UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
labu ukur 10 mL, lalu ditambahkan 50 μL sampel, dan dilarutkan dengan metanol
ad 10 mL.Seri 3 spiking sampel + standar 375 ppm: dipipet 3,75 mL larutan induk timokuinon dalam labu ukur 10 mL, lalu ditambahkan 50
μL sampel, dan dilarutkan dengan metanol ad 10 mL. Masing-masing seri dihomogenkan dengan vortex
selama 2 menit, didiamkan selama 1 menit, diambil lapisan metanol bagian atas Enein, et al., 1995. Setelah itu sampel disaring menggunakan syringe filter
berukuran 0,45 μm. Kemudian masing-masing seri diinjeksikan ke dalam KCKT
dengan volume injeksi 20 μL. Setelah itu diamati luas puncaknya. Nilai luas puncak
kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan linear dari kurva kalibrasi sebagai nilai Y, sehingga didapat konsentrasi dari masing-masing nilai luas puncak.
Kemudian dihitung besarnya simpangan deviasi dari masing-masing konsentrasi dengan rumus:
SD = √
∑ − ̅
2
�−
Dimana x merupakan luas dari masing-masing konsentrasi, �̅ merupakan rerata
konsentrasi, dan N merupakan jumlah injeksi. Setelah mendapat nilai SD kemudian dihitung nilai RSD dengan rumus: RSD =
� ̅
x 100 Syarat dari nilai RSD adalah 2.
3.4.6 Analisis Kadar Timokuinon pada Sampel Minyak Biji Jinten Hitam
Sampel dipreparasi dengan menimbang sejumlah tertentu sampel minyak biji jinten hitam replikasi 3 kali kemudian dilarutkan dalam metanol hingga
volume akhir 10 mL. Campurkan dengan vortex selama 2 menit, didiamkan selama 1 menit, diambil lapisan metanol bagian atas Enein, et al., 1995. Setelah itu
sampel disaring menggunakan syringe filter berukuran 0,45 μm. Sampel
diinjeksikan ke dalam KCKT dengan volume injeksi sebanyak 20 μL dan dilihat
luas puncaknya. Luas puncak yang didapat kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan regresi pada kurva kalibrasi sebagai nilai Y, sehingga didapat
konsentrasi sampel dalam satuan ppm. Kemudian dilakukan perhitungan kadar
bb.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Analisis Timokuinon
Sebelum memasuki tahap analisis, perlu dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum analisis timokuinon. Penentuan panjang gelombang
maksimum dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet, diperoleh serapan maksimum timokuinon yaitu pada panjang gelombang 252 nm.
Berdasarkan penelitian Hadad 2012 panjang gelombang timokuinon berada pada kisaran 250-260 nm. Penentuan panjang gelombang analisis ini guna meningkatkan
selektivitas dan sensitivitas senyawa yang dianalisa. Spektrum serapan timokuinon dapat dilihat pada lampiran 2.
4.2 Penentuan Komposisi Fase Gerak Analisis Timokuinon
Untuk menghasilkan kromatogram yang baik maka dilakukan pemilihan fase gerak dengan kondisi optimum KCKT. Pada percobaan pertama, fase gerak
yang digunakan adalah metanol : air 60 : 40 vv dengan detektor UV-Vis, panjang gelombang 252 nm, laju alir 1,5 mL menit dengan volume injeksi 20 μL. Pada
percobaan kedua, fase gerak yang digunakan adalah metanol : air 65 : 35 vv dengan detektor UV-Vis, panjang gelombang 252 nm, laju alir 1,5 mL menit
dengan volume injek si 20 μL. Pada percobaan ketiga, fase gerak yang dicobakan
adalah metanol : air 70 : 30 vv dengan detektor UV-Vis, panjang gelombang 252 nm, laju alir 1,5 mL me
nit dengan volume injeksi 20 μL. Berdasarkan percobaan yang dilakukan, komposisi fase gerak yang dipilih adalah percobaan yang ketiga,
yaitu pada komposisi fase gerak metanol : air 70 :30. Komposisi fase gerak ini dipilih karena menghasilkan nilai asimetrisitas yang memenuhi syarat jika
dibandingkan dengan komposisi fase gerak lainnya dan memiliki waktu retensi paling cepat dibanding dengan komposisi fase gerak lainnya sehingga waktu
analisis lebih cepat dan efisien. Gambar masing-masing kromatogram tercantum
pada lampiran 3. Data mengenai komposisi fase gerak tercantum pada tabel 4.1.
26