. Alat dan Bahan Penelitian

Adapun alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah ayakan tepung, blender, kertas saring, oven, pisau stainless steel, timbangan, dan wadah.


(44)

28

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisang awak masak dan tepung beras dengan perbandingan 2:1 serta aquades.

3.4. Metode Analisis

Metode analisis vitamin yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Ultra Performance Liquid Chromatography (UPLC) untuk vitamin larut lemak dan metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC) untuk vitamin larut air pada tepung campuran pisang awak dengan tepung beras.

Pemilihan metode UPLC pada analisis vitamin larut lemak dan metode HPLC pada vitamin larut air yang dilakukan pada penelitian karena jenis metode ini lebih akurat, peka, tepat, dan cepat dibandingkan dengan penggunaan metode lain dalam menganalisis. UPLC adalah bagian dari HPLC, hanya saja UPLC adalah metode analisis yang terbaru dan lebih akurat dalam menganalisis sampel karena menggunakan kolom dengan ukuran partikel lebih kecil.

3.5. Definisi Operasional

1. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah suatu yang diberikan selain air susu ibu setelah anak berumur 6 bulan.

2. MP-ASI tepung pisang awak adalah makanan bayi yang terbuat dari campuran pisang awak matang dengan tepung beras yang diolah menjadi tepung pisang awak.


(45)

3. Kandungan vitamin MP-ASI tepung pisang awak adalah banyaknya vitamin sesuai dengan pedoman MP-ASI bubuk dalam 100 gram tepung campuran pisang awak dengan tepung beras.

4. Sumbangan angka kecukupan gizi bayi dari tepung campuran pisang awak dengan tepung beras adalah besarnya persentase vitamin yang diperoleh dalam 100 gram bahan dasar MP-ASI.

3.6. Tahapan Penelitian

3.6.1. Proses Pembuatan Tepung Beras

Beras yang digunakan adalah beras putih, tidak kotor, dan tidak berkutu. Beras dibersihkan dengan cara diayak atau ditampi untuk memisahkan dari kotoran yang ada. Beras kemudian dicuci bersih dan direndam selama 2 jam sehingga dihasilkan beras yang lembab, selanjutnya beras yang lembab digiling agar mudah hal. Setelah kering tepung beras diayak dengan pengayakan tepung sehingga dihasilkan tepung beras yang halus (Jumirah, dkk, 2011).

3.6.2. Proses Pembuatan Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras

Menurut penelitian Jumirah, dkk (2011), proses pembuatan tepung campuran pisang awak dengan tepung beras adalah dengan cara mulai dari pemilihan pisang awak yang matang dengan kriteria warna kulit pisang berwarna kuning dan tidak terlalu masak agar tidak terlalu lembek. Pisang diambil daging buahnya (tanpa kulit dan biji) dan kemudian digiling menggunakan blender. Setelah halus pisang dicampurkan dengan tepung beras dengan perbandingan 2:1 sehingga terbentuk pasta yang homogen, pasta pisang


(46)

30

kemudian dipindahkan ke talam dan dimasukkan ke dalam oven. Pasta pisang dimasukkan dalam oven bersuhu 55o-60oC untuk dikeringkan (selama 24 jam). Pasta pisang yang sudah dikeringkan kemudian diblender dan diayak untuk menghasilkan tepung pisang awak.

Pisang awak matang: Tepung Beras:

Tepung pisang awak:

Gambar 3.1 Tahapan Proses Penelitian ditampi dan dicuci ambil daging buah

Pengeringan pasta (temperatur 55o-60oC)

Penggilingan tepung Pencampuran pisang awak

dengan tepung beras

Pengayakan tepung (ayakan 80 Mesh)

Analisis kandungan vitamin larut lemak dan larut air dalam tepung pisang awak dihaluskan

ditimbang

direndam selama 2-3 jam


(47)

3.6.3. Proses Analisis Vitamin Larut Lemak Tepung Pisang Awak

Analisis vitamin larut lemak menggunakan metode UPLC dimulai dengan tahapan penyiapan larutan sampel, yaitu sebagai berikut:

a. Untuk standar, ambil dan timbang standar vitamin sebanyak 0,005 gram dan encerkan dengan aquabidest sampai 100 ml, masukkan ke dalam labu ukur 10 ml.

b. Kemudian ambil 10 ml dari larutan tersebut dan masukkan ke dalam labu ukur 10 ml.

