I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Seiring dengan era globalisasi dan perdagangan bebas yang terus
bergulir, dunia usaha menghadapi gelombang persaingan yang semakin berat. Para pelaku usaha harus selalu siap menerima segala tantangan dan
mampu menghadapi pengaruh dari era globalisasi tersebut, tak terkecuali industri tekstil di Indonesia. Tahun 2006 dinilai akan menjadi tahun yang
sulit bagi industri TPT tekstil dan produk tekstil, karena dihadapkan pada kondisi pasar yang kurang menjanjikan baik di dalam maupun luar negeri.
Untuk pasar domestik industri tekstil dihadapkan dengan menurunnya daya beli masyarakat, setidaknya sampai tengah tahun 2006. Selama waktu itu
belanja masyarakat terhadap produk tekstil dipastikan menurun cukup tinggi. Sama halnya dengan pasar luar negeri, sekalipun dengan berlakunya
pasar bebas WTO, APEC, AFTA secara teori berarti peluang untuk membuka pasar ekspor menjadi terbuka luas, namun pada prakteknya
hambatan dari berbagai negara tujuan ekspor justru bertambah ketat. Hambatan tersebut diantaranya persyaratan ekolabel persyaratan dengan
lingkungan hidup, social complient harus adanya hak buruh, UU Ketenagakerjaan dan security barrier teroris, virus berbahaya Pikiran
Rakyat, 2006. Ekspor produk tekstil Indonesia dapat mencapai kondisi terburuk pada
tahun 2006. Kondisi itu dipengaruhi ekspor tekstil Cina yang merambah ke seluruh dunia dan akan menekan pertumbuhan industri tekstil Indonesia.
Salah satu negara tujuan ekspor tekstil utama Indonesia adalah Amerika Serikat, ekspor tekstil Indonesia ke Amerika Serikat per tahun sebesar lima
miliar dollar AS, sedangkan ekspor tekstil Cina ke Amerika dapat mencapai 40 miliar dollar AS. Tingginya ekspor tekstil Cina membuat Amerika
Serikat kembali mengenakan kuota tekstil asal Cina. Kebijakan ini dilakukan untuk melindungi industri tekstil dalam negeri Amerika Serikat dan mulai
berjalan pada pertengahan Mei 2005. Tidak tertutup kemungkinan produk tekstil Cina yang ditolak Amerika akan diekspor ke Indonesia.
Dengan
sistem distribusi yang solid, produk tekstil Cina menjadi ancaman terbesar bagi Indonesia. Ancaman produk Cina itu terlihat dari pertumbuhan ekspor
Cina ke Indonesia yang mencapai 51 pada tahun 2005 dari tahun 2004 Kadin, 2005.
Di tengah kondisi persaingan yang semakin ketat serta iklim usaha yang tidak kondusif, industri tekstil di Indonesia dituntut untuk dapat
meningkatkan daya saingnya. Daya saing tersebut diantaranya dalam hal harga, kualitas produk, layanan, ketepatan waktu. Peningkatan daya saing
perusahaan tidak terlepas dari kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan tersebut. Sumberdaya manusia merupakan aset terpenting bagi
kelangsungan hidup suatu perusahaan, karena suatu perusahaan tanpa tenaga kerja yang handal hanya akan menunggu waktu saja untuk bubar atau paling
tidak perusahaan itu tidak akan bisa berkembang. Oleh karena itu untuk dapat memanfaatkan sumberdaya manusia yang sesuai dengan kebutuhan
perusahaan diperlukan manajemen sumberdaya manusia yang dapat mengelola sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan, secara
profesional agar terwujud keseimbangan antara kebutuhan pegawai dengan tuntutan dan kemampuan perusahaan. Keseimbangan tersebut merupakan
kunci utama perusahaan agar dapat berkembang secara produktif dan wajar. PT. Unitex Tbk Bogor merupakan salah satu perusahaan Go Public
dan perusahaan patungan Indonesia-Jepang yang bergerak dalam bidang tekstil terpadu Fully Integrated Textile Manufacturing. PT. Unitex dalam
melakukan kegiatannya dimulai dari pemintalan spinning, pertenunan weaving, pencelupan dyeing finishing, pencelupan benang yarn dyeing.
