Analisis Efisiensi Penggunaan Input

50 decreasing to scale. Kondisi skala usaha ini dapat diketahui dengan cara menjumlahkan besaran elastisitas pada fungsi produksi. Dalam penelitian ini diketahui bahwa usaha pembesaran kerapu macan di Pulau Panggang berada dalam kondisi increasing to scale.Hal ini dapat dilihat dari hasil penjumlahan besaran elastisitas yang terdiri atas variabel X 1 1,614, X 2 0,433, X 3 0,222, X 4 1,171 dan X 5 0,541 yang hasilnya adalah 3,974.kondisiincreasing to scale ini menunjukan apabila kelima faktor produksi ditingkatkan secara proporsional sebesar satu satuan, maka output yang dihasilkan akan meningkat lebih dari satu satuan.

4.4.2 Analisis Efisiensi Penggunaan Input

Berdasarkan persaman 25, maka tingkat penggunaan input yang efisien dapat dicari dengan menggunakan rumus : X Py Y b NVM . . = Penggunaan input produksi yang efisien pada dasarnya bertujuan untuk menghasilkan output yang optimal. Data secara lengkap mengenai hasil perhitungan untuk Nilai Produksi Marginal NVM, input dan output yang efisien serta rasio NVMdengan harga input pada usaha pembesaran kerapu macan di Pulau Panggang dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai NVM, Input dan Output yang Efisien, serta Nilai Rasio NVM dan P xi pada Usaha Pembesaran Kerapu Macan di Pulau Panggang Tahun 2011 No Keterangan Satuan Bi P xi NVM NVM P xi Optimal per m 2 Aktual per m 2 1 Output Kg 120.000 4,800 1,000 2 Luas KJA m 2 1,61 8.052.000 207,645 0,00002 49,000 73,000 3 Benih Ekor 0,43 10.000 6006,073 0,60061 4,000 2,000 4 Pakan Rucah Kg 0,222 3.000 6566,499 2,18883 5,801 0,933 5 Tenaga Kerja Operasional Total Jam Kerja 1,17 6.111 54732,203 8,95634 15,026 0,590 6 Tenaga Kerja Pemeliharaan Jam kerja 0,541 5.000 8762,676 1,75253 8,491 1,703 Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2011 51 Berdasarkan Tabel 10, harga rata-rata untuk output adalah Rp 120.000,00 , harga rata-rata untuk KJA adalah Rp 8.7052.000,00 yang dilihat dari biaya pembuatan KJA bambu satu unit dengan 6 petak berukuran 3x3 m, harga rata-rata untuk benih ialah Rp 10.000,00 yang dilihat dari ukuran rata-rata benih yang digunakan pembudidaya, harga rata-rata untuk pakan rucah sebesar Rp 3.000,00 , nilai upah atau harga rata-rata untuk tenaga kerja operasional sebesar Rp 6.111,00 serta sebesar Rp 5.000,00 untuk upah atau harga rata-rata tenaga kerja pemeliharaan. Menurut Soekartawi 2003, penggunaaan faktor produksi akan efisien apabila antara NPM dan P xi sama dengan satu NPM P xi = 1. Apabila rasio ini lebih besar dari satu, maka penggunaan faktor produksi input belum efisien dan masih dapat dilakukan penambahan. Apabila rasio ini kurang dari satu, maka penggunaan faktor produksi input sudah tidak efisien dan harus dikurangi. Berdasarkan Tabel 10, diperoleh nilai rasio antara NPM dan P xi untuk luas KJA sebesar 0,00002, untuk benih adalah 0,60061, untuk pakan rucah adalah 2,18883, untuk tenaga kerja operasional adalah 8,95634 dan untuk tenaga kerja pemeliharaan adalah 1,75253. Penggunaan input luas KJA dan benih harus dikurangi, sebab rasio NPM kurang dari satu. Penggunaan KJA dikurangi menjadi luas 49m 2 satu unit 4 petakan dari luas 73 m 2 satu unit6 petakan dan untuk ukuran 1 petakan adalah 3x3 m, sedangkan benih dapat dikurangi menjadi 200 ekor dari 400 ekor sesuai jumlah benih yang dipinjamkan Balai Sea Farming kepada anggota. Menurut hasil