c. Ambil dan timbang sampel sebanyak 300 mg dan larutkan dengan 100 ml aquabidest (larutan 1). Lalu masukkan ke dalam labu ukur 100 ml.

d. Ambil sebanyak 10 ml larutan 1 dan encerkan sampai 100 ml dengan aquabidest.

e. Ambil sebanyak 100 ml dari larutan sebelumnya dan masukkan ke dalam labu ukur 10 ml.

f. Kemudian masukkan sampel dan standar ke dalam waterbath selama 5 menit agar larutan tercampur sempurna dan gelembung yang ada di dinding tabung hilang.

g. Lalu pindahkan sampel dan standar ke dalam tabung effendorf dengan menggunakan spuit 5 cc.

h. Masukkan sampel dan standar ke dalam alat HPLC dan tunggu hasilnya (Al Anshori, 2007).


(48)

32

3.6.4. Analisis Vitamin Larut Air Tepung Pisang Awak

Analisis vitamin larut air menggunakan metode HPLC sama dengan analisis vitamin larut lemak yaitu dimulai dengan tahapan penyiapan larutan sampel, antara lain sebagai berikut:

i. Untuk standar, ambil dan timbang standar vitamin sebanyak 0,005 gram dan encerkan dengan aquabidest sampai 100 ml, masukkan ke dalam labu ukur 10 ml.

j. Kemudian ambil 10 ml dari larutan tersebut dan masukkan ke dalam labu ukur 10 ml.

k. Ambil dan timbang sampel sebanyak 300 mg dan larutkan dengan 100 ml aquabidest (larutan 1). Lalu masukkan ke dalam labu ukur 100 ml.

l. Ambil sebanyak 10 ml larutan 1 dan encerkan sampai 100 ml dengan aquabidest.

m.Ambil sebanyak 100 ml dari larutan sebelumnya dan masukkan ke dalam labu ukur 10 ml.

n. Kemudian masukkan sampel dan standar ke dalam waterbath selama 5 menit agar larutan tercampur sempurna dan gelembung yang ada di dinding tabung hilang.

o. Lalu pindahkan sampel dan standar ke dalam tabung effendorf dengan menggunakan spuit 5 cc.


(49)

Adapun pedoman penggunaan HPLC adalah sebagai berikut: a. Preparasi sampel

-Sampel harus dalam bentuk larutan

-Untuk skala analisis sampel dalam uL, konsentrasi sampel yang diinjeksikan tidak boleh terlalu pekat karena dapat menyumbat kolom. Konsentrasi maksimal adalah sekitar 40 ppm.

b. Preparasi fase gerak

-Fase gerak (eluen) yang digunakan harus dalam kualitas p.a ataupun grade HPLC, untuk air, digunakan aquabidest.

-Sebelum digunakan, eluen harus disaring dengan milipore kemudian diwagaskan (didigest) dengan sonikator sekitar 30 menit untuk menghilangkan udara terlarut.

-Eluen harus dimasukkan ke dalam tabung eluen sebelum alat dinyalakan, untuk menghindari adanya gelembung pada selang penghubung.

-Tabung eluen yang sudah diisi harus diberi label sesuai dengan eluen yang digunakan

c. Penyalaan alat

-Sebelum alat dinyalakan, pastikan dalam slang penghubung antara tabung eluen dengan pompa tidak terdapat gelembung udara. Jika terdapat gelembung, buka penutup pompa kemudian buka katup slang di ujung pompa dan sedot secepanya gelembung tersebut dari slang dengan alat penyedot gelembung yang tersedia kemudian tutup katup dan tutup pompa kembali seperti semula.


(50)

34

-Hubungkan kabel alat ke sumber listrik.

-Nyalakan tombol paling bawah alat HPLC (tombol detektor). -Nyalakan tombol tengah HPLC (kolom).

-Nyalakan tombol paling atas dari HPLC (pompa).

-Nyalakan tombol power CPU kemudian tombol power pada monitor (Al Anshori, 2007).

3.6.5. Mengitung Sumbangan Vitamin terhadap Angka Kecukupan Gizi a. Sumbangan Vitamin

�� =� � ���� �

× � 100

b. AKG/ hari

% �� =��

× 100

�� Keterangan:

SV = Sumbangan Vitamin BS = Berat Sampel (50 gram) n = Jenis Vitamin

AKGa = AKG per hari


(51)

3.7 Analisis dan Pengolahan Data

Data yang didapat dari hasil pengujian di laboratorium dengan menggunakan metode UPLC dan HPLC ditampilkan dalam bentuk tabel untuk hasil analisis kandungan vitamin larut lemak dan vitamin larut air pada bahan dasar MP-ASI tepung campuran pisang awak dan tepung beras, kemudian data tersebut dianalisa secara deskriptif.