PT Unitex didirikan berdasarkan Undang-Undang Penanaman Modal Asing PMA No. 11967, dan telah memiliki sertifikat ISO 9001 : 2000, sehingga
perusahaan sangat memperhatikan kualitas sumberdaya manusianya. Akhir-akhir ini perusahaan mengalami beberapa masalah di tengah
persaingan dan banyaknya tekstil impor yang ada di pasar domestik, mengakibatkan penurunan penjualan dan berkurangnya permintaan pesanan
dari dalam maupun luar negeri. Kuantitas penjualan PT. Unitex pada tahun 2004 mengalami penurunan sebesar 13,0 dibandingkan tahun 2003. Total
penjualan mengalami penurunan sebesar 1,6 disebabkan karena perusahaan telah menghentikan penjualan produk benang putih mentah yang
tidak menguntungkan. Berdasarkan hal tersebut pihak perusahaan menerapkan beberapa strategi agar mampu bersaing, diantaranya dengan
meningkatkan strategi penjualan, meningkatkan mutu produk dan menekan biaya produksi dengan menurunkan biaya gaji termasuk biaya lembur
dengan alokasi angkatan kerja yang lebih fleksibel, memperbaiki rasio kerugian dan sumber bahan baku serta merasionalisasi sebagian
karyawannya pada tahun 2003 dan 2004. Kebijakan manajemen PT. Unitex tersebut tentu mempunyai dampak bagi para karyawannya. Terutama dengan
berkurangnya gaji dan adanya rasionalisasi dapat menimbulkan beberapa masalah baru diantaranya adalah menurunnya kepuasan karyawan yang
masih bekerja pada perusahaan. Karyawan yang mengalami ketidakpuasan kerja akan merasa bahwa pekerjaannya merupakan beban bagi mereka,
sehingga pekerjaan yang dikerjakan tidak memberikan hasil yang maksimal sesuai dengan harapan dan tujuan perusahaan, dengan demikian kepuasan
kerja karyawan adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh perusahaan.
Karyawan yang merasa puas dengan pekerjaannya akan menampilkan pribadi yang baik dalam bekerja di perusahaan, misalnya kemungkinan
untuk betah bekerja pada perusahaan lebih lama, absennya lebih sedikit, menghasilkan pekerjaan yang berkualitas tinggi, memiliki motivasi yang
tinggi, sehingga akan menguntungkan kedua pihak baik perusahaan maupun karyawan. Kepuasan kerja karyawan ini tentunya sangat dipengaruhi oleh
banyak faktor, menurut Luthans dalam Umar 2004 faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan diantaranya pembayaran seperti
gaji dan upah, pekerjaan itu sendiri, promosi pekerjaan, supervisi, hubungan dengan rekan sekerja. Jika faktor-faktor tersebut tidak terpenuhi dengan baik
maka akan menimbulkan ketidakpuasan kerja. Ketidakpuasan karyawan terhadap pekerjaannya dapat menyebabkan
seorang karyawan malas, pura-pura sakit, mangkir dari pekerjaan, terlambat datang ke kantor, tidak masuk kerja atau bahkan berhenti dari pekerjaannya,
sehingga menyebabkan tingkat perputaran kerja karyawan turnover menjadi tinggi. Turnover yang tinggi pada suatu perusahaan akan
berdampak pada tingginya biaya tenaga kerja, karena jika karyawan absen dari pekerjaannya mereka tidak menghasilkan apa-apa tidak produktif
tetapi mereka tetap dibayar atau digaji. Ketika seorang karyawan berhenti dari pekerjaannya, orang yang akan menggantikan posisi karyawan tersebut
harus melalui proses rekrutmen dan diberi pelatihan terlebih dahulu, hal ini tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit, namun walaupun
demikian tidak semua turnover itu negatif. Kehilangan beberapa karyawan kadang memang diinginkan apalagi bila karyawan yang keluar mempunyai
kinerja yang rendah, tetapi perputaran tenaga kerja turnover yang terlalu tinggi akan lebih banyak menimbulkan dampak yang merugikan dan
menjadi kendala bagi perusahaan, dengan demikian akan menurunkan produktifitas perusahaan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu analisis
kepuasan kerja sesuai dengan kebutuhan dan kondisi perusahaan saat ini, juga bagaimana hubungannya dengan tingkat turnover karyawan, hal
tersebut akan berimplikasi terhadap peningkatan produktivitas kerja karyawan dalam tujuannya mencapai visi dan misi PT. Unitex.
1.2. Perumusan Masalah