Tatalaksana operatif umumnya ditujukan untuk OMSK tipe maligna. Operasi yang dapat dilakukan antara lain: mastoidektomi sederhana,
mastoidektomi radikal, mastoidektomi radikal dengan modifikasi, miringoplasti, timpanoplasti, dan timpanoplasti pendekatan ganda Combined approach
tympanoplasty Djaafar, 2007; Aboet, 2007.
2.3. Gangguan pendengaran 2.3.1. Definisi
Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan total atau parsial untuk mendengar suara di salah satu atau kedua telinga Vorvick, 2011.
2.3.2. Epidemiologi
Diperkirakan terdapat 250 juta individu di dunia yang mengalami gangguan pendengaran. Lima puluh persen gangguan pendengaran yang mereka
alami termasuk gangguan pendengaran yang dapat dicegah. Penelitian yang lebih mendalam dilakukan WHO yang melibatkan beberapa negara didapatkan data
sebagai berikut : 1. Gangguan pendengaran sedang, sedang-berat, dan berat melibatkan
sekitar 5-8 populasi atau diperkirakan sekitar 110 juta. 2. Presbiakusis sebanyak 5-10 menjadi penyebab nomor satunya,
disusul oleh tuli akibat kebisingan sebanyak 2-6 Mathers, Smith, dan Marisol, 2000.
2.3.3. Klasifikasi
Secara umum, gangguan pendengaran dapat dibagi atas tiga jenis : a. Tuli konduktif
Tuli konduktif terjadi oleh karena berkurangnya transmisi gelombang suara ke koklea. Gangguan ini disebabkan karena terganggunya kerja sistem
konduksi penghantaran suara. b. Tuli sensorineural
Tuli sensorineural disebabkan oleh karena terganggunya proses transmisi gelombang suara di telinga bagian dalam maupun pada nervus koklearis.
c. Tuli campuran Tuli campuran adalah tuli yang memiliki komponen tuli konduktif dan tuli
sensorineural Shah, 2011.
2.3.4. Derajat Gangguan Pendengaran
Derajat gangguan pendengaran dapat ditentukan setelah dilakukan pemeriksaan audiometer, pasien kemudian diklasifikasikan menurut tabel berikut:
Tabel 2.1. Derajat Gangguan Pendengaran WHO, 2012 Derajat
Gangguan Ambang
Pendengaran Interpretasi
0: Normal 0 – 25 dB
Tidak ada sedikit gangguan, dapat mendengar bisikan
1: Ringan 26 – 40 dB
Dapat mendengar dan mengulangi kata yang diucapkan
dengan suara normal pada jarak 1 meter
2: Sedang 41 – 60 dB
Dapat mendengar dan mengulangi kata yang diucapkan
dengan suara keras pada jarak 1 meter
3: Sedang- Berat
61 – 80 dB Dapat mendengar beberapa kata
yang diteriakkan pada telinga yang lebih sehat
4: Berat 81 dB
Tidak bisa mendengar dan
memahami kata walaupun dengan suara teriak
Beratnya gangguan pendengaran bergantung kepada besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem penghantaran
suara di telinga tengah. Perforasi pada membran timpani akan menyebabkan gangguan transmisi suara ke tulang-tulang pendengaran sehingga penghantaran
suara dari telinga luar ke telinga tengah akan berkurang Djaafar, 2007. Lokasi perforasi juga menentukan derajat gangguan pendengaran pada
individu dengan gangguan pendengaran. Perforasi pada kuadran posterior diketahui akan menyebabkan gangguan pendengraan yang lebih parah daripada
perforasi pada bagian anterior, oleh karena terpaparnya fenestra rotunda terhadap gelombang suara secara langsung. Perforasi pada lokasi insersi manubrium
mempunyai efek terburuk, karena secara langsung berefek pada mobilitas sistem tulang pendengaran Bhusal, Ghuragain, dan Shirastav, 2007; Ibekwe, Nwaorgu,
dan Ijaduola, 2009; Maharjan et al., 2009. Beratnya gangguan pendengaran juga dipengaruhi oleh ukuran perforasi.
Perforasi sebesar 1.51–89.05 berkorelasi positif dengan derajat gangguan pendengaran, hal ini disebabkan karena perforasi yang lebih besar dapat
menyebabkan lebih banyak kehilangan suara yang ditransmisikan ke telinga
dalam Ibekwe, Nwaorgu, dan Ijaduola, 2009. 2.3.5. Etiologi
a. Tuli konduktif • Kelainan telinga: anotiamikrotia, atresia, abnormalitas daun telinga,
miringosklerosis, timpanosklerosis • Impaksi serumen atau benda asing
• Perforasi membran timpani
Perforasi membran timpani dapat terjadi karena trauma dan penyakit telinga tengah. Sebanyak 85 pasien yang mengalami perforasi membran timpani
disebabkan oleh OMSK Nepal et al., 2001. Perforasi membran timpani akan
menyebabkan gangguan pendengaran hingga 60 dB Bhusal, Ghuragain, dan Shirastav, 2007.
