Kualitas Pelayanan Perspektif Islam

Dimensi jaminan berkenaan dengan pengetahuan atau wawasan, kesopanan, santun, kepercayaan diri dari pemberi layanan, serta respek terhadap pelanggan. Apabila pemberi layanan menunjukkan sikap respek, sopan santun dan kelemahlembutan maka akan meningkatkan persepsi positif dan nilai bagi pelanggan terhadap penyedia jasa. Assurance ini akan meningkatkan kepercayaan, rasa aman, bebas dari resiko, sehingga membuat pelanggan merasakan kepuasan dan menjadi loyal terhadap lembaga penyedia layanan. Baik buruknya layanan yang diberikan akan menentukan seberapa besar keberhasilan lembaga atau perusahaan pemberi jasa layanan. Dengan memberikan layanan yang menunjukkan kesopanan dan kelemahlembutan akan menjadi jaminan rasa aman bagi pelanggan dan yang berdampak pada kesuksesan lembaga penyedia layanan jasa. Berkenaan dengan hal ini, al-Qur’an surat Ali Imran ayat 159 menyatakan bahwa:                                    Artinya : “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. Dimensi empati berkenaan dengan kemauan pegawai untuk peduli dan memberi perhatian secara individu kepada pelanggan. Kemauan ini yang ditunjukkan melalui hubungan, komunikasi, memahami dan perhatian terhadap kebutuhan serta keluhan pelanggan. Perwujudan dari sikap empati ini akan membuat pelanggan merasa kebutuhannya terpuaskan karena dirinya dilayani dengan baik. Sikap empati pegawai ini ditunjukkan melalui pemberian layanan informasi dan keluhan pelanggan, melayani transaksi pelanggan dengan senang hati, membantu pelanggan ketika dirinya mengalami kesulitan dalam bertransaksi atau hal lainnya berkenaan dengan pelayanan lembaga. Kesediaan memberikan perhatian dan membantu akan meningkatkan persepsi dan sikap posiif pelanggan terhadap layanan lembaga. Hal ini yang akan mendatangkan kesukaan, kepuasan dan meningkatkan loyalitas pelanggan. Berkenaan dengan empati, dalam an-Nahl ayat 90 dinyatakan:                    Artinya :“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. Dimensi bukti fisik dapat berupa fasilitas fisik seperti gedung, ruangan yang nyaman, dan sarana prasarana lainnya. Dalam konsep Islam pelayanan yang berkenaan dengan tampilan fisik hendaknya tidak menunjukkan kemewahan. Fasilitas yang membuat pelanggan merasa nyaman memang penting, namun bukanlah fasilitas yang menonjol kemewahannya. Pernyataan ini sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an surat al-A’raaf ayat 26:                       Artinya: “Hai anak Adam Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda- tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat”. Dari beberapa ayat Al-Qur’an di atas, ini mejadi landasan perusahaan untuk memberikan layanan yang baik kepada para pelanggannya yang sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an.

2. Kepuasan Pelanggan Perspektif Islam

Islam mengajarkan kepada umatnya untuk saling tolong menolong dalam hal kebaikan antara satu dengan yang lainnya, begitu juga dalam hal muamalah, muslim harus qona’ah mengenai hal-hal yang sudah didapatkan dan tidak diperbolehkan menggunakan prinsip tidak syar’i dengan alasan ingin mendapatkan harta lebih banyak walaupun untuk menghidupi keluarga. Dalam Q.S. at-Taubah : 59 dijelaskan bahwa:                     Artinya: “Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan RasulNya kepada mereka, dan berkata: Cukuplah Allah bagi Kami, Allah akan memberikan sebagian dari karunia-Nya dan demikian pula Rasul- Nya, Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah, tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka”.

E. Pengertian Gadai al-Rahn Menurut Syariah Islam

Penjelasan pasal 49 huruf i UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama disebutkan bahwa yang dimaksud “ekonomi syariah” adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara lain meliputi: bank syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan bisnis syariah. 32 Pegadaian syariah adalah salah satu diantara lembaga yang berbasis ekonomi syariah ke depan memiliki peran yang penting dalam membangun ekonomi masyarakat Indonesia dengan berpegang pada syariat Islam. 32 Penjelasan Pasal 49 huruf i Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama. Kegiatan pegadaian syariah merupakan bagian obyek kajian dari ekonomi syariah. Kegiatan ini di zaman Rasulullah telah dipraktikkan oleh Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana dalam sejarah nabi pernah membeli makanan dengan menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi. Walaupun kegiatan ini sudah lama ada, namun karena kurang digali oleh para ilmuan, sehingga kesulitan untuk mendefinisikannya dalam Bahasa Indonesia. Bahkan kegiatan ini dalam term fiqih sering ada tapi untuk mempraktikan belum bisa memasyarakat seperti sekarang ini. Pengertian gadai rahn secara bahasa dapat diartikan tetap, kekal, dan jaminan, sedangkan dalam pengertian istilah adalah menyeandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali sejumlah harta dimaksud sesudah ditembus. 33 Ulama malikiyah mendefinisikan gadai sebagai suatu yang bernilai harta mutamawwal yang diambil pemiliknya untuk dijadikan pengikat atas utang yang mengikat. Adapun pengertian rahn menurut Imam Ibnu Qudhamah dalam kitab al-Mughniy adalah sesuatu benda yang dijadikan kepercayaan dari suatu barang untuk dipenuhi dari harganya, apanila yang berhutang tidak sanggup membayarnya dari orang yang berpiutang. 34 Pemahaman tentang pegadaian syariah dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi pegadaian syariah sebagai lembaga perum dan juga pegadaian syariah dari sisi komersial atau menjalankan produk-produk yang dikeluarkan oleh lembaga 33 Zaenudin Ali, dalam Tri Pudji Susilowati, “Pelaksanaan Gadai dengan Sistem Syariah di Perum Pegadaian Semarang”, Tesis Magister Kenotariatan, Undip, Semarang. 2008. 34 Ibnu Qudhamah dalam Dessy Natalia, Pegadaian Syariah: Teori dan Aplikasinya pada Perum Pegadaian di Indonesia Bogor: IPB, 2009, h. 32