(52)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Karakteristik Bahan Dasar MP-ASI Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat dilihat karakteristik bahan dasar MP-ASI tepung campuran pisang awak dengan tepung beras pada gambar 4.1.

Gambar 4.1. Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung beras Dari gambar di atas dapat dilihat karakteristik tepung campuran pisang awak matang dengan tepung beras dihasilkan karakteristik tepung campuran yang memiliki warna tepung yang kecoklatan, bertekstur halus tetapi tidak sehalus tepung terigu dengan ukuran partikel 175 mikron (standard Tyler), beraroma khas pisang, dan rasa yang manis seperti manis jambu.

4.2. Kandungan Vitamin Larut Lemak dalam Bahan Dasar MP-ASI Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras

Berdasarkan hasil analisis laboratorium untuk vitamin larut lemak pada tepung campuran pisang awak dengan tepung beras, diperoleh kandungan vitamin A, D, E, dan K yang dapat dilihat pada tabel 4.1.


(53)

Tabel 4.1. Kandungan Vitamin Larut Lemak dalam 100 Gram Bahan Dasar MP-ASI Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras No Jenis Vitamin Kadar Vitamin

(Satuan)

Standar MP-ASI (Satuan)

1 Vitamin A 32,1 mcg 250 - 350 mcg

2 Vitamin D 2,4 mcg 7 - 10 mcg

3 Vitamin E 0,0036 mg 4 - 6 mg

4 Vitamin K 23393,6 mcg 7 - 10 mcg

5 Beta karoten < 2x10-4 mg

Berdasarkan tabel 4.2 di atas, kadar vitamin yang paling tinggi yang dihasilkan dari tepung campuran pisang awak matang dengan tepung beras adalah vitamin K sebesar 23393,6 mcg/100 g. Sedangkan kadar vitamin yang paling rendah dari tepung campuran pisang awak dengan tepung beras adalah vitamin E, di mana kadar yang dihasilkan hanya sebesar 0,0036 mg/100 g.

4.3. Kandungan Vitamin Larut Air dalam Bahan Dasar MP-ASI Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan di laboratorium untuk vitamin larut air yang terdiri dari tiamin, riboflavin, niasin, vitamin B12, asam folat, vitamin B6, asam pantotenat, dan vitamin C pada tepung campuran pisang awak dengan tepung beras yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Kandungan Vitamin Larut Air dalam 100 Gram Bahan Dasar MP-ASI Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras

No Jenis Vitamin Kadar Vitamin (Satuan)

Standar MP-ASI (Satuan)

1 Tiamin < 0,0025 mg 0,3 – 0,4 mg

2 Riboflavin < 0,0025 mg 0,3 – 0,5 mg

3 Niasin TD 2,5 – 4,0 mg

4 Vitamin B12 0,0109 mcg 0,3 – 0,6 mcg

5 Asam folat 20 mcg 40 – 100 mcg

6 Vitamin B6 0,0172 mg 0,4 – 0,7 mg

7 Asam pantotenat TD 1,3 – 2,1 mg

8 Vitamin C 0,0972 mg 27 – 35 mg


(54)

38

Dari tabel 4.3 di atas dapat dilihat hasil dari penelitian laboratorium untuk kandungan vitamin larut air yang paling besar terdapat pada vitamin C yaitu 0,0972 mg/100 g dan yang paling sedikit adalah kandungan tiamin dan riboflavin yaitu kurang dari 0,0025 mg/100 g. Hasil laboratorium untuk niasin dan asam pantotenat tidak diketahui karena tidak terdeteksi.


(55)

5.1. Kadar Vitamin Larut Lemak pada Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras

Berdasarkan hasil analisis laboratorium diperoleh kadar vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D, E, dan K yang terdapat di dalam 100 gram bahan dasar MP-ASI tepung campuran pisang awak dengan tepung beras.

5.1.1. Kadar Vitamin A pada Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras

Menurut pedoman MP-ASI bubuk instan untuk anak usia 6-12 bulan kadar vitamin A yang dianjurkan dalam produk MP-ASI adalah sebesar 250-350 mcg/100 g bahan. Dan menurut WNPG 2004 kebutuhan vitamin A untuk anak usia 7-24 bulan yang dianjurkan adalah 350 RE atau setara dengan 350 mcg/hari.

