UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berukuran 0,45 μm. Kemudian diinjeksikan ke dalam KCKT dengan volume 20 μL.
Kromatogram yang dihasilkan diamati peak timokuinonnya, apakah waktu retensinya sama dengan waktu retensi pada larutan standar.
3.4.4 Akurasi
Untuk uji akurasi dibuat 3 seri larutan dengan menggunakan metoda spiking standar dengan sampel yang sudah diketahui pasti konsentrasinya. Ditimbang
sebanyak 25 mg Timokuinon. Dilarutkan ke dalam metanol hingga volume akhir 25 mL sehingga konsentrasi larutan induk 10
00 μgmL. Seri 1 spiking sampel + standar 80 ppm: dipipet 0,8 ml larutan induk timokuinon dalam labu ukur 10 mL,
lalu ditambahkan 50 μL sampel, dan dilarutkan dengan metanol ad 10 mL.Seri 2
spiking sampel + standar 200 ppm:dipipet 2 mL larutan induk timokuinon dalam labu ukur 10 mL, lalu ditambahkan 50
μL sampel, dan dilarutkan dengan metanol ad 10 mL.Seri 3 spiking sampel + standar 375 ppm: dipipet 3,75 mL larutan induk
timokuinon dalam labu ukur 10 mL, lalu ditambahkan 50 μL sampel, dan dilarutkan
dengan metanol ad 10 mL. Masing-masing seri dihomogenkan dengan vortex selama 2 menit, didiamkan selama 1 menit, diambil lapisan metanol bagian atas
Enein, et al., 1995. Setelah itu sampel disaring menggunakan syringe filter berukuran 0,45
μm. Kemudian masing-masing seri diinjeksikan ke dalam KCKT
dengan volume injeksi 20 μL. Luas puncak yang didapat disubstitusikan ke dalam
persamaan regresi pada kurva kalibrasi sebagai nilai Y, sehingga didapat konsentrasi dari masing-masing seri. Kemudian dihitung diff dan perolehan
kembalinya.
3.4.5 Presisi
Untuk uji presisi dibuat 3 seri larutan dengan menggunakan metoda spiking standar dengan sampel yang sudah diketahui pasti konsentrasinya. Ditimbang
sebanyak 25 mg timokuinon. Dilarutkan ke dalam metanol hingga volume akhir 25 mL sehingga konsentrasi larutan induk 10
00 μgmL. Seri 1 spiking sampel + standar 80 ppm: dipipet 0,8 ml larutan induk timokuinon dalam labu ukur 10 mL,
lalu ditambahkan 50 μL sampel, dan dilarutkan dengan metanol ad 10 mL. Seri 2
spiking sampel + standar 200 ppm: dipipet 2 mL larutan induk timokuinon dalam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
labu ukur 10 mL, lalu ditambahkan 50 μL sampel, dan dilarutkan dengan metanol
ad 10 mL.Seri 3 spiking sampel + standar 375 ppm: dipipet 3,75 mL larutan induk timokuinon dalam labu ukur 10 mL, lalu ditambahkan 50
μL sampel, dan dilarutkan dengan metanol ad 10 mL. Masing-masing seri dihomogenkan dengan vortex
selama 2 menit, didiamkan selama 1 menit, diambil lapisan metanol bagian atas Enein, et al., 1995. Setelah itu sampel disaring menggunakan syringe filter
berukuran 0,45 μm. Kemudian masing-masing seri diinjeksikan ke dalam KCKT
dengan volume injeksi 20 μL. Setelah itu diamati luas puncaknya. Nilai luas puncak
kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan linear dari kurva kalibrasi sebagai nilai Y, sehingga didapat konsentrasi dari masing-masing nilai luas puncak.
Kemudian dihitung besarnya simpangan deviasi dari masing-masing konsentrasi dengan rumus:
SD = √
∑ − ̅
2
�−
Dimana x merupakan luas dari masing-masing konsentrasi, �̅ merupakan rerata
konsentrasi, dan N merupakan jumlah injeksi. Setelah mendapat nilai SD kemudian dihitung nilai RSD dengan rumus: RSD =
� ̅
x 100 Syarat dari nilai RSD adalah 2.
3.4.6 Analisis Kadar Timokuinon pada Sampel Minyak Biji Jinten Hitam
Sampel dipreparasi dengan menimbang sejumlah tertentu sampel minyak biji jinten hitam replikasi 3 kali kemudian dilarutkan dalam metanol hingga
volume akhir 10 mL. Campurkan dengan vortex selama 2 menit, didiamkan selama 1 menit, diambil lapisan metanol bagian atas Enein, et al., 1995. Setelah itu
sampel disaring menggunakan syringe filter berukuran 0,45 μm. Sampel
diinjeksikan ke dalam KCKT dengan volume injeksi sebanyak 20 μL dan dilihat
luas puncaknya. Luas puncak yang didapat kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan regresi pada kurva kalibrasi sebagai nilai Y, sehingga didapat
konsentrasi sampel dalam satuan ppm. Kemudian dilakukan perhitungan kadar
bb.