Kepuasan Pelanggan Perspektif Islam

Kegiatan pegadaian syariah merupakan bagian obyek kajian dari ekonomi syariah. Kegiatan ini di zaman Rasulullah telah dipraktikkan oleh Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana dalam sejarah nabi pernah membeli makanan dengan menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi. Walaupun kegiatan ini sudah lama ada, namun karena kurang digali oleh para ilmuan, sehingga kesulitan untuk mendefinisikannya dalam Bahasa Indonesia. Bahkan kegiatan ini dalam term fiqih sering ada tapi untuk mempraktikan belum bisa memasyarakat seperti sekarang ini. Pengertian gadai rahn secara bahasa dapat diartikan tetap, kekal, dan jaminan, sedangkan dalam pengertian istilah adalah menyeandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali sejumlah harta dimaksud sesudah ditembus. 33 Ulama malikiyah mendefinisikan gadai sebagai suatu yang bernilai harta mutamawwal yang diambil pemiliknya untuk dijadikan pengikat atas utang yang mengikat. Adapun pengertian rahn menurut Imam Ibnu Qudhamah dalam kitab al-Mughniy adalah sesuatu benda yang dijadikan kepercayaan dari suatu barang untuk dipenuhi dari harganya, apanila yang berhutang tidak sanggup membayarnya dari orang yang berpiutang. 34 Pemahaman tentang pegadaian syariah dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi pegadaian syariah sebagai lembaga perum dan juga pegadaian syariah dari sisi komersial atau menjalankan produk-produk yang dikeluarkan oleh lembaga 33 Zaenudin Ali, dalam Tri Pudji Susilowati, “Pelaksanaan Gadai dengan Sistem Syariah di Perum Pegadaian Semarang”, Tesis Magister Kenotariatan, Undip, Semarang. 2008. 34 Ibnu Qudhamah dalam Dessy Natalia, Pegadaian Syariah: Teori dan Aplikasinya pada Perum Pegadaian di Indonesia Bogor: IPB, 2009, h. 32 tersebut. Menurut penulis bahwa gadai itu ada karena adanya suatu hubungan antara satu orang atau lebih dengan seorang atau lebih dalam lingkup menjadikan barang sebagai jaminan atas pembiayaan yang diberikan oleh murtahin. Dikatakan satu orang bila yang bertemu hanya pihak rahin dan murtahin saja. Tapi bila barang yang digadaikan marhun itu milik saudaranya, maka pihak yang bertemu tidak hanya dua orang tetapi tiga orang. Hubungan antara mereka tidak hanya sekedar hubungan tetapi merupakan hubungan hukum, karena hubungan yang dilakukan oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Sedangkan hubungan hukum yang dimaksud adalah melakukan kesepakatan bahwa pihak rahin sepakat menyerahkan barang untuk ditahan oleh murtahin dan membayar biaya perawatan dan sewa tempat penyimpanan serta asuransi sedangkan murtahin sepakat untuk memberikan pinjaman uang. Ahmad Azhar Basyir mengartikan rahn sebagai perjanjian menahan suatu barang sebagai tanggungan utang atau dijadikan suatu benda bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan marhun bih sehingga dengan adanya tanggungan hutang seluruh atau sebagian hutang dapat diterima. Sedangkan Sayyid Sabiq mengartikan gadai syariah al-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.