Berdasarkan hasil analisis pada produk bahan dasar MP-ASI tepung campuran pisang awak dengan tepung beras diperoleh kadar vitamin A sebesar 32,1 mcg/100 g bahan. Dari hasil yang diperoleh tersebut maka dapat dikatakan kadar vitamin pada bahan dasar MP-ASI tepung campuran pisang awak dengan tepung beras belum memenuhi standar MP-ASI bubuk instan dan belum mencukupi kebutuhan vitamin A anak usia 7-24 bulan setiap harinya.

Jika dalam sehari hari anak diberikan MP-ASI dari bahan dasar tepung campuran pisang awak dengan tepung beras sebesar 50 gram dengan sekali pemberian sebanyak 25 gram, maka sumbangan vitamin A yang diberikan dari MP-ASI berbahan dasar tepung campuran pisang awak dengan tepung beras terhadap AKG anak usia 7-24 bulan sebesar 4,58 %.


(56)

40

Kadar vitamin A yang belum memenuhi ketentuan pada standar MP-ASI bubuk dan juga belum memenuhi sumbangan terhadap angka kecukupan vitamin A pada anak usia 7-24 bulan dapat diatasi dengan pemberian makanan tambahan lain baik yang kaya akan kandungan vitamin A ataupun dengan pemberian kapsul vitamin A yang telah menjadi program pemerintah, karena kebutuhan vitamin A bagi anak cukup tinggi. Sumber vitamin A pada bahan makanan lain diantaranya terdapat pada hati sapi, kuning telur, akan sardin, minyak ikan hiu, wortel, bayam, dll.

Menurut Sediaoetama (2000), perkiraan kecukupan asupan makanan yang dianjurkan untuk mempertahankan kesehatan yang baik bagi anak balita di Indonesia meliputi kebutuhan energi yang diperkirakan sekitar 1210 kalori/hari, protein 23 gr/hari, zat besi 10 mg/hari dan vitamin A sebanyak 1500 IU/hari.

Menurut Depkes RI (2002), salah satu indikator penting dalam menentukan gizi balita adalah konsumsi vitamin A. Meskipun sejak tahun 1992 Indonesia dinyatakan bebas xeropthalmia, akan tetapi masih dijumpai 50% dari balita mempunyai serum retinol <20 mcg/100 ml. Tingginya proporsi balita dengan serum retinol <20 mcg/100 ml ini menyebabkan anak balita di Indonesia berisiko tinggi untuk terjadi xerolpthalmia dan menurunnya tingkat kekebalan tubuh sehingga mudah terserang penyakit infeksi.

Menurut Depkes RI (2005), hasil kajian berbagai studi menyatakan vitamin A merupakan zat gizi yang esensial bagi manusia, karena zat gizi ini sangat penting dan konsumsi makanan anak cenderung belum mencukupi dan masih rendah sehingga harus dipenuhi dari makanan lain. Sedangkan sumber vitamin A selain dari bahan


(57)

5.1.2. Kadar Vitamin D pada Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras

Dari hasil penelitian laboratorium pada vitamin larut lemak untuk vitamin D yang terdapat pada tepung campuran pisang awak dengan tepung beras dihasilkan kadar sebesar 2,4 mcg/100 g. Kadar vitamin D yang ditentukan untuk produk MP-ASI bubuk sesuai SK Menkes no. 224 tahun 2007 yaitu sebesar 7-10 mcg, maka dapat dilihat bahwa vitamin D yang terkandung di dalam bahan dasar MP-ASI tepung campuran pisang awak dengan tepung beras belum memenuhi kadar yang ditentukan sesuai standar MP-ASI.

Menurut WNPG (2004), kebutuhan vitamin D untuk anak balita usia 7-24 bulan adalah sebesar 5 ug (5 mcg/ hari). Jika dalam sehari anak diberi MP-ASI sebesar 50 gram dengan sekali pemberian sebanyak 25 gram maka dapat dihitung sumbangan vitamin D dari tepung campuran pisang awak dengan tepung beras per harinya sebesar 24 %, maka dapat dikatakan bahwa sumbangan untuk vitamin D belum mencukupi kebutuhan anak usia 7-26 bulan per harinya.