Membran timpani mempunyai peran penting dalam pendengaran, yakni sebagai suatu pelindung agar gelombang suara tidak langsung mencapai fenestra
rotunda dan fenestra vestibuli. Perforasi pada membran timpani akan mengurangi luas permukaan membran timpani yang tersedia untuk transmisi gelombang suara,
sehingga gelombang suara akan langsung mencapai telinga tengah. Tanpa mengenai membran timpani proses amplifikasi gelombang suara tidak akan
maksimal. Luas perforasi akan berbanding lurus dengan derajat gangguan pendengaran Mehta et al., 2006.
Secara umum, perforasi pada membran timpani dapat dibagi atas : - Perforasi sentral, perforasi yang tidak melibatkan bagian annulus.
- Perforasi subtotal, perforasi yang melibatkan pars tensa dengan lebar lebih dari 50 dan hanya menyisakan bagian annulus yang utuh.
- Perforasi total, perforasi yang melibatkan seluruh pars tensa termasuk bagian annulus.
- Perforasi atik, perforasi yang melibatkan pars flaksid Islam et al., 2010; Nepal et al., 2001.
• Inflamasiinfeksi : otitis eksterna, otitis media akut, otitis media serosa, otitis media kronik, otomikosis, furunkulosis, herpes zoster otikus, perikondritis,
selulitis. • Trauma : komplikasi operasi, trauma kepala, dan barotrauma.
• Kelainan tulang : otosklerosis, osteogenesis imperfecta, dan osteopetrosis
Shah, 2011. b. Tuli sensorineural
Penyebab tuli sensorineural secara umum dapat dibagi menjadi dua, yakni : i Tuli sensorineural yang didapat:
• Proses infeksi. • Proses penuaan presbiaskusis.
• Kebisingan dan trauma akustik.
• Obat Sitotoksik. • Penyakit yang menyerang sistem saraf.
• Penyakit kelainan tulang. • Trauma kepala, dan barotrauma Arts, 2005; Frymark, 2010; Kirchner, 2012;
Loh, 2005.
ii Tuli sensorineural kongenital c. Tuli campuran.
• Pasien tuli sensorineural yang mengalami tuli konduktif. • Infeksi telinga tengah.
• Otosklerosis. • Large Vestibular Aqueduct Syndrome Berkiten, 2011; Young, 2001.
2.3.6. Gejala Klinis
Pasien yang mengalami gangguan pendengaran tidak akan merasakan gejala apapun pada awalnya, hanya saja ia akan merasakan suara-suara yang
didengarnya menjadi lebih halus, sehingga meminta lawan berbicara untuk berbicara lebih keras, menaikkan volume televisi dan radio, dan pada akhirnya ia
akan mengalami kesulitan untuk memahami kata-kata dalam kalimat lawan bicaranya.
Penderita gangguan pendengaran dengan onset sejak masa kanak-kanak akan mengalami gejala yang lebih serius berupa keterlambatan bicara, gangguan
intelektual, dan bahkan gangguan psikologis berupa penarikan diri dari lingkungan karena ketidakmampuan untuk melakukan interaksi sosial Ashitani et
al., 2011.
2.3.7. Diagnosis a. Anamnesis
Pada anamnesis perlu digali hal-hal berupa usia saat onset penyakit, onset penyakit tiba –tiba bertahap, sifat ketulian progresif atau intermiten, lama
penyakit, gejala tambahan seperti tinitus, vertigo, rasa penuh di telinga, nyeri, riwayat keluarga yang mengalami ketulian, riwayat pajanan suara keras, trauma,
riwayat pembedahan telinga, riwayat pemakaian obat-obatan, dan penyakit penyerta lainnya Arts, 2005.
b. Pemeriksaan fisik Pasien dengan gangguan pendengaran harus mendapat evaluasi berupa
inspeksi ada tidaknya kelainan telinga luar yang dapat mengganggu konduksi gelombang suara, obstruksi liang teling oleh benda asing maupun serumen,
perforasi membran timpani, kolesteatoma, maupun cairan di telinga tengah Shah, 2011.
c. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan dengan menggunakan CT scan dan MRI untuk menemukan
penyebab retrokoklea, pemeriksaan genetik juga dapat dilakukan untuk mentukan defek genetik terutama pada tuli sensorineural. Salah satunya dalah Connexin-26
yang merupakan marker untuk tuli genetik. BERA Brainstem Evoked Response Audiometry, OAE Otoacoustic Emission, dan Audiometri dapat digunakan
untuk menentukan derajat ketulian Kemperman et al., 2002; Shah, 2011.
2.4. Pemeriksaan Pendengaran 2.4.1. Audiometri
Sistem pendengaran dapat terstimulasi oleh gelombang suara melalui dua cara. Pertama, gelombang suara yang berasal dari udara kemudian ditransmisikan
ke telinga luar, telinga tengah hingga akhirnya mencapai telinga dalam, proses ini disebut hantaran udara. Kedua, melalui gelombang suara yang menyebabkan
vibrasi tulang tengkorak, vibrasi kemudian ditransmisikan secara langsung menuju telinga dalam, proses ini disebut dengan hantaran tulang. Audiometer
adalah alat pemeriksaan pendengaran yang bekerja berdasarkan prinsip ini. Audiometer nada murni adalah suatu alat elektronika yang menghasilkan
bunyi yang relatif bebas bising ataupun energi suara pada kelebihan nada, oleh karenanya disebut nada “murni”. Terdapat beberapa pilihan nada terutama dari
skala oktaf C : 125, 250, 500, 1000, 2000, 4000, dan 8000 hertz. Tersedia pula