30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Budidaya
Secara geografis Kelurahan Pulau Panggang merupakan salah satu kelurahan di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta.
Wilayah ini merupakan gugusan pulau-pulau yang terdiri dari 13 pulau, dimana dua pulau diperuntukan sebagai pemukiman yaitu Pulau Panggang dan Pulau
Pramuka, 6 pulau diperuntukan sebagai peristirahatan, dan sebagian lainnya untuk PHU, pariwisata, PHKA, perkantoran, TPU dan marcusuar. Kelurahan Pulau
Panggang memiliki luas wilayah 62,10 Ha dengan ketinggian tanah 1 meter dari permukaan laut dan suhu udara rata-rata 27
o
C-32
o
C. Kelurahan Pulau Panggang memiliki batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara : 05’41’41”LS-05’41’41”LS
Sebelah Selatan : 106’44’50”BT
Sebelah Barat : 106’19’30”BT
Sebelah Timur : 05’47’00”LD-05’45’14”LS
Keadaan angin di Kelurahan Pulau Panggang Kepulauan Seribu sangat dipengaruhi oleh angin muson yang secara garis besar dapat dibagi menjadi Angin
Musim Barat Desember-Maret dan Angin Musim Timur Juni-September. Musim Pancaroba terjadi antara bulan April-Mei dan Oktober-November.
Kecepatan angin pada musim barat bervariasi antara 7-20 knot per jam, yang umumnya bertiup dari barat daya sampai barat laut. Angin kencang dengan
kecepatan 20 knot per jam biasanya terjadi antara bulan Desember-Februari. Pada musim Timur kecepatan angin berkisar antara 7-15 knot per jam yang bertiup dari
arah timur sampai tenggara. Musim hujan biasanya terjadi antara bulan Nopember-April dengan hujan antara 10-20 haribulan. Curah hujan terbesar
terjadi pada bulan Januari dan total curah hujan tahunan sekitar 1700 mm. Peta wilayah Pulau Panggang dapat dilihat pada Lampiran 1.
Kegiatan budidaya kerapu di Pulau Panggang sudah berjalan lebih dari 6 tahun. Pembudidaya yang menjadi responden dalam penelitian ini ialah
pembudidaya yang termasuk ke dalam kelompok Sea Farming. Jumlah anggota kelompok Sea Farming sebanyak 74 orang dengan jumlah anggota yang aktif
hanya 43 orang. Anggota yang menjadi responden dipilih sebanyak 20 orang
31 dimana ia memenuhi persyaratan yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu telah
memiliki pengalaman berbudidaya kerapu minimal satu tahun dan memiliki ikan kerapu macan atau kerapu bebek dengan size 100-200 gram, 200-300 gram, 300-
400 gram, 400-500 gram dan up 500 gram. Lama waktu pengalaman berbudidaya kerapu dari pembudidaya yang menjadi responden dalam penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Lama Pengalaman Berbudidaya Kerapu Responden
Lama Berbudidaya Tahun Jumlah Orang
8 11 55
7 7 35
6 2 10
Jumlah 20 100
Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2011
Setiap anggota Sea Farming diwajibkan mendapat pelatihan tentang budidaya yang diadakan oleh Suku Dinas Perikanan-Kelautan Administratif
Kepulauan Seribu bekerja sama dengan PKSPL IPB. Berdasar tingkat pendidikan anggota yang menjadi responden dalam penelitian ini, jumlah responden
terbanyak adalah lulusan SD. Tingkat pendidikan responden terdiri dari tingkat pendidikan SD, SMP dan SMA. Data tingkat pendidikan responden dapat dilihat
pada Tabel 3. Tabel 3. Tingkat Pendidikan Responden
Pendidikan Jumlah Orang
Tidak tamat SD 2
14.3 Tamat SD
15 71.4
SMP 2 9.5
SMA 1 4.8
Jumlah 20 100
Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2011
Usia responden berkisar antara 37 tahun sampai 65 tahun dengan usia rata- rata 49 tahun yang tergolong usia produktif. Responden memiliki jumlah
tanggungan keluarga berkisar antara dua orang sampai enam orang dengan rata- rata jumlah tanggungan keluarga tiga orang. Berdasarkan usia responden, dapat
diketahui bahwa rata-rata responden berada pada usia produktif. Hal ini menunjukan bahwa responden memiliki kesempatan mencari usaha yang lebih
32 banyak. Namun kenyataannya responden memilih budidaya perikanan sebagai
usahanya karena mayoritas responden sudah berkeluarga. Mayoritas responden bermatapencaharian utama sebagai nelayan, sedangkan pembudidaya merupakan
matapencaharian sampingan. Jenis pekerjaan budidaya yang bersifat sampingan ini berpengaruh terhadap manajemen budidaya yang dilakukan oleh responden.
Pembagian jam kerja sebagai nelayan dan sebagai pembudidaya terlihat kurang seimbang atau dapat dikatakan jam kerja untuk kegiatan budidaya masih kurang.
Responden masih berpikiran tradisional bahwa matapencaharian sebagai nelayan tetap yang utama, dan jika tidak melaut mereka tidak akan bisa memberi makan
untuk keluarga mereka. Peran serta keluarga dalam kegiatan budidaya pun kurang, padahal hal ini akan sangat membantu untuk melaksanakan suatu manajemen
budidaya yang baik dan sesuai dengan yang diajarkan dalam pelatihan berbudidaya yang diselenggarakan oleh kelompok Seafarming, misalnya dalam
hal pemantauan biota, pemberian pakan dan pembersihan KJA. Seharusnya jika responden tidak dapat mengontrol keadaan KJA karena pergi melaut, keluarga
dapat membantu menggantikan responden melakukan hal tersebut agar kegiatan budidaya lebih terkontrol sehingga hasil dari usaha budidaya bisa lebih meningkat
dari sebelumnya. Karakteristik pembudidaya ikan kerapu di Pulau Panggang yang menjadi responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 5.
4.2 Analisis Teknis Budidaya