Menurut Almatsier (2004), vitamin D berperan mencegah dan menyembuhkan riketsia, yaitu penyakit di mana tulang tidak mampu melakukan kalsifikasi. Vitamin D dapat dibentuk tubuh dengan bantuan sinar matahari. Bila tubuh mendapat cukup sinar matahari konsumsi vitamin D melalui makanan tidak dibutuhkan karena dapat disintesis di dalam tubuh, vitamin D dapat dikatakan bukan vitamin, tetapi suatu prohormon. Bila tubuh tidak mendapat cukup matahari, vitamin D perlu dipenuhi dari makanan. Bayi dan anak-anak dianjurkan berada di bawah sinar matahari beberapa waktu tiap hari.


(58)

42

Kekurangan vitamin D ini merupakan faktor risiko penyakit riketsia yakni penyakit yang terjadi pada bayi dan anak-anak yang dapat menyebabkan terganggunya metabolisme tulang sehingga berimplikasi pada pertumbuhan tulangnya yang abnormal. Indonesia merupakan negara tropis yang selalu mendapatkan sinar matahari, itu membuat masyarakat dapat memanfaatkan sinar matahari khususnya untuk dapat membantu pembentukan vitamin D di dalam tubuh. Dalam sehari kulit dianjurkan mendapat paparan matahari selama 10 menit jika cuaca sedang cerah dan apabila pada musim hujan dianjurkan mendapat paparan matahari selama 2 jam. Karena kulit balita masih tipis dan lebih sensitif dari kulit orang dewasa maka dianjurkan jam yang terbaik untuk mendapat paparan matahari adalah pukul 08.00 pagi.

Kandungan vitamin D yang terdapat di dalam bahan dasar MP-ASI tepung campuran pisang awak dengan tepung beras belum mencukupi kebutuhan anak usia 7-24 per harinya. Vitamin D relatif lebih stabil dan tidak mudah rusak bila makanan dipanaskan atau disimpan untuk jangka waktu lama. Hal ini membuat produk makanan MP-ASI bubuk untuk kandungan vitamin D cukup aman dari kerusakan. 5.1.3. Kadar Vitamin E pada Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung

Beras

Kandungan vitamin E dari tepung campuran pisang awak matang dengan tepung beras dari hasil analisis didapat hasil kadar vitamin E sebesar 0,0036 mg/100g. Dibandingkan dengan standar MP-ASI bubuk sesuai SK Menkes no. 224 tahun 2007 kandungan vitamin E yang dianjurkan adalah sebesar 4-6 mg, maka dapat


(59)

dikatakan untuk kadar vitamin E dari tepung campuran pisang awak matang dengan tepung beras belum memenuhi standar ketentuan pedoman MP-ASI.

Angka kecukupan vitamin E anak usia 7-24 bulan per harinya dibutuhkan sebesar 5-6 mg. Jika dalam sehari diberikan MP-ASI tepung campuran pisang awak dengan tepung beras sebesar 50 gram maka sumbangan vitamin E yang diperoleh sebesar 0,036 %. Kadar vitamin E yang dihasilkan dari tepung campuran pisang awak matang dengan tepung beras sebesar 0,0036 mg/100 g maka dapat disimpulkan untuk kandungan vitamin E belum mencukupi kebutuhan balita 7-24 bulan per harinya.

Kandungan vitamin E yang rendah pada hasil analisis tehadap bahan dasar MP-ASI tepung campuran pisang awak dengan tepung beras disebabkan karena beberapa faktor diantaranya adalah kandungan vitamin E pada pisang maupun tepung beras yang menjadi bahan dasar juga rendah dan juga karena vitamin E adalah jenis vitamin yang mudah rusak. Sehingga untuk mencukupi kebutuhan vitamin E bagi anak usia 7-24 bulan dianjurkan untuk memperkaya bahan makanan pendamping ASI yang diberikan seperti bahan makanan kacang-kacangan, biji-bijian, telur, susu, dll.

Menurut Almatsier (2004), vitamin E mudah rusak pada pemasakan (seperti terjadi pada proses penggorengan) dan oksidasi. Jadi, sebagai sumber vitamin E diutamakan bahan makanan bentuk segar atau yang tidak terlalu banyak mengalami pemrosesan. Karena vitamin E tidak larut air, vitamin E tidak hilang selama dimasak dengan air. Pembekuan dan penggorengan dalam minyak banyak merusak sebagian besar vitamin E.

Penyakit akibat kekurangan vitamin E jarang terjadi, karena vitamin E terdapat luas di dalam bahan makanan. Kekurangan biasanya terjadi karena adanya


(60)

44

gangguan absorbsi lemak seperti pada cytic fibrosis dan gangguan transport lipida. Kekurangan vitamin E pada manusia menyebabkan hemolisis eritrosit yang dapat diperbaiki dengan tambahan vitamin E.