perhitungan, padat tebar ditingkatkan dari 2 ekorm 2 menjadi 4 ekorm 2 dengan jumlah benih 200 ekor untuk 4 petakan satu unit KJA.Penambahan input diperlukan untuk variabel input pakan rucah sebesar 5,801 Kgm 2 dari 0,933 Kgm 2 . Penggunaan tenaga kerja operasional perlu ditambah menjadi 15,026 jamm 2 dari keadaan aktualnya sebesar 0,590 jamm 2 dan penggunaan tenaga kerja pemeliharaan pun perlu ditambah menjadi 8,491 jamm 2 dari keadaan aktual sebesar 1,703 jamm 2 . Penambahan faktor produksi yang dilakukan berupa penambahan pakan rucah dan tenaga kerja operasional serta tenaga kerja pemeliharaan. Faktor produksi pakan rucah dan tenaga kerja pemeliharaan memiliki keterikatan tinggi.Jumlah pakan rucah yang diberikan kepada ikan bergantung kepada kondisi faktor alam yang berimplikasi pada melaut-tidak melautnya 52 nelayan. Nelayan yang sekaligus bermatapencaharian sebagai pembudidaya rata- rata kurang memiliki jam kerja budidaya sehingga manajemen pakan budidaya kerapu diduga menjadi kurang baik. Untuk mengetahui pengaruh hasil perhitungan optimal secara nominal atau persentase efisien atau tidak, maka dilakukan perbandingan hasil analisis usaha kerapu macan pada kondisi aktual dan optimal.Hasil perbandingan analisis usaha kerapu macan kondisi aktual dan optimal di Pulau Panggang dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11.Investasi, Total Biaya, Penerimaan, Keuntungan dan Analisis Usaha Budidaya Pembesaran Kerapu Macan di Pulau Panggang per Tahun Pada Kondisi Aktual dan Optimal No Uraian Kondisi Aktual Optimal Perubahan 1 Investasi Rp 4.804.000 4.101.000 - 14,6 2 Total Biaya Rp 8.497.333 9.472.000 11,5 3 Penerimaan Rp 6.988.975 14.172.087 102,7 4 Keuntungan Rp -1.380.025 3.861.316 379,8 5 Analisis Usaha RC 0,8 1,5 87,5 Pay Back Period Tahun - 0,87 - Break Even Point Rp 12.617.391 7.422.616 -41,2 Break Even Point Kg 203 188 -8,0 Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2011 Biaya investasi yang digunakan pada kondisi optimal menurun 14,6 dari kondisi aktual, namun total biaya yang digunakan meningkat sebesar 11,5 dari kondisi aktual ke optimal. Peningkatan total biaya produksi kondisi optimal tidak berpengaruh terhadap usaha budidaya kerapu macan, sebab penerimaan yang diperoleh meningkat sebesar 102,7 dan keuntungan meningkat sebesar 379,8. Nilai RC yang awalnya tidak layak pada kondisi aktual menjadi layak diatas 1 yaitu sebesar 1,5 dan meningkat sebesar 87,5. Nilai PP pada kondisi aktual tidak dapat dihitung sebab keuntungannya menunjukan nilai yang negatif yang berarti modal usah yang dikeluarkan tidak dapat kembali, akan tetapi pada kondisi optimal nilai PP dapat dihitung dan menunjukan angka 0,87 yang berarti modal usaha yang dikeluarkan dapat kembali selama 0,87 tahun 2 masa produksi. Nilai BEP kondisi optimal menurun sebesar 41,2. Nilai BEP menunjukan suatu nilai 53 dimana hasil penjualan output produksi sama dengan biaya produksi. Hal ini menunjukan bahwa biaya produksi kondisi optimal lebih rendah pada hasil penjualan output yang diperoleh selama produksi. Secara keseluruhan hasil analisis usaha kondisi optimal lebih menguntungkan dibandingkan kondisi aktual, meskipun terjadi peningkatan total biaya produksi namun keuntungan yang diperoleh lebih tinggi dan usaha produksi menjadi layak dari sisi analisis usahanya Lampiran 22.

4.4.3 Analisis Kriteria Investasi dan Analisis Sensitivitas