5.1.4. Kadar Vitamin K pada Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras

Hasil analisis vitamin K dari tepung campuran pisang awak dengan tepung beras dihasilkan kadar vitamin K sebesar 23393,6 mcg/100 g. Kandungan vitamin K pada tepung pisang awak matang dengan tepung beras cukup tinggi dan untuk standar MP-ASI sesuai SK Menkes no. 224 tahun 2007 dalam produk MP-ASI bubuk instan hanya 7-10 mcg untuk vitamin K, maka kadar vitamin yang dihasilkan dari tepung pisang sudah melebihi standar yang ditetapkan.

Menutut WNPG (2004), kebutuhan vitamin K bagi anak usia 7-24 bulan adalah sebesar 10-15 ug (10-15 mcg per hari). Jika dalam sehari anak usia 7-24 diberikan MP-ASI tepung pisang awak sebanyak 50 gram maka sumbangan vitamin K yang diperoleh sebesar 116968 %, sehingga kadar vitamin sudah melebihi kebutuhan AKG anak usia 7-24 bulan.

Kandungan vitamin K yang cukup tinggi pada bahan dasar MP-ASI tepung campuran pisang awak dengan tepung beras dipengaruhi juga karena vitamin K adalah jenis vitamin yang cukup tahan terhadap panas. Vitamin ini tidak rusak oleh cara memasak yang biasa, termasuk memasak dengan air. Akan tetapi vitamin K tidak tahan terhadap alkali dan cahaya. Pada proses pembuatan tepung campuran pisang awak dengan tepung beras tidak diberikan penambahan zat kimia lain dan


(61)

terhindar dari cahaya langsung, serta dalam memasak menggunakan suhu yang tidak terlalu tinggi.

Menurut Dahlia (2008), defisiensi vitamin K menyebabkan pembekuan darah berlangsung lebih lama, sehingga mudah terkena homonorrhage, yakni keluarnya darah dari pembuluhnya. Angka kecukupan vitamin K untuk bayi usia 0-6 bulan adalah 5 mg/ hari. Terjadi perdarahan pada bekas pengambilan darah sampai lebih dari enam menit, padahal bagian tersebut sudah ditekan. Jika perdarahan tersebut terjadi di otak, bayi tampak pucat, menangis melengking, muntah-muntah, demam, kadang tampak kuning dan akhirnya diikuti kejang. Fungsi vitamin K pada bayi baru lahir adalah mencegah terjadinya perdarahan pada otak, selain itu merupakan bahan pembentuk faktor pembekuan darah pada kulit, selaput otak, selain itu merupakan bahan pembentuk faktor darah pada kulit, selaput lender, dan organ lain dalam tubuh bayi.

Menurut Kemenkes RI (2011), bayi baru lahir cenderung memiliki kadar vitamin K dan cadangan vitamin K dalam hati yang relatif rendah dibanding bayi yang lebih besar. Sementara itu asupan vitamin K dari ASI belum mencukupi (0,5 ug/l), sedangkan vitamin K dari makanan dan sayuran belum dimulai. Hal ini menyebabkan bayi baru lahir cenderung mengalami defisiensi vitamin K sehingga berisiko tinggi untuk mengalami Penyakit Defisiensi Vitamin K (PDVK).


(62)

46

5.2. Kadar Vitamin Larut Air pada Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras

Berdasarkan hasil analisis laboratorium diperoleh kadar vitamin larut lemak yaitu vitamin tiamin, riboflavin, vitamin B12, asam folat, piridoksin, dan vitamin C yang terdapat di dalam 100 gram bahan dasar MP-ASI tepung campuran pisang awak dengan tepung beras.

5.2.1. Kadar Tiamin (Vitamin B1) pada Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras

Dari hasil analisis vitamin larut air pada tepung campuran pisang awak dengan tepung beras dihasilkan kadar tiamin kurang dari <0,0025 mg/100 g. Menurut pedoman MP-ASI bubuk sesuai SK Menkes no. 224 tahun 2007, kadar tiamin yang dianjurkan adalah sebesar 0,3-0,4 mg. Maka kadar tiamin yang dihasilkan dari tepung campuran pisang awak dengan tepung beras belum memenuhi standar yang ditentukan yaitu di atas 0,3 mg.

Jika dilihat sumbangannya terhadap angka kecukupan gizi anak usia 7-24 bulan yang diberikan MP-ASI tepung campuran pisang awak matang dengan tepung beras maka kadar tiamin yang disediakan dalam 50 gram MP-ASI hanya sebesar 0,31 %, sedangkan menurut WNPG tahun 2004 angka kecukupan tiamin anak usia 7-24 bulan sebesar 0,4-0,5 mg per hari, sehingga sumbangan tiamin dari MP-ASI ini belum memenuhi kebutuhan per harinya.

Kadar tiamin yang rendah pada produk MP-ASI berbahan dasar tepung campuran pisang awak dengan tepung beras disebabkan langsung karena kandungan tiamin dari pisang awak dan tiamin dari tepung beras juga sedikit sehingga kadar


(63)

larut air salah satunya tiamin mudah larut. Dengan cara memasak biasa, tiamin akan larut di dalam air perebus. Oleh karena itu, dianjurkan untuk memasak dengan jumlah air secukupnya, dan cara mencuci beras agar jangan terlalu digosok dan dicuci berulang-ulang kali.

Kekurangan tiamin dapat terjadi karena kurangnya konsumsi (biasanya disertai kurang konsumsi energi), gangguan absorbsi, ketidakmampuan tubuh menggunakan tiamin, ataupun karena meningkatnya kebutuhan misalnya karena kebutuhan energi yang meningkat. Gejala klinik kekurangan tiamin terutama menyangkut sistem saraf dan jantung yang dalam keadaan berat dinamakan beri-beri.

Untuk mencukupi kebutuhan tiamin pada anak usia 7-24 bulan sesuai dengan angka kecukupan yang dianjurkan maka perlu dalam pemberian makanan pendamping ASI setiap harinya diperkaya dengan bahan makanan lain yang memiliki kandungan tiamin yang baik antara lain jenis kacang-kacangan seperti kacang kapri, kacang panjang, taoge kacang kedelai, kacang kedelai, kacang hijau, dll yang dapat diolah menjadi bahan tambahan makanan untuk diberikan kepada anak.

5.2.2. Kadar Riboflavin (Vitamin B2) pada Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras

Kadar riboflavin yang dihasilkan dari tepung campuran pisang awak matang dengan tepung beras yaitu kurang dari 0,0025 mg/100 g. Pada standar MP-ASI bubuk sesuai SK Menkes no. 224 tahun 2007 kadar riboflavin yang ditentukan sebesar 0,3-0,5 mg, maka dapat dikatakan bahwa kadar riboflanvin dari tepung campuran pisang awak dengan tepung beras belum memenuhi standar.


(64)

48

Angka kecukupan gizi anak usia 7-24 bulan menurun WNPG (2004) untuk jenis vitamin yaitu riboflavin sebesar 0,4-0,6 mg per hari. Jika dalam sehari anak diberi MP-ASI tepung campuran pisang awak matang dengan tepung beras sebanyak 50 gram dengan sekali pemberian sebanyak 25 gram, maka sumbangan riboflavin sebesar 0,31 %. Dilihat dari kadar AKG untuk riboflavin yang dianjurkan maka kadar riboflavin dari tepung campuran pisang awak dengan tepung beras belum memenuhi kebutuhan anak usia 7-24 bulan per harinya.

Sama seperti tiamin kandungan riboflavin dalam bahan dasar MP-ASI tepung campuran pisang awak dengan tepung beras juga sangat rendah. Hal ini disebabkan karena kandungan vitamin pada bahan dasar tersebut yaitu pisang dan tepung beras juga memiliki kadar riboflavin yang rendah. Untuk mencukupi kebutuhan riboflavin pada anak yang dianjurkan, maka perlu adanya pemberian makanan tambahan lain, baik di ditambahka ke dalam produk yang sudah ada ataupun diolah terpisah. Bahan makanan yang menjadi sumber riboflavin diantaranya susu tanpa lemak, hati ayam, susu segar, kacang kedelai, telur ayam, dll.

Menurut Almatsier (2004), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengolah makanan adalah bahwa riboflavin larut dalam air dan rusak bila kena cahaya. Kekurangan riboflavin biasa terjadi secara bersamaan dengan kekurangan vitamin larut air lain. Tanda-tanda terjadi secara bersamaan dengan kekurangan zat gizi lain, atau setelah beberapa bulan kekurangan konsumsi riboflavin.


(65)

5.2.3. Kadar Vitamin B12 pada Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras

Dari hasil penelitian laboratorium terhadap tepung campuran pisang awak dengan tepung beras dihasilkan kadar vitamin B12 sebesar 0,0109 mcg/100 g. Standar MP-ASI sesuai SK Menkes no. 224 tahun 2007, ditentukan kadar vitamin B12 dalam produk MP-ASI sebesar 0,3-0,6 mcg. Kadar vitamin B12 dalam tepung campuran pisang awak dengan tepung beras belum sesuai standar yang ditentukan untuk produk MP-ASI bubuk.

Dilihat pada angka kecukupan gizi anak usia 7-24 bulan terhadap kecukupan vitamin B12 per harinya adalah sebesar 0,1-05 mcg. Jika anak diberikan MP-ASI tepung campuran pisang awak dengan tepung beras seberat 50 gram maka dapat dihitung sumbangan vitaminnya sebesar 5,45 %, maka sumbangan vitamin B12 dari tepung campuran pisang awak dengan tepung beras belum memenuhi kebutuhan anak usia 7-24 bulan untuk vitamin B12.

Untuk memenuhi kebutuhan vitamin B12 yang dianjurkan untuk anak usia 7-24 bulan, perlu diberikan makanan tambahan selain MP-ASI dari tepung campuran pisang awak dengan tepung beras baik ditambahkan ke dalam produk maupun diolah tersendiri. Sumber vitamin B12 yang baik banyak bersumber dari bahan pangan hewani, diantaranya hati sapi, hati ayam, daging sapi, daging ayam, telur, dll.

Menurut Lubis (2010), kasus defisiensi vitamin B12 khususnya pada anak-anak di Indonesia belum ada dilaporkan, namun dari beberapa penelitian di negara lain prevalensi defisiensi vitamin B12 cukup tinggi pada anak-anak. Defisiensi vitamin B12 berhubungan dengan fungsi kognitif yang diduga melalui fungsinya


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Pisang awak matang yang Gambar 2. Beras yang digunakan digunakan

Gambar 3. Penimbangan tepung beras Gambar 4. Pembuatan pasta pisang awak


(6)

Gambar 5. Adonan pisang awak Gambar 6. pengayakan tepung dan tepung beras yang pisang awak

akan dikeringkan (ayakan 60 Mesh)


Dokumen yang terkait

Subtitusi Tepung Pisang Awak (Musa Paradisiaca Var Awak) dan Ikan Lele Dumbo (Clarias Garipinus) Dalam Pembuatan Biskuit Serta Uji Daya Terimanya

2 87 105

Substitusi Tepung Pisang Awak Masak (Musa Paradisiaca Var. Awak) dan Kecambah Kedelai (Glycine Max) pada Pembuatan Biskuit Serta Daya Terima

7 79 106

Analisis Kandungan Mineral Pada Tepung Campuran Pisang Awak dan Tepung Beras Serta Sumbangan Mineralnya Terhadap Angka Kecukupan Gizi Bayi

3 68 82

Pola Pemberian Pisang Awak (Musa Paradisiaca Var. Awak), Status Gizi Dan Gangguan Saluran Pencernaan Pada Bayi Usia 0-12 Bulan Di Desa Paloh Gadeng Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara Tahun 2011

12 113 94

Status Gizi Bayi Ditinjau Dari Pemberian Asi Eksklusif, Pemberian MP-Asi Dan kelengkapan Imunisasi Di Kecamatan Medan Selayang Tahun 2008

1 43 77

KARAKTERISTIK MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) DARI TEPUNG BERAS, TEPUNG PISANG DAN PISANG MASAK (KEPOK DAN AGUNG)

0 4 20

Mutu gizi produk makanan balita dari bahan dasar tepung singkong dan tepung pisang yang diperkaya dengan tepung ikan dan tepung tempe

0 11 9

JUDUL : ANALISI NUTRISI MP-ASI PADA BUBUR TEPUNG KACANG HIJAU DAN BUBUR TEPUNG BERAS PUTIH DENGAN VARIASI SUSU. | Karya Tulis Ilmiah ta mitha oke

0 0 39

JUDUL : ANALISI NUTRISI MP-ASI PADA BUBUR TEPUNG KACANG HIJAU DAN BUBUR TEPUNG BERAS PUTIH DENGAN VARIASI SUSU. | Karya Tulis Ilmiah

0 0 11

Analisis Kandungan Inulin dan Oligasakarida pada Tepung Komposit Pisang Awak-Beras-Kecambah Kedelai dengan Metode HPLC

0 0 40